Pendidikan

Dosen FIA UB: Perang Dagang AS-China Buka Peluang Emas Investasi bagi Indonesia

Rabu, 16 April 2025 - 17:52 | 27.20k
Dosen ‪Kebijakan Publik dan Pemerintahan‬ Fakultas Ilmu Administrasi UB, Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA. (Foto: Dok. TIMES Indonesia)
Dosen ‪Kebijakan Publik dan Pemerintahan‬ Fakultas Ilmu Administrasi UB, Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA. (Foto: Dok. TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Di tengah ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China, terselip peluang emas yang bisa dimanfaatkan Indonesia. Dosen ‪Kebijakan Publik dan Pemerintahan‬ Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA., menilai kebijakan proteksionis AS justru membuka celah strategis bagi Indonesia untuk meningkatkan daya tarik investasi, khususnya di sektor manufaktur.

Kebijakan terbaru Presiden AS saat itu, Donald Trump, yang menaikkan tarif impor hingga 145% untuk produk dari China, memunculkan tekanan besar terhadap industri Negeri Tirai Bambu. Menariknya, Trump juga mengumumkan penangguhan tarif selama 90 hari untuk puluhan negara—namun tidak untuk China.

Advertisement

Menurut Andhyka, langkah ini menjadi angin segar bagi Indonesia karena menciptakan kepastian jangka pendek di tengah turbulensi perdagangan global.

“Kebijakan penangguhan tarif Amerika Serikat dapat menciptakan kepastian jangka pendek dan peluang relokasi industri dari China ke Indonesia,” ujar Andhyka, Rabu (9/4).

Dengan beban tarif yang begitu tinggi, banyak perusahaan multinasional berbasis di China mulai mencari negara alternatif sebagai lokasi produksi dan ekspor. Indonesia pun dinilai sebagai salah satu kandidat paling potensial, terutama untuk sektor manufaktur berorientasi ekspor.

“Ini bisa meningkatkan foreign direct investment (FDI) dari perusahaan multinasional yang ingin menghindari tarif tinggi di China,” tambahnya.

Tak hanya itu, kebijakan resiprokal selama 90 hari tersebut juga menjadi momentum strategis bagi Indonesia untuk memperkuat posisi dalam perundingan dagang internasional. Andhyka menyarankan pemerintah agar memanfaatkan masa ini untuk menegosiasikan perlakuan khusus bagi produk strategis Indonesia serta mendorong perluasan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP).

Meski peluangnya besar, ia mengingatkan bahwa Indonesia tidak bisa hanya menunggu. Diperlukan langkah cepat berupa diplomasi dagang aktif serta reformasi kebijakan investasi dalam negeri agar manfaat dari situasi ini bisa dirasakan secara maksimal dan berkelanjutan.

“Pemerintah perlu gerak cepat. Momentum seperti ini tidak datang dua kali,” pungkasnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES