Menjelajahi 75 Tahun Diplomasi Indonesia-Tiongkok lewat Buku Inspiratif

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Di aula yang sederhana namun penuh semangat kebangsaan, suasana akademik terasa kental saat Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menjadi tuan rumah peluncuran buku “Mengarungi Jejak Merajut Asa, 75 Tahun Indonesia-Tiongkok”. Acara dihelat Kamis, 22 Mei 2025.
Momen yang penuh semangat ini tak hanya menjadi perayaan literasi saja. Namun mampu menjadi ruang reflektif atas perjalanan diplomatik dua negara besar yang telah menapaki usia ke-75 tahun hubungan bilateral.
Advertisement
Buku yang diterbitkan oleh Indonesian Research and Cultural Institute for Social Development (IRCiSoD) ini merupakan karya kolaboratif dari para penulis lintas disiplin. Secara mendalam, buku ini mengupas dinamika hubungan Indonesia dan Tiongkok dari perspektif politik, ekonomi, hukum, sosial, hingga kebudayaan.
Setiap bab dirangkai dengan narasi strategis dan bahasa yang membumi. Praktis menjadikan buku ini bacaan yang tidak hanya informatif, tetapi juga menginspirasi.
Budy Sugandi, inisiator sekaligus kontributor utama dalam buku ini, menyampaikan sambutan yang menggelorakan semangat kebangsaan dan geopolitik. "Poros Jakarta-Beijing bukan sekadar garis diplomasi, melainkan jalur strategis masa depan," katanya.
"Dalam momentum 75 tahun ini, sudah seharusnya kita tidak hanya memperingati, tetapi memaknai dan memperkuat kembali jalinan ini dengan kolaborasi yang lebih konkret," sambung Budy yang juga Wasekjen PP GP Ansor ini.
Tak kalah penting, Ahmad Munji, alumni program doktoral Marmara University Turki, membagikan sekilas isi bab yang ditulisnya. Dengan gaya bertutur yang tenang namun penuh substansi, ia menjelaskan relevansi kerja sama strategis kedua negara dalam konteks BRICS dan geopolitik baru.
"Semoga tulisan saya ini dapat menjadi rujukan penting bagi mahasiswa, diplomat muda, maupun masyarakat umum yang ingin memahami arah baru politik global dari sudut pandang Indonesia dan Tiongkok," katanya.
Aura historis dari kota Semarang turut memperkuat makna peluncuran buku ini. Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Walisongo, Yardan, menyatakan kebanggaannya menjadi bagian dari momen penting tersebut.
"Semarang bukan hanya kota pelabuhan, tapi juga simpul peradaban. Di sinilah akulturasi antara budaya Jawa dan Tionghoa tumbuh harmonis sejak kedatangan Laksamana Cheng Ho,” ucapnya dengan semangat.
Salah satu daya tarik buku ini adalah keberhasilannya dalam menyatukan tiga dimensi utama: politik dan hukum, ekonomi dan sosial, serta budaya. Dengan gaya penulisan yang sederhana namun kuat dalam substansi, buku ini menawarkan perspektif lintas sektor yang saling memperkaya.
Avivah Ve, editor dari Diva Grup yang bertugas menyunting naskah buku ini, berbagi pengalaman yang emosional dan menantang. “Setiap kata dalam buku ini punya bobot sejarah dan makna. Saya merasa menjadi bagian dari sejarah baru, karena ini adalah buku paling menantang dan penuh kehati-hatian yang pernah saya edit. Butuh ketelitian luar biasa agar pesan para penulis tidak kehilangan maknanya,” tuturnya.
Salah satu pembicara yang tak kalah menarik adalah Ali Romdhoni, dosen Universitas Wahid Hasyim yang pernah menempuh studi di Tiongkok. Ia menilai buku ini sebagai jembatan penting pemahaman lintas budaya.
"Membaca buku ini ibarat menelusuri lorong waktu hubungan dua bangsa. Jika Anda ingin mengerti lebih dalam mengenai kompleksitas Indonesia-Tiongkok, inilah jawabannya," katanya dengan meyakinkan.
Antusiasme peserta yang mayoritas terdiri dari mahasiswa, jurnalis, akademisi, dan tokoh masyarakat begitu tinggi. Aula dipenuhi wajah-wajah muda penuh rasa ingin tahu dan semangat belajar. Salah satunya adalah Betari Imashita, Ketua KOPRI PKC PMII Jawa Tengah.
Perempuan muda itu mengungkapkan bahwa buku ini telah menyalakan kembali semangatnya untuk belajar di Tiongkok. “Saya ingin menyelami budaya mereka, mengenali negeri itu lebih dari sekadar berita atau media. Buku ini membuka pintu pemahaman baru bagi saya,” ucap Betari.
Turut hadir dalam acara ini Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Mokh Sya’roni, Kepala Sub Bagian Administrasi Samidi, dan sejumlah dosen serta tokoh kampus lainnya. Kebersamaan mereka menciptakan suasana yang penuh dedikasi terhadap kemajuan literasi dan pemikiran strategis kebangsaan.
Dengan buku ini, Indonesia dan Tiongkok tidak hanya mengingat sejarah. Mereka tengah menulis masa depan. Masa depan yang lebih harmonis, seimbang, dan penuh harapan—seperti judul buku itu sendiri: Mengarungi Jejak, Merajut Asa. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rifky Rezfany |