Festival Egrang Tanoker di Jember Digelar 15 Desember

TIMESINDONESIA, JEMBER – Festival Egrang Tanoker di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, akan diselenggarakan, Kamis (15/12/2016) mendatang. Festival rakyat tahunan ini rencananya diikuti oleh sekitar 30 devile egrang dari masyarakat setempat dan kontestan dari Kabupaten Banyuwangi.
Egrang adalah permainan tradisional yang mengandalkan keseimbangan tubuh. Biasanya egrang terbuat dari bilah bambu yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai tongkat panjang dan memiliki pijakan kaki.
Advertisement
Namun pada perkembangannya, egrang tak hanya terbuat dari bambu, tetapi juga berasal dari besi dan batok kelapa yang diikat menggunakan tali. Masa dulu, egrang menjadi permaian adu cepat yang digelar oleh masyarakat tradisional.
Inisiator Tanoker, Ciciek Farkha mengatakan, jadwal pelaksanaan festival tahun ini maju dua hari dari waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Keputusan itu diambil, setelah event tersebut berbarengan dengan kegiatan gerak jalan Tanggul – Jember yang digelar Pemkab Jember.
“Sebelumnya direncanakan tanggal 17 Desember. Perubahan ini begitu mendadak, sehingga berdampak pada sekian konsekuensi, seperti batalnya kehadiran Menteri Tenaga Kerja dan Dirjen Kebudayaan,” katanya, saat menggelar pers rilis di Kafe Tipis-tipis di Jalan Danau Toba Jember.
Festival ini, sambung Ciciek, dimaksudkan menjadi panggung anak-anak yatim piatu sosial di Kecamatan Ledokombo. Istilah yatim piatu sosial dipopulerkan Tanoker, sebuah komunitas bermain dan belajar, yang diperuntukan bagi anak-anak yang memiliki orang tua tapi tidak tinggal bersama. Biasanya para orang tua tersebut bekerja ke luar daerah atau menjadi buruh migran di luar negeri.
“Tahun ini, devile egrang akan menempuh jarak sejauh 1 Kilometer. Start diawali dari depan Polsek dan finish di Alun-alun atau lapangan bola Kecamatan Ledokombo,” ujarnya.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, festival egrang ke-7 ini juga disertai dengan berbagai lomba, pameran dan bazar, sehingga suasananya bakal lebih meriah. Beberapa lomba itu diantaranya, lomba swa foto atau foto selfie yang diunggah memalui akun instagram, lomba kerajinan tangan ibu-ibu mantan buruh migran, dan lomba hunting foto festival egrang.
“Kami juga akan mengembangkan kuliner khas Ledokombo, yang tidak hanya fokus kepada rasa tapi juga art kulineri yang bernilai seni. Semua itu adalah kreasi dari masyarakat setempat dan jaringan Tanoker yang kami sebut Friend Tanoker,” tuturnya.
Selain itu, pameran karya lukis dan mewarnai bagi anak-anak yang bertema engrang juga akan ditampilkan pada ajang tersebut. Hal ini untuk membuat festival egrang sebagai ikon Ledokombo dan Jember.
Sedangkan devile egrang juga mendapat penilaian dari dewan juri. Pemenangnya mendapat hadiah yang telah disediakan panitia. Kriteria lomba pawai egrang adalah street performance, yakni pawai di jalan dengan kostum yang didaur ulang dari bahan-bahan bekas pakai.
“Karena temanya ramah lingkungan. Untuk devile minimal 10 orang setiap regu, maksimal 30 orang. Bagi yang lebih dari 10 personil, sisanya bisa menari atau menyiapkan tetabuhan, baik dengan sound atau alat tabuh lainnya,” kata Ciciek, menambahkan.
Hingga saat ini, sambung Ciciek, telah terdaftar 28 kontestan beregu, baik yang menggunakan egrang bambu, besi atau egrang batok. Semua peserta akan iku berpartisipasi pada festival yang rencananya digelar mulai pukul 12.00 hingga 17.00 Wib tersebut.
“Temen-temen dari komunitas perempuan di Jember juga bergabung, termasuk dari Sekolah Perempuan Puger. Karena festival ini juga bertujuan untuk penguatan ekonomi perempuan. Sebab, jika ekonomi perempuan kuat maka akan mengurangi potensi kekerasan rumah tangga,” ujarnya.
Pada event tahun ini, Ciciek meyebutkan, Tanoker juga merangkul jaringan yang lebih luas. Jiks tahun sebelumnya pesertanya berasal dari Ledokombo saja, sekarang sekarang diperluas se Jember.
“Tahun ini rencanya akan dihadiri national travel biro. Semoga bisa menjadi ajang promosi bagi pariwisata di Jember,” tuturnya.
Untuk itu, Ciciek berharap, ada perhatian dari pemerintah daerah yang baru, karena festival ini tak hanya melestarikan warisan leluhur, tapi juga mengkreasikan budaya masyarakat lokal. Sehingga dukungan pemerintah itu, diharapkan tidak hanya secara pasif, tapi juga aktif dengan melakukan revitalisasi warisan leluhur tersebut.
“Sehingga Ledokombo dan Jember, menjadi tempat yang memiliki harapan baru karena ada cara pandang yang baru. Selain itu, diharapkan juga berdampak terhadap perubahan sosial ekonomi dan politik di kabupaten ini,” sebutnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |