Peristiwa Daerah

Melukis Bersama untuk Merawat Sejarah

Minggu, 14 Agustus 2016 - 18:45 | 204.19k
Susmiadi, penggagas acara, saat melukis on the spot gedung kolonial di Kencong, Jember.
Susmiadi, penggagas acara, saat melukis on the spot gedung kolonial di Kencong, Jember.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JEMBER – Bagi pelukis senior Susmiadi, melukis tak selalu tentang menggoreskan palet dan kuas pada kanvas. Disaat yang sama, melukis juga merawat sejarah serta menjadi momentum berbagi untuk duafa.

Bersama Komunitas Perupa Jember (KPJ) dan Pemerintah Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu (13/8/2016) kemarin, pelukis yang tinggal dipinggir Kali Meneng, Desa/Kecamatan Kencong ini menggagas melukis on the spotdi bekas penampungan sementara pedagang Pasar Kencong.

Advertisement

“Objeknya adalah bangunan tua sisa peninggalan belanda. Lukisannya nanti akan dilelang, hasilnya disumbangkan untuk warga miskin atau duafa,” katanya.

Kegiatan seni, yang juga memperingati Hari Kemerdekaan RI yang ke-71 ini, mengambil tema “Semburat Warna untuk Duafa”. Setiap peserta dibebaskan mengekspresikan warna dalam lukisannya. Termasuk media dan cat yang digunakan.

Sekitar 30 pelukis bergabung, tak hanya berasal dari Jember, tapi juga daerah sekitar seperti Kabupaten Lumajang, Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Bahkan ada seorang pelukis impressionis asal Bali, KH. Ketut, yang menyempatkan hadir untuk gelaran amal tersebut.

Selain pelukis senior, sebagian merupakan pelukis pemula yang masih berstatus pelajar. Para seniman muda ini ada yang duduk di bangku sekolah dasar dan menengah. Meski berbeda generasi, mereka menghampar pada lokasi yang sama, dengan objek lukisan yang sama pula : gedung tua peninggalan kolonial belanda.

“Ini lukisan pertama saya. Dan saya senang bisa kumpul bersama seniman lukis disini. Mereka orang baik, saya bisa belajar banyak dari beliau-beliau. Apalagi ini kegiatan amal, semoga bisa membantu,” ujar Karisma, salah seorang peserta lukis yang berstatus pelajar.

Karena baru pertama, pelajar kelas 9 SMP Negeri 1 Kencong ini mengaku kesulitan pada detail bangunan yang menjadi objek lukisan. Sebab gedung itu telah runtuh dibagian atap, nyaris semuanya, hanya beberapa kayu penyangga dan sejumlah genting saja yang masih tersisa.

Sementara di bagian dinding, lumut tebal mulai menghitam, warna putih tinggal sisa-sisa dan warnanya mulai berubah kecoklatan. Satu-satunya bangunan yang bisa digunakan adalah musala, yang berjarak sekitar 10 meter di bagian depan.

Musala itu bukan peninggalan kolonial, melainkan bangunan anyar ketika lokasi ini menjadi tempat penampungan sementara pedagang Pasar Kecamatan Kencong yang terbakar dua kali, pada akhir 2005 dan awal 2006 lalu.

“Saya pakai cat air, jadi agak susah mengaplikasikan warnanya. Terlebih detail gedung tersebut,” ucap Karisma.

Sementara itu, Pemerhati Budaya dan Sejarah asal Kencong, Kabupaten Jember, Yohanes Setyo Hadi menyebut, gedung tua ini merupakan penanda jika Kencong adalah daerah penting secara ekonomi pada masa penjajahan belanda.

Pada masa kolonial, bangunan itu merupakan De Woning Van De Hoofdadministrateur Van De Suiker Onderneming Gounungsari atau Kantor Besaran yang menjadi pusat administrasi Perusahan Gula Gunungsari di Kecamatan Kencong.

“Gedung ini dibangun pada April 1925 dan rampung pada Agustus 1928. Dulu, daerah Kencong merupakan pusat ekonomi di wilayah Jember selatan. Bangunan ini menandakan jika Kencong ada potensi ekonomi yang dilirik oleh Eropa,” ujarnya kepada TIMESIndonesia, Minggu (14/8/2016) sore.

Setelah merdeka, gedung tersebut berada di bawah PT Perkebunan Nusantara XI, yang saat ini mengelola Parbrik Gula Semboro, di Kecamatan Seminboro, Jember.

Menurut Yopie, sapaan Yohanes Setyo Hadi, lokasi ini kembali menjadi sentra ekonomi masyarakat Kencong. Itu setelah Pasar Kecamatan Kencong terbakar dua kali, pada akhir 2005 dan awal 2006 lalu. Oleh pemerintah daerah, para pedagang dipindahkan sementara ke tempat ini.

“Dalam perjalanan masyarakat Kencong, lokasi dan bangunan peninggalan kolonial ini tak bisa dilepaskan begitu saja. Ada banyak catatan sejarah. Oleh karenanya, harus terus dirawat! Dan melukis adalah salah satu caranya,” kata Yopie. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES