PSAD UII Adakan Diskusi Online Bahas Akun Fufufafa di Medsos
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pusat Studi Agama dan Demokrasi Universitas Islam Indonesia atau PSAD UII melakukan Diskusi Online #1 bertema Fufufafa: Pemilik, Implikasi Hukum dan Etik?. Acara membahas isu yang sedang ramai dibicarakan di media sosial terkait akun Fufufafa yang disinyalir merupakan milik Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka.
Dalam diskusi itu terdapat catatan diskusi yang dirangkum dalam beberapa poin berikut ini:
Advertisement
Pertama, Tambang data dilakukan oleh Drone Emprit dalam rentang tanggal 29 Agustus – 18 September 2024 dari berbagai platform media sosial antara lain X, TikTok, Instagram, Facebook, dan Youtube.
Hasil data merangkum fluktuasi percakapan yang intensif, masif, dan cenderung meningkat.
Karakter percakapan ini dinilai cukup unik karena berbeda dari percakapan pada isu politik serupa yang cenderung lesu di satu minggu setelah isu bergulir.
“Hal ini juga berkaitan dengan karakter netizen Indonesia yang polanya cenderung cepat melupakan sebuah isu ketika muncul isu yang baru lagi,” kata Desmalinda, Jumat (20/9/2024).
Kedua, temuan lainnya adalah topik percakapan dan reaksi netizen di setiap media sosial berbeda. Di X, percakapan cenderung kontroversial yang didominasi dengan emosi kemarahan (Anger) karena jabatan publik diberikan kepada orang yang tidak kompeten.
Desmalinda menjelaskan, di TikTok, topik percakapan seputar keterkaitan akun Fufufafa dan Gibran, serta dampaknya terhadap situasi politik menjelang pelantikan Gibran sebagai Wakil Presiden.
Kemudian, di Youtube, topik percakapan berkisar pada dampak politis dan etis dari dugaan kepemilikan akun Fufufafa oleh Gibran, serta bagaimana isu ini menjadi kontroversi yang berpotensi mempengaruhi stabilitas politik menjelang pelantikan Gibran sebagai Wakil Presiden.
Sedangkan di Facebook dan Instagram, pusaran topik didominasi oleh dampak politik dan integritas digital Gibran sebagai Wakil Presiden terpilih.
Ketiga, terdapat tindakan vandalisme digital yang mengganggu jalannya diskusi online ini. Beberapa peserta telah mencoret-coret materi diskusi dengan gambar vulgar, termasuk simbol-simbol yang merendahkan, serta menghidupkan video pornografi yang tidak pantas.
“Tindakan ini tidak hanya merusak suasana diskusi yang konstruktif, tetapi juga menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi peserta lainnya,” ujarnya
Pihaknya berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah tegas terhadap perilaku ini dan memastikan bahwa semua pengguna dapat berpartisipasi dalam diskusi tanpa adanya gangguan atau pelecehan.
Keempat, akun Fufufafa mengandung unsur tindakan yang menjadikan perempuan sebagai objek dalam berbagai postingannya, hal ini merupakan bentuk seksisme. Objektivikasi ini mencerminkan relasi kuasa patriarki yang merugikan, di mana perempuan diperlakukan sebagai obyek yang dapat dieksploitasi dan direndahkan.
“Kebencian yang ditujukan kepada perempuan dalam konten-konten tersebut sangat kentara dan harus ditanggapi dengan serius,” imbuh peneliti Peneliti PSAD UII ini.
Terhadap beberapa catatan di atas, Pusat Studi Agama Dan Demokrasi Universitas Islam Indonesia (PSAD UII) merekomendasikan:
Pertama, kepada Gibran Rakabuming Raka, jika dugaan publik benar bahwa Gibran adalah pemilik akun Fufufafa, maka sebaiknya yang bersangkutan bersikap secara gentle dalam mengakui dan meminta maaf secara tulus kepada publik agar tidak menjadi rong-rongan jangka panjang. Selain itu, bagi Desmalinda sebagai Wakil Presiden terpilih, diharapkan dapat menjadi tauladan dan standar moral yang baik bagi masyarakat.
Kedua, kepada seluruh partai politik, agar mengadakan rekonstruksi pendidikan politik dan kaderisasi partai politik agar politisi partai memiliki literasi digital dan beretika politik dengan baik. Jangan sampai ada politisi partai yang perilaku digital dan politiknya tidak etis dan tidak terpuji.
Ketiga, kepada pemerintah terkait, agar isu ini menjadi penanda besarnya pekerjaan rumah bagi pemerintah terkait literasi digital publik. Jangan sampai media sosial menjadi tempat sampah digital tentang pikiran-pikiran buruk seseorang.
“Diharapkan pemerintah dapat menempatkan urgensi pendidikan politik dan demokrasi di skala keluarga dengan merevitalisasi pendidikan yang inklusif dan pengarusutamaan gender sejak usia dini,” papar Dosen Ilmu Komunikasi UII, Desmalinda. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |