Meski Menyeramkan, Jaranan Buto Banyuwangi Tak Pernah Sepi Penonton

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ditengah perkembangan jaman yang semakin maju, pertunjukan seni tradisional Jaranan Buto di Banyuwangi tetap diminati banyak orang.
Biasanya untuk memeriahkan acara khitanan maupun pernikahan, pertunjukan kesenian itu digelar. Meski dengan rias wajah yang menyeramkan, Jaranan Buto tetap menjadi hiburan favorit bagi masyarakat.
Advertisement
Siang itu, ditengah terikanya panas di Dusun Resomulyo Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng Banyuwangi, pertunjukan seni Jaranan buto digelar. Penonton seakan tak peduli dengan cuaca panas itu.
Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua terlihat berkerumun menyaksikan pertunjukan tersebut. Mulai pagi hingga sore, warga rela menyaksikan sambil berdiri. Ada juga sambil jongkok dan duduk di teras.
Mereka seakan tak mau berkedip saat memperhatikan setiap penari jaranan membawa cambuk lalu mencambukkan ke tanah, bahkan ke kaki dan tubuhnya sendiri.
Bahkan tak jarang para penonton tertabrak dan terkena percikan batu kecil saat pemain jaranan beratraksi. Tetapi, tidak ada satu pun dari mereka yang menunjukan rasa emosi. Meski sesekali juga menghindar, takut bila cambuk sewaktu-waktu bisa mengenai mereka.
“Iini kan pertunjukan, jadi nggak ada penonton yang emosi. Yang saya suka adalah saat di mana para penari kesurupan, itu yang bikin ramai acara ini, ” ucap, Sukar, salah satu penonton dari Desa Genteng Kulon, Banyuwangi, Minggu (17/9).
Yang lebih menarik, dalam pertunjukan seni Jaranan ini tidak hanya para penari yang menjadi jaranan. Penonton pun sewaktu-waktu juga bisa kerasukan setan atau makhluk halus, lantas ikut menjadi aktor dalam pertunjukan tersebut.
Agar membuat tubuh penonton dirasuki setan atau mahluk halus, cukup menggunakan beras kuning, dan minyak khusus yang sudah disediakan, kemudian ditaruh di bagian hidung agar mencium aromanya. “Kadang sama teman-temannya sendiri dikerjai, biar kerasukan dan ikut jadi jaranan,” terang Sukar.
Sepanjang acara jaranan berlangsung, para penari diiringi dengan musik khas daerah seperti gendang, gamelan dan seruling. Meski terdengar khas dengan bunyi musik Ponorogo, lagu-lagu yang dinyanyikan tetap lagu Using. Sesekali juga terdengar lantunan musik Banyuwangi dan Bali. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Rizal Dani |
Sumber | : TIMES Banyuwangi |