SD MISS Malang Pelajari Sistem Pendidikan Jerman di German Corner UM

TIMESINDONESIA, MALANG – Sebanyak 15 pengajar, staf administrasi, dan wali murid SD Mafaza Integrated Smart School (MISS) Malang mengunjungi Self Access Center (SAC) German Corner di Universitas Negeri Malang (UM) pada Jumat, 29 November 2024.
Program yang difasilitasi oleh Departemen Sastra Jerman UM memberi gambara para peserta untuk mendalami praktik pembelajaran, fasilitas, serta pendekatan pendidikan yang diterapkan di Jerman.
Advertisement
Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber: Dr. phil. Iwa Sobara, M.A., dosen Departemen Sastra Jerman UM; Niklas Schwarz, praktikan dari Universität Tübingen; dan Lara Kreutner, mahasiswa Ludwig-Maximilians-Universität München penerima beasiswa Darmasiswa di UM. Para narasumber memberikan wawasan komprehensif tentang sistem pendidikan dasar di Jerman serta membahas metode pembelajaran yang relevan untuk diterapkan di Indonesia.
Pendidikan Dasar di Jerman
Dalam presentasinya, Lara Kreutner menjelaskan bahwa pendidikan dasar di Jerman dimulai pada usia 6–7 tahun dan berlangsung selama empat tahun. "Sekolah reguler biasanya beroperasi dari pukul 08.00 hingga 12.00, sementara all-day school berjalan hingga pukul 16.00 atau 18.00," paparnya.
Lara juga menyoroti fleksibilitas kebijakan pendidikan di Jerman, yang dikelola secara independen oleh masing-masing negara bagian (Bundesländer). Fasilitas sekolah pun beragam, bergantung pada jenis sekolah dan lokasi. Sekolah di perkotaan cenderung memiliki fasilitas lengkap, seperti perpustakaan, laboratorium, dan ruang olahraga, sementara sekolah di pedesaan lebih sederhana.
Dokumentasi bersama pemateri dan peserta (Foto: Dokumentasi Dr, phil. Iwa Sobara, M.A)
Dari segi kurikulum, siswa di Jerman belajar Bahasa Jerman, Matematika, Studi Daerah Setempat (Sachunterricht), Seni, Musik, Olahraga, Pendidikan Agama atau Etika, serta Kerajinan Tangan.
Bahasa Inggris diajarkan mulai kelas 3 sebagai bahasa asing pertama. Beberapa sekolah bahkan menawarkan program tambahan seperti drama, senam, dan seruling untuk mengembangkan minat siswa secara menyeluruh.
Sesi workshop yang dipandu oleh Dr. Iwa Sobara, M.A., memperkenalkan metode pembelajaran kreatif, seperti partner dictation, running dictation, dan permainan interaktif catching the mosquito. "Metode ini dirancang untuk meningkatkan partisipasi siswa dan mempermudah mereka memahami materi dengan cara yang menyenangkan," ujar Dr. Iwa.
Para peserta diajak mencoba langsung aktivitas tersebut dalam berbagai format, mulai dari pasangan, kelompok kecil, hingga kelompok besar. Metode ini dinilai memberikan pengalaman belajar interaktif yang dapat diterapkan di kelas.
Mustofa, salah satu guru SD MISS, menyatakan antusiasmenya. “Kami mendapat banyak wawasan baru. Semoga metode ini bisa membuat pembelajaran di kelas lebih menarik dan dinamis,” ujarnya.
Hal serupa diungkapkan oleh Win, wali murid sekaligus pengajar Bahasa Inggris. Ia menilai pendekatan ini sejalan dengan sistem pembelajaran di Jerman. "Metode kreatif seperti ini sangat menyenangkan, menantang, dan mampu melibatkan siswa secara aktif," katanya.
Pengembangan Kompetensi Guru
Kepala sekolah SD MISS, Farida, menekankan pentingnya kompetensi profesional dan pedagogis bagi guru. “Pemahaman mendalam tentang materi ajar serta kemampuan merancang metode pembelajaran yang efektif adalah kunci menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan siswa,” jelasnya.
Tiya Dharmayanti, salah satu wali murid, turut menambahkan bahwa pembelajaran berkelanjutan seperti ini sangat bermanfaat untuk pengembangan profesional guru. “Guru perlu terus memperbarui strategi pengajaran sesuai perkembangan teknologi, penelitian pendidikan, dan metodologi terkini,” ucapnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |