Pengajar UM dan Unesa Kembangkan Kelas Inovatif BIPA Lewat Cerita Rakyat

TIMESINDONESIA, MALANG – Pengajar dari Universitas Negeri Malang (UM) dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mengembangkan ruang pembelajaran inovatif bagi mahasiswa pemelajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). Proyek ini bertajuk Hermeneutika Cerita Rakyat Nusantara.
Melalui kelas ini, mahasiswa asing tidak hanya mempelajari Bahasa Indonesia, tetapi juga menyelami nilai-nilai budaya lewat cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan pembelajaran berlangsung pada 22 April, 29 April, dan 6 Mei 2025, dan akan berlanjut ke tahap penelitian selanjutnya.
Advertisement
Proyek ini dipimpin oleh Prof. Dr. Wahyudi Siswanto, M.Pd., dengan anggota tim terdiri atas Dr. Dwi Sulistyorini, M.Hum.; Dr. Dewi Ariani, S.S., S.Pd., M.Pd.; Dr. Prima Vidya Asteria, S.Pd., M.Pd.; Ajeng Widya Kirana; Cicilya Sukma Prawitasari; serta peneliti tamu dari Malaysia, Dr. Madiawati Binti Mamat.
Tim peneliti melihat potensi besar cerita rakyat sebagai media pembelajaran bahasa dan budaya bagi mahasiswa asing. Dari sana, muncullah kolaborasi untuk mengembangkan modul pembelajaran berbasis cerita rakyat, kelas penulisan kreatif untuk mahasiswa BIPA, serta analisis hermeneutik terhadap karya mahasiswa.
“Kami berharap mahasiswa tidak hanya fasih berbahasa, tetapi juga memahami ‘jiwa’ budaya Indonesia,” ujar Prof. Wahyudi.
Proses pembelajaran dilakukan melalui pendekatan hermeneutik: dari pembacaan teks menuju refleksi diri. Mahasiswa BIPA dari berbagai negara, yakni Korea Selatan, Tiongkok, dan Malaysia, menjalani tiga tahap utama. Pertama, menulis ulang cerita rakyat dengan bahasa mereka sendiri. Kedua, membuat esai reflektif yang menghubungkan cerita dengan pengalaman pribadi dan budaya asal. Ketiga, mengikuti diskusi interkultural, untuk saling berbagi perspektif dalam konteks lintas negara.
Kelas ini mendorong mahasiswa asing untuk menilai cerita rakyat Nusantara dari beragam sudut pandang. Dina, mahasiswa asal Tiongkok, menulis ulang kisah Roro Jonggrang dengan pendekatan feminis. Hyorin dari Korea mencoba mengaitkan nilai dalam legenda Danau Toba dengan nilai-nilai kekeluargaan di budaya Korea.
Mahasiswa lainnya, Bisam dari Tiongkok, menemukan konsep “xiao” (bakti) dalam cerita Malin Kundang. Jayoung, mahasiswa Korea, membandingkan Batu Menangis dengan cerita rakyat serupa di Korea yang berisi pesan moral bagi anak durhaka. Sementara itu, Izzah dari Malaysia memberikan tafsir kritis terhadap legenda Jaka Tarub sebagai sindiran terhadap ketidakadilan gender.
“Saya belajar bahwa Bahasa Indonesia bukan hanya soal kata-kata, tapi juga cara memahami hati orang Indonesia,” ungkap Wu Yutong, mahasiswa asal Tiongkok.
Kolaborasi antara UM dan Unesa ini berdampak positif. Selain meningkatkan pemahaman mahasiswa asing terhadap budaya Indonesia, kegiatan ini juga mengasah kemampuan menulis, berpikir kritis, serta membangun kesadaran akan nilai-nilai universal seperti kejujuran, bakti, dan kesetaraan.
UM dan Unesa kini tengah mengembangkan modul BIPA berbasis cerita rakyat untuk kelas internasional. Harapannya, pendekatan ini dapat menjadi model pembelajaran bahasa yang humanistik dan kontekstual. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa cerita rakyat Nusantara bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan juga sarana hidup bagi dialog antarbudaya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |