Hujan Ekstrim, Petani Tebu di Bondowoso Merugi

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Musim penghujan yang saat ini melanda seluruh daerah di Indonesia, ternyata tidak selamanya membawa berkah. Khusus bagi petani tebu, di Kabupaten Bondowoso, musim penghujam yang terjadi malah menjadi 'musibah'.
Hal itu bagi para petani tebu yang berada di areal yang cukup sulit seperti didaerah perbukitan, tepatnya di Kecamatan Tlogosari, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Advertisement
Seperti yang dialami para petani tebu yang tergabung dalam wilayah kerja Koperasi Unit Desa (KUD) Podo Rukun. Mereka memasok tebunya ke Pabrik Gula (PG) Prajekan Bondowoso.
Alasan memasok tebu ke PG Prajekan Bondowoso karena biaya produksinya terus meningkat khususnya untuk biaya angkut. Untuk mengeluarkan truk, yang sudah berisi tebu menuju jalan raya, harus menggunakan alat geret berupa tracktor besar. Hal itu berbiaya cukup mahal.
Menurut pengakuan Abdurrahman (50), petani tebu asal desa Jebung Kidul, Tlogosari, yang juga pengurus KUD Podo Rukun, bahwa pada musim panen tebu tahun ini, para petani yang tergabung dalam KUD Podo Rukun sangat tidak maksimal.
Bahkan katanya, petani banyak yang merugi. Karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan petani untuk panen tebunya.
"Tahun ini, petani sangat kurang beruntung. Bahkan bisa dikatakan merugi. Karena untuk mengeluarkan truk tebu dari lahan harus keluar biaya hingga Rp 500 ribu," akunya, Rabu (2/11/2016).
Rahman, begitu karib disapa, juga mengungkapkan jika rendemen tebu kalau pada musim penghujan, sangat rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 10 bahkan lebih.
"Tetapi, pada tahun ini berkisar pada angka 6 bahkan 5 dengan maksimal rendemen yang diperoleh petani hanya berkisar pada angka 8," katanya kepada TIMES Indonesia.
Jika rendemen rendah jelasnya, secara otomatis produksi gula akan menurun karena tingginya kadar air. Sehingga pendapatan petani menurun. Sedangkan biaya tebang dan angkut sangat tinggi.
Sementara itu, Ketua APTRI Unit Prajekan Bondowoso H Holik Fil Filain mengaku sangat prihatin dengan kondisi akstrim yang menimpa petani tebu di Bondowoso.
"Saya berharap para petani tidak jera untuk menanam tebu dalam rangka mendukung program pemerintah untuk sur plus gula agar gula impor tidak menguasai Indonesia," harapnya.
Dia juga berharap kejadian tahun ini tidak membuat petani tebu berhenti menanam tebu, dalam rangka mendukung kedaulatan pangan sebagaimana komitmen pemerintah.
Lebih lanjut H Holik berharap kepada pemerintah untuk lebih bijak dalam keberpihakannya pada petani tebu yang selama ini sudah berusaha mandiri dengan berbagai kebijakan yang kurang berpihak kepada petani.
Mislanya kata Holik, petani tidak maksimal mendapatkan alokasi pupuk. Selain itu, soal kebijakan impor gula saat musim panen. Sehingga, harga gula anjlok dan pendapatan petani tebu menjadi berkurang.
"Pemerintah harus berpihak pada petani dengan memberikan alokasi pupuk yang cukup dan kredit lunak bisa dilakukan pada tahun ini," tegasnya.
Holik juga mengaku sangat menyesalkan adanya informasi jika ada beberapa Pabrik Gula di Jawa Timur akan ditutup dengan alasan efisiensi.
Padahal kata Holik, penutupan Pabrik Gula itu akan megancam keberadaan petani tebu dan sur plus gula sebagaimana target pemerintah.
"Jika alasannya karena beberapa mesin PG yang sudah tua dan tidak bisa berproduksi secara maksimal, seharusnya dilakukan perbaikan dan peremajaan bukan malah ditutup," katanya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rochmat Shobirin |