Pendidikan

Kasus Dokter Lecehkan Pasien, Dekan FK Unisma: Kembali pada Sumpah dan Etika Profesi

Sabtu, 19 April 2025 - 13:07 | 20.18k
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang, dr. Rahma Trilliana, M.Kes., Ph.D. (FOTO: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang, dr. Rahma Trilliana, M.Kes., Ph.D. (FOTO: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Maraknya kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum dokter terhadap pasien di berbagai daerah akhir-akhir ini mengundang keprihatinan banyak pihak. Profesi dokter yang seharusnya menjadi simbol integritas dan kemanusiaan justru tercoreng oleh tindakan tidak terpuji sejumlah oknum.

Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang (FK Unisma), dr. Rahma Trilliana, M.Kes., Ph.D, mengajak seluruh dokter dan calon dokter untuk kembali mengingat dan menjiwai sumpah profesi yang telah mereka ucapkan.

Advertisement

“Saya benar-benar berharap, mari kita kembali pada sumpah dokter. Karena kalau sumpah itu hanya dibaca saja tanpa dilaksanakan, nanti tetap akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat,” ujar dr. Rahma saat ditemui di sela acara Baiat Dokter Muslim FK Unisma, Sabtu (19/4/2025).

Ia menambahkan, ketika seorang dokter melakukan pelanggaran etik berat seperti pelecehan terhadap pasien, yang dirugikan bukan hanya korban, tapi juga dirinya sendiri dan institusi pendidikan yang telah mendidiknya.

“Ruginya bukan hanya pada dirinya, tapi juga pada proses pendidikan yang dijalani bertahun-tahun. Pendidikan dokter itu panjang, bisa enam sampai tujuh tahun, belum termasuk masa praktik dan spesialis. Kalau akhirnya tidak bisa menjaga marwah profesinya, semua itu seakan sia-sia,” lanjutnya.

Sebagai bagian dari ikhtiar membentuk lulusan yang tidak hanya cakap secara akademik, FK Unisma telah lama menanamkan nilai-nilai karakter dan akhlak sejak mahasiswa baru pertama kali masuk. Salah satunya melalui program pondok pesantren Ar-Rozy, yang telah menjadi bagian dari sistem pendidikan kedokteran FK Unisma sejak 2012.

“Selama satu tahun pertama, mahasiswa tinggal di pondok pesantren. Di sana mereka belajar agama, akhlak, dan memperkuat nilai-nilai keislaman. Ini bagian dari upaya kami membentuk karakter sejak awal,” jelas dr. Rahma.

Selain itu, FK Unisma juga menerapkan tes psikologi berkala untuk memantau perkembangan kepribadian dan karakter mahasiswa. Tes dilakukan saat awal masuk, tahun kedua, sebelum masuk pendidikan profesi, bahkan direncanakan juga saat menjelang kelulusan.

“Kami ingin memastikan bahwa mahasiswa yang masuk ke pendidikan profesi benar-benar memiliki karakter yang kuat. Jangan sampai mereka sudah lulus dan siap terjun ke masyarakat, tapi sejak awal membawa karakter yang rapuh,” ujarnya.

Menurutnya, penguatan karakter menjadi hal yang mutlak di tengah tantangan profesi kedokteran saat ini. Oleh karena itu, sebelum prosesi baiat dokter, para mahasiswa juga kembali diingatkan tentang pentingnya kode etik dan nilai luhur profesi.

“Kode etik kedokteran Indonesia itu sangat mendasar. Kalau dijalankan dengan baik, pasti akan menjauhkan dari pelanggaran-pelanggaran seperti sekarang ini. Kode etik adalah pagar moral kita. Profesi ini sangat mulia, dan kemuliaan itu harus dijaga dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.

Ia pun berharap, momentum kasus yang mencuat akhir-akhir ini bisa menjadi refleksi bersama, agar dunia kedokteran tetap menjunjung tinggi integritas dan kepercayaan publik. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES