Peristiwa Daerah

Membangkitkan Permainan Tradisional di Bulan Ramadhan

Sabtu, 17 Juni 2017 - 08:56 | 163.76k
Bermain mercon bumbung di depan Balaikota Among Tani. (Foto: Ferry/TIMES Indonesia)
Bermain mercon bumbung di depan Balaikota Among Tani. (Foto: Ferry/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Namanya mercon bumbung, meriam tradisional berbahan dasar bambu. Bunyinya dinanti seluruh warga, menandai waktu berbuka puasa. Itu yang terjadi di masa lalu. 

Dulu, di Kota Batu, warga biasa mendengar bunyi petasan sejenis mercon bumbung. Namanya mercon blegur, terbuat dari bambu dengan bahan bakar karbit. Bunyi letusannya sangat keras hingga terdengar seantero kota.

Advertisement

Mercon blegur dibunyikan dari Masjid Nurul Hidayah, di kampung Srebet Desa Pesanggrahan. Ada petugas yang khusus yang ditunjuk untuk menyalakannya. Tepat waktu berbuka puasa, blegur dinyalakan sebanyak tiga kali.

Mercon-Bumbung-4U0Dvf.jpg

Kala itu, jam masih menjadi barang mewah. Demikian dengan suara kumandang adzan. Boleh disebut, belum ada sarana perlengkapan suara (sound system) seperti di masjid atau musholla pada masa sekarang. Suara letusan dari mercon blegur menjadi 'solusi' bagi warga untuk mengetahui waktu berbuka.

Romantisme ini yang ingin dibangkitkan kembali oleh Dolang (Dolanan Malangan), sebuah komunitas yang digerakkan generasi muda pelestari permainan tradisional di Malang Raya.

Momentum Ramadhan tahun ini menjadi saat tepat untuk membangkitkan kembali memori permainan Mercon Bumbung. Pelataran timur Balaikota Among Tani, Kota Batu menjadi medan 'tempur' sekelompok anak muda untuk bermain mercon bumbung.

Mercon-BumbungYuxMC.jpg

Sejak jam 3 sore, mereka mulai mempersiapkan perlengkapan untuk menggelar parade nyumet (menyalakan) mercon bumbung. Meriam bambu dan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Tak lupa, sebatang kayu pendek sebagai alat menyulut dari minyak ke bambu yang telah dilubangi.

Menginjak pukul 4 sore, para peserta sudah bersiap di samping mercon bumbungnya masing-masing. Mereka secara bergantian menyalakannya. Tidak sedikit yang 'gagal' menghasilkan bunyi letusan seperti diharapkan. Saat berhasil, ada luapan kegirangan. Setiap meriam bambu dikendalikan satu hingga dua orang.

Ngabumbungrit, demikian acara ini dinamai. Memlesetkan kata ngabuburit, istilah yang populer untuk menyebut kegiatan atau menghabiskan waktu di sore hari hingga saat berbuka puasa.  Sedikit membedah kata. Ngabuburit berasal dari bahasa sunda. Asal katanya dari burit yang berarti waktu menjelang sore hari. Ngabuburit bisa diartikan menunggu sore. Dalam bahasa Sunda, awalan nge dan suku kata bu berarti melakukan secara berulang. 

Dolang sebagai penggerak kegiatan ini, berkeinginan mengangkat kembali tradisi nyumet mercon bumbung agar tetap lestari. 

"Kegiatan ini tujuannya untuk melestarikan permainan tradisional yang hampir punah. Kami juga ingin menyadarkan masyarakat bahwa permainan ini bukan permainan yang berbahaya," ucap Adilia Uya, Ketua Komunitas Dolang kepada awak media, Jumat (16/6/2017).

Tak hanya pelestarian, komunitas Dolang ingin mengajarkan kepada masyarakat, termasuk anak-anak bahwa permainan tradisional ini memiliki makna edukatif.

Ketika masa merebut kemerdekaan, tutur Uyak, mercon bumbung menjadi sarana untuk mengelabui penjajah Belanda. Mercon bumbung juga dijadikan alat oleh petani untuk mengusir binatang yang datang mengganggu tanaman.

Ada keinginan untuk membuat event yang baru pertama ini menjadi agenda tahunan. 

"(Kegiatan) ini sebenarnya adalah stimulan. Harapannya, masyarakat secara umum sadar akan permainan tradisional, tidak terpaku pada gadget," ujarnya.

Wawancara pun usai. Namun bunyi letusan terus bersahutan hingga waktu berbuka. Saat adzan maghrib berkumandang, permainan pun usai. Namun semangat melestarikan tak akan padam. Diingat oleh generasi pelakunya, dikenali oleh generasi hari ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES