Penghematan dan Penyelamatan Menjadi Alasan Penjualan Kapal Putri Sritanjung

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Berbagai kabar miring mencuat pasca dijualnya kapal Landing Craft Tank (LCT) Putri Sritanjung II, oleh Pemerintah Daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Mulai dari proses penjualan disebut menyalahi prosedur dan lain sebagainya.
Kepada TIMES Indonesia, Kepala Badan Pengelolaan dan Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Banyuwangi, Samsudin, menjelaskan tentang kronologi dijualnya kapal aset milik pemerintah daerah tersebut.
Advertisement
Samsudin mengatakan, semangat penjualan LCT Putri Sritanjung II ini adalah untuk penghematan anggaran dan penyelamatan aset. Kenapa demikian?
Karena sejak dikembalikan oleh pihak pengelola, yakni PT Pelayaran Banyuwangi Sejati (PT PBS) pertengahan 2016 silam, Pemkab Banyuwangi, harus banyak mengeluarkan anggaran untuk perawatan.
Dan penjualan yang dilakukan pun, sesuai dengan Pasal 342 ayat 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Kita sudah melakukan lelang sebanyak 2 kali dan dinyatakan gagal dalam risalah lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jember, sesuai aturan, jika gagal 2 kali lelang Pemerintah Daerah memiliki 4 opsi, yakni penjualan tanpa lelang, hibah, tukar menukar dan penyertaan modal,” katanya, Rabu (19/7/2017).
Demi penyelamatan aset daerah, BPKAD memilih opsi penjualan tanpa lelang. Kenapa?
Disebutkan, sebenarnya kapal LCT Putri Sritanjung II bisa dimodifikasi menjadi KMB. Sesuai dengan surat edaran larangan operasional kapal jenis LCT dari Dirjen perhubungan darat, pada tahun 2015.
Tumpukan potongan kapal LCT Putri Sritanjung II. (Foto : Syamsul Arifin/ TIMES Indonesia)
\Namun harus diakui, untuk melakukan itu pemerintah daerah harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit. Itupun kualitas kapal tidak bisa sebaik kapal baru.
Artinya akan terjadi pemborosan anggaran daerah. Padahal, untuk biaya perawatan sejak kapal diserahkan dan biaya 2 kali lelang gagal, sedikitnya Rp 200 juta lebih uang rakyat sudah digelontorkan.
Salah satu contoh pengeluaran rutin, selama sandar di pelabuhan Ketapang, Kecamatan Kalipuro, per bulan BPKAD Banyuwangi, harus mengeluarkan biaya antara Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Meliputi pembayaran petugas penjaga sampai pengurasan kamar mesin.
“Kita harus berpikir matang untuk memutuskan semua, dan atas persetujuan Bupati, kita putuskan dilakukan penjualan,” ungkapnya.
Satu hal lagi yang memaksa Pemerintah Daerah Bumi Blambangan, lebih memilih segera melakukan penjualan. Yaitu kekhawatiran pembengkakan biaya ketika kapal yang sudah setahun lebih mangkrak tersebut tenggelam. Ini karena beberapa bulan belakangan cuaca perairan selat Bali memang cukup ekstrim. Dan deck bagian belakang kapal sudah mengalami kebocoran.
Kepala BPKAD Banyuwangi, Samsudin. (Foto : Syamsul Arifin/ TIMES Indonesia)
“Jika sampai tenggelam, biaya pengangkatan itu tidak sedikit, sampai Rp 900 juta. Kan sayang anggaran segitu, akhirnya kita memutuskan melakukan langkah penyelamatan dengan menjual LCT Putri Sritanjung II,” jelas Samsudin.
Dan dari tawar-menawar, pada Juni 2017 lalu, akhirnya kapal kebanggaan warga Banyuwangi, tersebut dibeli oleh pengusaha barang loak, Syamsul Arifin, asal Surabaya. Dengan harga Rp 750 juta, Rp 50 juta lebih tinggi dibanding penawaran saat 2 kali lelang gagal. Atau 75 persen dari nilai limit patokan juru taksir, yaitu Rp 1 miliar.
Dari segi ekonomi, bandrol penjualan ini dinilai sangat menguntungkan pemerintah daerah. Ya, jika dibanding nilai penawaran tertinggi penjualan aset pemerintah lainnya, rata-rata maksimal hanya 25 persen hari limit juru taksir.
Dan yang perlu dipahami masyarakat, kata Samsudin, dalam hal sengketa karyawan dengan PT PBS, tidak bisa dikaitkan dengan penjualan kapal LCT Putri Sritanjung II. Karena status kapal LCT Putri Sritanjung II, dengan PT PBS selaku operator, adalah perjanjian sewa dengan Pemerintah Daerah Banyuwangi.
Selanjutnya, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebelum dinyatakan pailit, PT PBS wajib melakukan pertanggung jawaban terhadap pemerintah daerah selaku pemegang 90 persen saham. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Sukmana |