Pendidikan

Memahami Sistem Domisili sebagai Pengganti Zonasi dalam SPMB 2025

Senin, 26 Mei 2025 - 09:47 | 17.34k
Ilustrasi - Sistem domisili sekolah (FOTO: saluy)
Ilustrasi - Sistem domisili sekolah (FOTO: saluy)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi mengganti sistem zonasi dengan sistem domisili dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025. Perubahan ini diatur dalam Permendikbudristek No. 3 Tahun 2025 sebagai upaya memperbaiki tata kelola penerimaan siswa yang lebih adil, transparan, dan adaptif terhadap dinamika masyarakat.

Sistem domisili kini menjadi basis utama dalam jalur seleksi masuk jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK negeri. Berbeda dari sistem zonasi yang mengandalkan jarak langsung ke sekolah, sistem domisili merujuk pada tempat tinggal administratif yang tercantum dalam Kartu Keluarga (KK).

Advertisement

Penentuan prioritas penerimaan siswa. Penetapan wilayah domisili dilakukan oleh pemerintah daerah, dengan memperhatikan:

  • Sebaran sekolah dan domisili peserta didik
  • Kapasitas daya tampung sekolah
  • Wilayah administratif terkecil (seperti kelurahan atau kecamatan)
  • Metode lain yang sesuai kondisi daerah

Berdasarkan aturan terbaru, kuota penerimaan siswa melalui jalur domisili ditetapkan sebagai berikut:

  1. SMA: Minimal 35% dari total daya tampung.
  2. SMP: 50% dari daya tampung
  3. SD:  75 persen dari daya tampung

Penetapan kuota mengikuti kebijakan pemerintah daerah, namun tetap menggunakan prinsip domisili administratif

Walau berbasis domisili administratif, jarak tempat tinggal tetap menjadi faktor prioritas dalam seleksi. Untuk Jenjang SD dan SMP yakni usia calon murid dan Jarak tempat tinggal ke sekolah.

Artinya, meskipun dua siswa berasal dari domisili yang sama, siswa dengan rumah lebih dekat ke sekolah akan diutamakan. Data jarak ini mengacu pada titik koordinat dalam sistem informasi geografis yang digunakan oleh dinas pendidikan setempat.

Syarat Jalur Domisili

Agar bisa diterima melalui jalur domisili, siswa harus memenuhi sejumlah persyaratan penting:

  • Kartu Keluarga (KK): Harus diterbitkan paling lambat satu tahun sebelum pendaftaran.
  • Kesesuaian Data Orang Tua: Nama orang tua/wali di KK harus sama dengan yang tercantum di rapor, ijazah, akta kelahiran, atau KK lama.
  • Perubahan Data: Bila ada perbedaan data karena kematian, perceraian, atau sebab lain yang dibuktikan dengan dokumen resmi, maka KK baru masih bisa digunakan.
  • Surat Keterangan Domisili: Jika KK tidak tersedia karena bencana atau kondisi khusus, siswa dapat memakai surat domisili resmi yang dikeluarkan dan dilegalisasi lurah/kepala desa, minimal satu tahun sebelum pendaftaran.

Kemendikbudristek berharap sistem domisili dapat menekan praktik manipulasi data domisili yang kerap terjadi pada sistem zonasi. Selain itu, sistem ini memberi ruang yang lebih luas bagi pemerataan pendidikan, terutama di daerah dengan sebaran sekolah yang belum merata.

Sementara itu, calon murid dan orang tua diminta aktif mencermati aturan yang berlaku di masing-masing daerah. Karena beberapa teknis implementasi, seperti penentuan wilayah domisili dan penilaian jarak, tetap menjadi kewenangan dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Satria Bagus

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES