Pendidikan

Prof Arbin Janu Dikukuhkan Jadi Guru Besar Bidang Ilmu Model Bimbingan Pribadi Sosial

Kamis, 28 November 2024 - 10:40 | 19.78k
Prof. Dr. Arbin Janu Setiyowati, M.Pd yang resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Model Bimbingan Pribadi Sosial Universitas Negeri Malang. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)
Prof. Dr. Arbin Janu Setiyowati, M.Pd yang resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Model Bimbingan Pribadi Sosial Universitas Negeri Malang. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Prof. Dr. Arbin Janu Setiyowati, M.Pd secara resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Model Bimbingan Pribadi Sosial Universitas Negeri Malang (UM Malang), Kamis (28/11/2024).

Dihari pengukuhannya, dia membawakan pidato akademik berjudul "Meramu Self-Care Sebagai Kontinum Utama Penyeimbang Kesehatan Mental Dan Kompetensi Akademik Mahasiswa Calon Konselor".

Advertisement

Prof Arbin menerangkan, bimbingan pribadi social merupakan bidang bimbingan yang memberikan perhatian terhadap aspek pribadi social individu.

Bimbingan pribadi sosial membantu memfasilitasi perkembangan pribadi social individu agar mampu mengenal dan menerima dirinya dengan baik serta memiliki hubungan yang harmonis dengan lingkungannya, termasuk pengembangan pribadi social mahasiswa bimbingan dan konseling sebagai calon helper.

Wanita yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan 3 Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UM itu menyebut, perhatian terhadap kesejahteraan mental calon helper menjadi isu yang penting mengingat mereka nanti akan menjadi tumpuan harapan konseli dalam mencapai kualitas hidup yang lebih baik.

"Bantuan yang akan diberikan kepada konseli akan mampu memberikan perubahan yang signifikan terhadap kondisi mereka, asalkan konselor yang membantu mampu mengejawantahkan praktik menolong diri sendiri dengan baik, sebelum mereka membantu orang lain," ujarnya.

Prof Arbin menerangkan, beberapa riset telah membuktikan bahwa pendidikan sebagai calon helper di negara Indonesia. masih belum cukup mendukung terwujudnya kesehatan mental yang baik. Calon dokter, perawat, psikolog hingga konselor mengalami problematika yang hampir sama berkaitan dengan gangguan kesehatan mental mereka.

"Bukti empiris menunjukkan bahwa mahasiswa calon konselor masih mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan kesehatan mental dan kompetensi akademik mereka," kata dia.

Menyeimbangkan antara kehidupan personal dengan tuntutan kompetensi akademik bukanlah perkara yang mudah. Mahasiswa calon konselor memiliki kecenderungan untuk condong pada salah satunya. Sebagai contoh, mahasiswa calon konselor memforsir diri untuk memenuhi tuntutan akademik hingga mengabaikan kebutuhan fisik (tidur cukup, makan teratur hingga olah fisik).

"Menyeimbangkan kedua hal antara kehidupan pribadi dan tuntutan akademik dalam tataran kajian bimbingan dan konseling dikenal dengan self-care," tuturnya.

Mahasiswa calon konselor diharapkan memiliki kemampuan self care yang memadai. Self care selain penting untuk menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan tuntutan akademik, juga dibutuhkan untuk mempersiapkan mereka menghadapi potensi kerentanan psikologis yang banyak dihadapi oleh konselor di lapangan sebagai konsekuensi dari bantuan yang diberikan kepada konseli.

Beberapa potensi kerentanan psikologis yang bisa diantisipasi dengan kemampuan self care yang memadai antara lain: burnout, compassion fatigue, trauma sekunder, dan keterlibatan yang berlebihan. Pekerjaan helper menguras emosi sehingga kepedulian untuk merawat diri penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental yang lebih baik.

"Kemampuan untuk menumbuhkembangkan self-care helper tidaklah bersifat instan melainkan perlu dibiasakan melalui penyiapan calon konselor dalam pendidikan prajabatan," jelas Prof Arbin.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model teoritik self-care mahasiswa calon konselor dapat diterima. Artinya self-awareness, self-efficacy dan dukungan sosial menggambarkan pembentukan self-care, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Self-care memuat tiga konsep utama yaitu (1) self-care itu sendiri (aktivitas individu untuk memelihatan kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan), (2) terapi perawatan diri (aktivitas perawatan diri individu untuk mencapai keadaan merawat diri, dan (3) agen perawatan diri (berkaitan dengan kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri.

"Self-care itu sendiri membutuhkan dukungan sosial agar individu dapat memelihara kehidupannya, self efficacy sebagai bentuk terapi perawatan diri, dan self-awareness sebagai agen untuk perawatan diri karena berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyadari kondisi dalam diri," tuturnya.

Sebagaimana hasil penelitian yang telah disampaikan bahwa self awareness, self efficacy, dan dukungan sosial berpengaruh signifikan terhadap kemampuan self care mahasiswa calon konselor. Peran strategi pendidikan pra jabatan adalah bagaimana mampu merancang iklim pembelajaran yang memungkinkan mahasiswa merasa diperhatikan, terpenuhi kebutuhan psikologisnya sehingga mereka tumbuh menjadi mahasiswa yang berdaya dan memiliki daya juang yang bagus.

"Pembelajaran di kelas tidak hanya semata-mata untuk memenuhi capaian pembelajaran saja, namun merupakan pembelajaran yang bersendikan “welas asih” dengan dilandasi oleh semangat profesionalisme dalam mendidik, care, dan penuh dedikasi berdasarkan cinta kasih," ucap Prof Arbin

Pembelajaran yang “welas asih” akan mampu menghilangkan stigma negatif mengenai tanggung jawab akademik yang dianggap menjadi beban dan mengganggu kesehatan mental mahasiswa. Mahasiswa calon konselor yang mendapat kesempatan belajar di lingkungan yang peduli dan penuh welas asih diyakini akan mengalami penurunan tingkat stress akademik.

"Hal ini dikarenakan mereka mendapatkan dukungan yang berarti untuk menghadapi tantangan akademik dan non akademik," kata dia.

Situasi ini akan mendorong mereka untuk mengembangkan pandangan yang lebih positif mengenai pentingnya keseimbangan antara pemenuhan kompetensi akademik dengan kesejahteraan diri. Dengan lingkungan belajar yang penuh “welas asih” memberikan pemahaman bahwa self care adalah bagian dari kesuksesan akademik dan kesejahteraan hidup secara keseluruhan.

"Besar harapan bahwa mahasiswa calon konselor memaknai self care bukan sekedar kebutuhan sekunder tetapi dipandang sebagai kebutuhan utama untuk mendukung pengembangan pribadi dan upaya penyiapan diri sebagai calon helper professional," tutup Prof Arbin. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES