Guru Besar UIN Maliki Malang Soroti Problematika Belajar Bahasa Arab di Pesantren Salaf

TIMESINDONESIA, MALANG – Metode Pegon, salah satu warisan intelektual pesantren salaf di Indonesia, menyimpan nilai sejarah yang besar dalam perkembangan pendidikan Islam. Namun di tengah perubahan zaman, metode ini dihadapkan pada tantangan serius, terutama bagi santri dari luar suku Jawa.
Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Abdul Aziz, M.Pd., Guru Besar Maharah Qiraah di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Maliki Malang), yang telah meneliti penerapan metode Pegon di sejumlah pesantren salaf di Indonesia.
Advertisement
Dalam penelitiannya, Prof. Abdul Aziz menyoroti bagaimana metode Pegon—yang menggunakan aksara Arab tanpa harakat (Arab gundul) untuk menuliskan bahasa Jawa atau Indonesia—digunakan dalam pembelajaran bahasa Arab.
“Metode ini luar biasa. Ia telah melahirkan banyak ulama besar di Jawa. Ditemukan oleh Kiai Soleh Darat, guru dari Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari,” ungkapnya.
Meski terbukti efektif dalam mencetak intelektual Muslim di masa lampau, Prof. Aziz mengakui metode Pegon kini kurang familiar, khususnya bagi generasi muda non-Jawa yang kesulitan memahami sistem penulisan dan konteks kebudayaan lokal yang menyertainya.
Berdasarkan risetnya, ia menyampaikan tiga rekomendasi penting untuk melestarikan sekaligus mengembangkan metode Pegon agar tetap relevan:
1. Pelestarian dengan Dukungan Buku Panduan
Menurutnya, metode Pegon harus dilestarikan sebagai bagian dari kekayaan budaya Islam Nusantara. Namun, pelestarian itu perlu didukung dengan pembuatan buku panduan atau manual book yang memudahkan pemula mempelajarinya secara sistematis.
2. Pemanfaatan Teknologi Digital
Ia juga mendorong pemanfaatan platform digital agar metode Pegon bisa diakses secara luas oleh Generasi Z, Generasi Alpha, dan generasi mendatang.
“Perlu pemanfaatan platform-platform digital yang mudah diakses oleh generasi sekarang agar metode ini bisa dipelajari secara online,” jelasnya.
3. Modifikasi Metode dan Buku Terjemahan
Rekomendasi terakhir adalah modifikasi metode Pegon agar lebih kontekstual. Ini bisa berupa pembuatan buku terjemahan atau panduan baru yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan santri modern.
“Sebagai guru besar, kami ingin agar riset tidak hanya berhenti di kampus sebagai menara gading. Hasil riset harus bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat,” tegas Prof. Abdul Aziz.
Melalui pendekatan ilmiah ini, ia berharap sinergi antara dunia pesantren dan pendidikan tinggi terus ditingkatkan demi menjaga nilai-nilai tradisional sekaligus mendorong inovasi pendidikan Islam di Indonesia.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sholihin Nur |