Perizinan Kegiatan Usaha Migas Perlu Penyederhanaan

TIMESINDONESIA, PASURUAN – Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) seringkali salah paham dalam hal pengurusan izin operasional kegiatan usaha hulu minyak dan gas (migas).
Banyaknya jenis perizinan yang mengatur kegiatan migas mulai dari penetapan lokasi, survei sesmik, eksplorasi, hingga eksploitasi menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman tersebut.
Advertisement
Wahyu Dono Nur Amboro dari Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas menyatakan, dalam pengurusan izin operasional migas terdapat 6.900 lebih perizinan, 341 proses perizinan, 5.000 lebih izin per tahun, dan 600.000 lebih lembar dokumen persyaratan dengan 17 instansi penerbit.
"Sumur-sumur migas kita sudah tua. Perlu mencari titik-titik baru sebagai cadangan. Namun, kita terkendala perizinan yang sangat ribet," terang Wahyu saat acara diskusi dengan tema 'Kontribusi Media dalam Mensosialisasikan Sinkronisasi Perizinan Pusat dan Daerah dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas' di Hotel Royal Senyiur, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Rabu (21/9/2016).
Menurutnya, migas adalah objek vital nasional strategis, karena kebutuhan (migas) setiap hari semakin mendesak. Sementara untuk mencari sumur-sumur baru sebagai cadangan migas tidak maksimal karena ribetnya perizinan
"Izin operasional migas perlu disederhanakan, apalagi ini menyangkut kepentingan negara," paparnya.
Menurutnya, penyederhanaan tersebut bisa dilakukan menggunakan sistem pengurusan izin "Satu Pintu". Seperti, menggabungkan izin-izin yang sama substansinya, menetapkan proses tata waktu dan biaya perizinan yang jelas. Hal itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (5) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014.
"Disebutkan maksimal 10 hari kerja dan sesuai dengan ayat (6) yang berbunyi tidak boleh menyebabkan kerugian negara," tandasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rochmat Shobirin |