Malang Raya dalam Sejarah: Transisi Malang Dari Islamisasi hingga Kolonialisme (Bagian 4)

TIMESINDONESIA, MALANG – Setelah masa kejayaan Kerajaan Singhasari dan Majapahit, wilayah Malang mengalami transformasi signifikan dengan masuknya pengaruh Islam melalui Kesultanan Demak dan Mataram Islam, diikuti oleh era kolonialisme Belanda. Perubahan-perubahan ini membentuk dinamika sosial, budaya, dan politik Malang, yang jejaknya masih terasa hingga kini.
Seiring melemahnya Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke-15, Kesultanan Demak muncul sebagai kekuatan baru di pesisir utara Jawa. Namun, catatan sejarah mengenai pengaruh langsung Demak di wilayah Malang relatif minim. Hal ini disebabkan oleh konflik internal di tubuh Demak pasca wafatnya Sultan Trenggana pada 1546 Masehi, yang memperebutkan suksesi kepemimpinan antara Sunan Prawoto, Arya Penangsang, dan Jaka Tingkir.
Meskipun pengaruh politik Demak di Malang tidak dominan, proses Islamisasi tetap berlangsung. Tokoh seperti Syekh Manganti, yang dikenal sebagai ulama berpengaruh di Surabaya bagian selatan, memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di wilayah Malang bagian timur. Berdasarkan legenda masyarakat, Syekh Manganti adalah paman dari Sunan Giri, salah satu Walisongo yang terkenal.
Setelah runtuhnya Demak, Kesultanan Pajang di bawah Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) mengambil alih kekuasaan. Namun, dominasi Pajang tidak bertahan lama, dan Kesultanan Mataram di bawah Sultan Agung berhasil mengonsolidasikan kekuasaan di Jawa Tengah dan Timur, termasuk Malang.
Pada masa ini, Malang menjadi bagian integral dari Mataram Islam, meskipun detail administrasi dan peran spesifiknya dalam struktur kerajaan tidak banyak tercatat.
Advertisement
Meskipun berada di bawah kekuasaan Mataram, terdapat indikasi perlawanan lokal di wilayah Malang. Beberapa kelompok atau tokoh setempat menolak dominasi Mataram, meskipun data spesifik mengenai perlawanan ini terbatas. Perlawanan tersebut mencerminkan semangat kemandirian masyarakat Malang dan keinginan untuk mempertahankan identitas lokal mereka.
Malang di Bawah Kolonialisme Belanda
Pada abad ke-18, Belanda mulai memperluas pengaruhnya di Jawa, termasuk Malang. Wilayah ini kemudian dikenal sebagai "Kabalon" di kalangan bangsawan, namun masyarakat umum tetap menyebutnya sebagai Malang. Setelah kemunduran Kerajaan Majapahit yang terdesak oleh Kerajaan Mataram Islam, daerah Malang semakin ditinggalkan bahkan dijauhi karena kultus Dewa–Raja dan agama Hindu bertentangan dengan ajaran Islam.
Selama masa kolonial, Belanda membangun berbagai infrastruktur di Malang, termasuk jalur kereta api dan bangunan bergaya kolonial yang masih berdiri hingga kini. Peninggalan ini tidak hanya menjadi saksi bisu sejarah, tetapi juga berkontribusi pada perkembangan kota sebagai pusat ekonomi dan budaya di Jawa Timur.
Periode transisi dari Islamisasi hingga kolonialisme merupakan fase penting dalam sejarah Malang. Pengaruh Kesultanan Demak dan Mataram Islam membawa perubahan signifikan dalam struktur sosial dan keagamaan, sementara kolonialisme Belanda meninggalkan jejak infrastruktur dan arsitektur yang masih dapat disaksikan hingga saat ini.
Pemahaman terhadap periode ini membantu kita menghargai kompleksitas sejarah Malang dan bagaimana warisan masa lalu membentuk identitas kota yang kita kenal sekarang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Rizal Dani |