
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pengolahan maggot menjadi pelet ikan merupakan inovasi baru yang dikembangkan tim Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) di Kampoeng Oase Ondomohen.
Upaya ketahanan pangan melalui kelompok tani urban farming yang minim lahan di Jantung Kota Surabaya ini terus dikembangkan.
Advertisement
Marina Revitriani, anggota tim PKM menjelaskan proses pembuatannya. Pertama, maggot dikeringkan, kemudian dihancurkan dan dicampur dengan bahan-bahan seperti tepung dedak, vitamin, dan lain sebagainya, lalu, dicetak menjadi pelet.
“Pakan ini diharapkan dapat mendukung budidaya ikan masyarakat setempat, terutama ikan Zebra Fish, yang memiliki potensi besar sebagai ikan hias,” jelasnya, Selasa (3/12/2024).
Ia juga menyebut, pelet dari maggot tersebut memiliki nutrisi yang lebih baik dari pelet ikan pada umumnya.
"Kami berharap inovasi ini dapat terus diaplikasikan oleh masyarakat, tidak hanya untuk ketahanan pangan, tetapi juga untuk menciptakan ekosistem lingkungan yang berkelanjutan," imbuhnya.
Tak hanya itu, budidaya maggot untuk pengolahan sampah organik, budidaya ikan Zebra Fish, dan budidaya tanaman paitan atau petunia untuk mencegah diabetes juga dilakukan tim PKM.
Dwi Haryanta, satu anggota Tim PKM UWKS lainnya menerangkan, selain budidaya magot untuk pengolaan limbah organik, maggot juga dibuat pupuk kompos yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sayur maupun toga di Kampoeng Oase Ondomohen.
"Salah satu contohnya tanaman paitan atau petunia yang bisa untuk obat diabetes. Dengan cara mengeringkan daunnya, lalu ditumbuk jadi serbuk, kemudian kita masukkan di dalam kapsul, untuk dijadikan obat," jelasnya.
Meski begitu, Dwi mengatakan bahwa warga kampung sudah sangat kreatif dalam memanfaatkannya. Yakni dengan cara merebus daunnya untuk langsung diminum.
"Semoga program yang sudah kami lakukan bisa memberikan manfaat bagi masyarakat di Ondomohen ini dan program ini tidak berhenti di sini, karena tahun yang akan datang tetap akan kita lanjutkan dengan program-program pengembangan yang lain," tutur Dwi.
Sementara itu, Ketua Tim PKM UWKS Rondius Solfaine mengaku bersyukur telah menyelesaikan PKM yang telah berjalan sejak Juli 2024. Meski PKM telah usai, kedepannya, Rondius akan tetap menindak lanjuti program yang telah berjalan di Kampoeng Oase Ondomohen ini.
"Sehingga ini akan terus menjadikan kegiatan yang saling mengisi antara perguruan tinggi dan masyarakat, terutama di Ondomohen," harapnya.
Di sisi lain, Ketua Kampoeng Sayur Oase Ondomohen Surabaya Endang Sriwulansari mengaku, manfaat program PKM UWKS bisa langsung dirasakan warga.
"Seperti tanaman paitan dan beberapa warga itu langsung merasakan manfaatnya karena di sini ada penderita diabetes," ujarnya.
"Sedangkan terkait magot yang dijadikan pelet itu merupakan inovasi bagi kami. Dan kami berharap pertumbuhan ikannya akan lebih besar. Kalau hasilnya banyak, bisa dijual, untuk pengembangan ekonomi warga kampung," imbuh Endang.
Program PKM UWKS yang telah berjalan dari Juli lalu hingga Desember 2024 ini bertajuk 'Penerapan Pakan Ikan Penguat Imunitas (PI) dan Tata Kelola Sampah Organik pada Budidaya Fish Zebra dan Budidaya Magot', didanai oleh program bantuan dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tahun anggaran 2024 ini mendapat apresiasi dari Ketua Kampoeng Oase Suroboyo Grup sekaligus Pembina Kampoeng Oase Ondomohen Adi Candra.
Menurutnya, program PKM tersebut menjadi jembatan emas antara sisi keilmuan dari akademisi dengan penerima manfaat yakni warga kampung.
"Karena sebagus apapun programnya, kalau masyarakat tidak menerima program itu, maka kita akan sulit untuk melakukan implementasinya," ucap Adi.
Kolaborasi ideal ini, lanjutnya, merupakan salah satu upaya dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan (SDGs).
"Karena target pembangunan berkelanjutan itu sangat dibutuhkan mitra-mitra strategis salah satunya adalah dari kalangan akademisi," jelasnya.
Ia berharap, kolaborasi ini terus bisa ditingkatkan agar bisa menjangkau target-target SDGs yang lain. "Ini menjadi langkah awal untuk menciptakan perubahan berkelanjutan, terutama dalam menghadapi bonus demografi Indonesia di tahun 2045," ucapnya.
Sebagai informasi, para mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) yang terlibat dalam tim PKM ini diantaranya Hosanna Bertyan Sianipar, Asyifa Salsabila Irwanto, dan Nabila Azzahra Putri Saepudin, Michael Beltho, Paskalia Donamendez, dan Maria Millenia. Selain itu, juga didukung oleh Mahasiswa Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) Batch 7 Aflakhul Muzakka dan Jihan Fitri Husniah untuk Marketing and Promotion Kampoeng Oase Ondomohen. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |