Sambil Mewarnai, Anak-anak Dapat Cerita Perjuangan Pahlawan Blambangan

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Tidak hanya mencurahkan semangat dalam mewarnai gambar sosok pahlawan Blambangan, anak-anak peserta lomba mewarnai dalam rangka Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba) ke-246 juga mendapatkan cerita perjuangan para pahlawan yang gambarnya mereka warnai.
Cerita disampaikan M Hidayat Aji Ramawidi dari komunitas Banjoewangi Tempo Doeloe di atas panggung. Cerita terdiri dari sosok Mas Agung Wilis, Rempeg Jogopati dan Sayu Wiwit yang kedu-duanya merupakan menantu Mas Agung Wilis.
Advertisement
Mas Agung Wilis diceritakan sosok pahlawan yang mulai membangun kekuatan untuk memerangi Belanda di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, saat baru datang dari Bali pada tahun 1768. Aji, sapaan M Hidayat Aji Ramawidi juga mengatakan bahwa Mas Agung Wilis merupakan pahlawan yang membangun persatuan orang semua etnis, agama dan daerah untuk melawan Belanda.
"Pulau Jawa waktu itu sudah dikuasai penjajah kecuali Blambangan, maka pejuang-pejuang lain lari kesini dan semua diterima dengan Kesepakatan Lateng (Rogojampi) oleh Agung Wilis, yang isinya salah satunya bersatu bahu-membahu melawan Belanda. Sampai terjadi perang di Lateng pada tahun 1768," kata Aji, Sabtu (16/12/2017).
Usai perang itu, Belanda bertekad membumihanguskan Blambangan, tak ada lagi kompromi hingga akhirnya Mas Agung Wilis tertangkap.
Kemudian Rempeg Jogopati yang merupakan panglima pernah Puputan Bayu, yang berarti perang habis-habisan melawan Belanda di dekat Rowo Bayu, Kecamatan Songgon. Perang Puputan Bayu yang merupakan salah satu perang yang paling membuat VOC merugi, terjadi di tahun 1771 yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi (Harjaba).
"Rempeg maupun Sayu Wiwit sama-sama menantu Mas Agung Wilis yang melanjutkan perjuangannya. Surawijaya anak Agung Wilis adalah suaminya Sayu Wiwit, sedangkan Sayu Prabu putri Agung Wilis menjadi istrinya Rempeg," cerita Aji lagi.
Petilasan Prabu Tawang Alun di Desa Gombolirang, Kecamatan Kabat yang menjadi tempat dilaksanakan lomba mewarnai juga sempat dikunjungi Rempeg dalam perjalanan dari Ulu Pampang (Muncar) ke Rowo Bayu. Di bekas Kerajaan Macan Putih itu dia memohon restu kepada para leluhur yang juga merupakan pejuang sebelum membangun kekuatan di Kecamatan Songgon.
Sayu Wiwit sendiri juga ikut berjuang dalam Perang Bayu dan di Jember. Pahlawan wanita Banyuwangi itu meninggal di Gunung Raung setelah terkena peluru meriam penjajah, berdasarkan yang tertulis dalam buku Babat Bumi Blambangan. Namun menurut catatan Belanda, Sayu Wiwit berhasil mereka tangkap dan dieksekusi kemudian.
Dalam kesempatan itu Aji juga menjelaskan menurutnya Prabu Tawang Alun layak menyandang gelar pahlawan nasional. Dia mengatakan pendapatnya berpijak pada peran besar Prabu Tawang Alun dalam Perang Trunojoyo tahun 1676.
"Dia mengirim 2 ribu prajurit Blambangan dan menyuplai bahan pangan selama peperangan berlangsung," kata Aji.
Acara lomba mewarnai gambar sosok pahlawan ini sebelumnya sukses digelar di Blimbingsari, Sabtu (25/11/2017), yang diikuti siswa sekolah dari 2 kecamatan, Blimbingsari dan Rogojampi. Yang kedua digelar di Kantor Kepala Desa Pesanggaran diikuti siswa-siswa dari Kecamatan Pesanggaran dan Kecamatan Siliragung.
Acara digelar oleh Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi, bekerjasama dengan Komunitas Banjoewangi Tempo Doeloe, Blambangan Kingdom Explorer dan TIMES Indonesia sebagai media support.
"Para pahlawan lokal Banyuwangi ini memiliki semangat yang gigih dalam mengusir penjajah VOC dari Bumi Blambangan," kata Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi, Sulihtiyono. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |