Peristiwa Daerah

Tak Punya Kebun Kopi, Desa Kemiren Tetap Getol Gelar Acara Ngopi Massal

Jumat, 20 Oktober 2017 - 13:50 | 56.66k
Wapres Yusuf Kalla saat menikmati kopi di Sanggar Genjah Arum, Desa Kemiren Banyuwangi. (FOTO: Ahmad Suudi/TIMES Indonesia)
Wapres Yusuf Kalla saat menikmati kopi di Sanggar Genjah Arum, Desa Kemiren Banyuwangi. (FOTO: Ahmad Suudi/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pertanyaan besar selalu muncul setiap tahun ketika digelar acara 'Ngopi Sepuluh Ewu' oleh warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Bagaimana desa ini menggelar acara ngopi massal, padahal tidak memiliki perkebunan kopi? satu atau dua hektare juga tak ada.

'Ngopi Sepuluh Ewu' justru lebih masuk akal bila digelar di Desa Tlemung dan Kelurahan Gombengsari di Kecamatan Kalipuro yang memiliki banyak perkebunan kopi rakyat. Atau di Kecamatan Glenmore yang juga memiliki perkebunan kopi, kakao dan karet yang luas.

Advertisement

Namun ternyata ada beberapa fakta yang membuat acara 'Ngopi Sepuluh Ewu' masuk akal tumbuh bersemi di Desa Kemiren dengan dukungan masyarakat secara penuh.

Ngopi-Massal-2ijepu.jpgPengunjung Sanggar Genjah Arum menuang sendiri kopinya. (FOTO: Ahmad Suudi/ TIMES Indonesia)

1. Budaya Warga Simpan Cangkir Warisan

Warga Desa Kemiren, terutama kalangan perempuan sangat akrab dengan budaya mewariskan barang pecah belah kepada anaknya, termasuk cangkir kecil yang biasa digunakan untuk meminum kopi. Segera setelah menikah, pasangan pengantin baru akan mendapatkan seluruh atau sebagian koleksi cangkir orang tuanya.

Pada umumnya, setiap keluarga di Desa Kemiren memiliki minimal 3 lusin cangkir kecil khusus untuk meminum kopi. Kalau keluarga itu memiliki 3 orang anak, nantinya semua koleksi cangkir akan dibagi rata kepada mereka bertiga, diberikan setelah mereka menikah.

"Saya sejak kecil sudah disiapkan sama ibu saya. Ibu beli cangkir, teko dan lainnya. Disimpan di almari pecah belah, sisi kiri untuk kakak saya dan sisi kanan untuk saya, lalu ditulisi nama kami," kata Yanti (34), salah satu warga Kemiren, Kamis (19/10/2017).

Ngopi-Massal-3GwqPu.jpgSetiawan Subekti, pemilik Sanggar Genjah Arum di Desa Kemiren Banyuwangi

Saat dia menikah, semua pecah belah yang telah disiapkan diberikan padanya, berikut pecah belah warisan dari ibunya.

Dengan budaya unik seperti itu, tidak sulit menemukan 10 ribu cangkir kopi warga untuk menyambut tamu desa. Di desa lain, dipastikan sulit membuat warga kompak membeli lusinan cangkir yang identik hingga berjumlah hampir 15 ribu buah, seperti yang bisa ditemukan di Kemiren.

2. Desa yang Dikelilingi Area Kebun Kopi

Kepada TIMES Indonesia, pakar kopi Banyuwangi Setiawan Subekti mengatakan, mungkin Kemiren bukan desa yang memiliki perkebunan kopi, tapi secara geografis berada di tengah 5 kebun kopi besar. Diantaranya perkebunan Bayu Lor dan Bumi Sari di Kecamatan Songgon, perkebunan Kali Bendo, Kali Klatak, dan Selogiri.

"Ada juga warga yang secara turun-temurun bekerja di perkebunan kopi Kali Bendo. Banyaknya perkebunan kopi di Banyuwangi yang ditinggalkan oleh Belanda inilah yang menyebabkan warganya sejak dulu suka minum kopi," kata Iwan, sapaannya, di Sanggar Genjah Arum Desa Kemiren.

Iwan menambahkan, Banyuwangi sendiri kini memiliki total 27 kebun kopi peninggalan Belanda.

Ngopi-Massal-4LaMVd.jpg

3. Budaya Menghormati Tamu dengan Suguhan Kopi

Suku Osing yang merupakan suku asli Banyuwangi yang selalu cepat-cepat menyuguhkan kopi kepada tamu-tamu mereka. Banyak suku lain lain di Indonesia yang memiliki budaya menjamu tamu dengan hidangan istimewa, tapi tidak semua menyuguhkan kopi.

Bahkan di kalangan warga Kemiren sendiri berkembang urutan penyambutan tamu yakni, 'Gupuh, Lungguh, Suguh,' yang berarti sibuk, duduk, suguhkan jamuan. Konsumsi kopi juga menjadi kewajiban 2 hingga 3 kali dalam sehari, bagi warga Kemiren.

"Istri saya sebulan sekali pasti nyangrai kopi sendiri. Kadang setengah kilo, kadang sekilo. Pagi pasti ada kopi sebelum bekerja, dan malam," kata Senari, warga Kemiren lainnya.

Selain kopi hitam, warga Kemiren juga biasa melengkapi jamuan tamu dengan pisang rebus, pisang goreng, Kucur atau berbagai kudapan tradisional lainnya.

Besok, Sabtu (21/2017) desa wisata itu akan menggelar acara 'Ngopi Sepuluh Ewu' untuk yang kesekian kali. Pengunjung akan tumpah di jalan desa memburu kopi yang disediakan warga secara gratis. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Banyuwangi

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES