Phantasmagoria, Sinema Edukasi Cegah Pelecehan Seksual Karya Dosen UM

TIMESINDONESIA, MALANG – Dosen Sastra Universitas Negeri Malang (UM), Dr. Karkono, S.S., M.A. memproduksi sinema edukasi berjudul Phantasmagoria untuk pencegahan dan penangan pelecehan seksual. Film tersebut telah dua kali diputar di UM dengan masing-masing pemutaran dihadiri 300 penonton.
Film phantasmagoria mengetengahkan isu pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami mahasiswa. Film ini menarasikan konflik keluarga yang berasal tiga perempuan, Dewi, Laras, dan Ratih.
Advertisement
Dewi memiliki masalah dengan suaminya, sementara Laras juga memiliki ketidakberesan dengan kisah asmara yang selama ini ia jalin. Konflik keluarga tersebut pada akhirnya berdampak pada Ratih.
Ratih, yang merupakan ‘keluarga bungsu’ merasa tidak nyaman atas kondisi keluarga yang sedemikian sengkarut. Untuk menanggulangi masalah itu, Ratih mencurahkan kesal-sebalnya kepada pacarnya. Ratih menganggap bahwa pacarnyalah yang dapat memberi rasa nyaman, aman, dan kasih sayang. Akan tetapi, nasib membawa Ratih ke lembah nestapa. Di tengah tingginya kepercayaan Ratih pada pacarnya, ia justru mendapat pelecehan seksual.
Dengan membawa narasi seperti itu, film ini memang menyasar kepada mahasiswa terhadap potensi-potensi pelecehan dan kekerasan seksual di lingkup pendidikan. Melalui jalannya cerita, film ini ingin menegaskan, bahwa pelecehan dan kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja dan oleh siapa saja.
"Selain itu, film ini juga mengajak penonton untuk menyadari, bahwa konflik-konflik masa lalu dan masalah-masalah domestik memiliki peran terhadap kepribadian seseorang," ujar Karkono saat podcast bedah Film Phantasmagoria bersama TIMES Indonesia, Senin (26/2/2024).
Karkono, alumni Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta ini menegaskan, pembuatan film ini adalah tanggung jawab akademis terhadap kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang selama ini terjadi. Oleh karena itu, Karkono dan Tim Risetnya melakukan penelitian dengan luaran berupa film edukasi sebagai media kampanye.
Menurut survei, sepanjang 2015-2021 kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan paling banyak terjadi di tataran kampus atau perguruan tinggi, dengan besaran nilai mencapai 35% (Databoks, 2023). Padahal, lingkungan pendidikan semustinya menjadi ladang mencari ilmu paling aman.
Menjawab permasalahan itulah latar belakang film Phantasmagoria diproduksi. Karkono mengungkapkan, pembuatan film ini menjadi bukti kepedulian kampus untuk menciptakan iklim pendidikan yang nyaman dan aman. Saat ini, regulasi-regulasi pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan kampus semakin dimutakhirkan. Akan tetapi, bagi Karkono, tetap perlu media kampanye yang cukup representatif, efektif, dan dapat dinikmati semua kalangan.
“Kampus saat ini menunjukkan kepedulian, seperti adanya Satgas PPKS, regulasi jam malam, termasuk mengadakan seminar-seminar. Tapi, melalui film, kampanye pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual dapat menyasar ke semua kalangan. Dengan film, orang akan menyimpulkan sendiri tanpa merasa diceramahi,” tegasnya
Seperti pada umumnya penelitian, produksi film ini juga melalui metode runtut dan tidak sebentar. Tim Riset mengawalinya dengan analisis kebutuhan sehingga film ini diproduksi berangkat dari data dan kebutuhan lapangan.
Berikutnya adalah proses pembuatan film edukasi. Setelah film edukasi selesai dibuat, dilakukan uji validasi kepada ahli. Karkono menunjuk validator dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) dan Psikologi UM karena film ini berkaitan dengan kesehatan mental. "Setelah uji validasi, film bisa diujikan ke publik," ucap dosen yang meraih master of art di Universitas Gadjah Mada ini,
Karkono mengatakan, saat ini, film Phantasmagoria masih belum dirilis secara resmi di youtube. Tim masih berencana menyelenggarakan beberapa kali acara nonton bersama di tingkatakan universitas atau komunitas sebelum dilempar ke publik.
Dengan digarapnya film bertema pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual, masyarakat diharapkan dapat memiliki sudut pandang baru soal isu serupa. Masyarakat (utamanya lingkup pendidikan) dapat melakukan tindakan preventif agar pelecehan dan kekerasan seksual urung terjadi. Dengan begitu dapat tercipta iklim pendidikan yang aman dan nyaman tanpa ketakukan akan bayang-bayang kekerasan seksual. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |