Dampak Erupsi Gunung Agung, Pantai Kuta Sepi Turis

TIMESINDONESIA, BADUNG – Bulan November adalah waktu musim hujan di Bali, saban hari hujan lebat selalu turun merata di seluruh kawasan di Bali. Hal ini yang membuat pantai Kuta, terlihat sepi dari wisatawan yang berkujung.
Selain musim hujan melanda, erupsi Gunung Agung pada Selasa (21/11/2017) lalu,-yang berimbas pada penutupan bandara I Gusti Ngurah Rai- membuat jumlah wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung ke ke Bali menurun. Walaupun saat ini bandara dibuka kembali jumlah wisatawan tetap belum normal.
Advertisement
Selain itu pemandangan di Pantai Kuta tak lagi elok atau bersih karena pada musim hujan, banyak sampah yang berserakan yang mengalir ke Pantai Kuta.
Sepinya para pelancong ke Pantai Kuta, berimbas pada pedagang yang saban hari mengais rezeki di Pantai Kuta. Salah satunya Supeno (58) pedagang minuman yang sudah berjualan sejak tahun 1992.

Supeno, pria paru baya asal Lumajang ini menyampaikan sudah seminggu yang lalu dagangannya sepi. Dalam sehari para turis tak ada yang membeli minumanya sehingga ia merugi, karena setiap hari dia harus membeli es balok untuk mendinginkan minuman yang dijajakanya.
"Sekarang tidak ada pemasukan, kosong sekali, sudah seminggu seperti ini. Dalam sehari dagangan saya tidak ada beli. Apalagi tiap hari saya harus mengeluarkan uang Rp 25 ribu buat beli es balok. Kalau tidak ada yang beli saya rugi," ucapnya. Kamis (30/11/2017).
Biasanya jika hari normal. Supeno mengaku bisa mendapat untung bersih mulai dari Rp 100 ribu atau 200 ribu.
"Biasanya mulai ramai kembali, kalau Tahun baru, atau di bulan Agustus. Kalau sekarang memang sepi, karena musim hujan, dan banyak sampah ke Pantai Kuta yang mengalir dari sungai, dan itu juga menggangu para wisawatan," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Pak Jai (53) yang saban hari menyewakan papan selancar kepada para turis untuk bermain Surfing di Pantai Kuta. Ia mengatakan semenjak Gunung Agung erupsi, para wisatawan sudah sepi di pantai Kuta. Selain itu musim hujan dan banyaknya sampah di Pantai Kuta juga berpengaruh.
"Turun total, malah setiap hari sering tidak dapat uang. Kalau hari normal pemasukan selalu ada. Sekitar 2 atau 3 tamu turis yang menyewa papa selancar saya. Bukan cuma saya semua teman-teman disini juga sama pada tidak dapat uang.
Jai mengatakan, tamu mulai sepi waktu Gunung Agung erupsi, kalau musim hujan itu tidak ada efeknya karena masih ada tamu yang datang. "Kayaknya sejak bandara ditutup tamu juga sudah mulai sepi," ungkapnya
Biasanya waktu hari normal, dalam sehari Jai, bisa menyewakan papan selancarnya pada turis 4 atau 3 orang turis, dengan harga Rp 100 ribu per 1 jam, namun jika para turis meminta Pak Jai mengajari surfing, dia memasang tarif Rp 150 ribu per 1 jam.

"Kalau hari normal cukup buat anak dan keluarga di rumah. Mudah-mudahan Tahun Baru ini turis mulai ramai lagi ke Pantaj Kuta," harap Jai yang sudah menyewakan papan surfing sejak tahun 1987.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Ibu Sani (45), wanita asal Jember Jawa Timur ini, sudah 1 tahun berjualan buah dan rujak manis di Pantai Kuta. Walaupun sasarannya tamu domestik yang doyan pada rujak, namun dengan sepinya tamu pemasukannya sangat turun drastis.
"Kalau hari libur seperti hari minggu, dalam sehari saya bisa dapat Rp 10.300 ribu. Paling sedikit bisa Rp 700 atau Rp 500 ribu. Tapi sekarang hanya Rp 100 ribu dalam sehari. Sepinya tamu sejak Gunung Agug erupsi," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Sukmana |