Dorong Kampus Bebas Kekerasan Seksual, Kemdiktisaintek Wajibkan Semua Kampus Miliki Satgas PPKS

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menegaskan bahwa seluruh perguruan tinggi di bawah naungannya wajib memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan akademik yang aman, bebas dari kekerasan seksual, dan berorientasi pada perlindungan mahasiswa serta tenaga pendidik.
Advertisement
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro menyampaikan komitmen tersebut saat menerima kunjungan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Kantor Kemdiktisaintek, Jakarta, pada Senin.
Komitmen Kemdiktisaintek dalam Mencegah Kekerasan Seksual
"Semua kampus harus memiliki satgas PPKS yang mumpuni. Kemdiktisaintek akan menjadi motor penggerak, sehingga ke depannya nanti pejabat yang dilantik wajib anti-korupsi, anti-narkoba, dan anti-kekerasan seksual,” tegas Satryo dalam keterangan resminya, Senin (17/2/2025).
Ia juga memastikan bahwa implementasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 24 Tahun 2024 tentang PPKS akan terus dikawal dengan ketat agar berjalan optimal di seluruh kampus.
Sanksi Tegas bagi Pelaku Kekerasan Seksual di Kampus
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan turut menegaskan pentingnya sanksi tegas bagi pelaku kekerasan seksual. Menurutnya, pencegahan harus dimulai dari sosialisasi yang masif di lingkungan kampus.
Menurutnya, pelaku kekerasan seksual akan diperlakukan sama dengan pelaku tindak kriminal lainnya. Pihakny akan mengambil langkah tegas dengan memanggil orang tua pelaku, dan apabila terbukti bersalah. Mereka juga akan dipulangkan serta dilarang melanjutkan kuliah.
Kampus yang Berani Cegah Kekerasan Seksual adalah Kampus Keren
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengajak kampus-kampus untuk mengubah paradigma dalam menangani kasus kekerasan seksual.
Andy Yentriyani mengungkap, selama ini, banyak perguruan tinggi merasa malu ketika ada kasus kekerasan seksual di lingkungan mereka. "Kampus yang keren adalah mampu yang mencegah terjadinya perundungan, diskriminasi dan kekerasan seksual di kampusnya," tutur Andy Yentriyani.
Andy berharap kebijakan ini tidak hanya menjadi aturan administratif, tetapi juga mengubah cara pandang institusi akademik terhadap isu kekerasan seksual. Kampus yang keren harusnya bukan hanya unggul dalam akademik, tetapi juga yang aktif mencegah perundungan, diskriminasi, dan kekerasan seksual di lingkungannya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |