Peristiwa Daerah

Wanacaraka Institute Gelar Training Relawan Perhutanan Sosial

Senin, 29 Januari 2018 - 07:42 | 47.98k
Acara Workshop And Training Relawan Perhutanan Sosial, Oleh KLHK di Universitas Bakti Indonesia. (FOTO: Erwin Wahyudi / TIMES Indonesia)
Acara Workshop And Training Relawan Perhutanan Sosial, Oleh KLHK di Universitas Bakti Indonesia. (FOTO: Erwin Wahyudi / TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Dalam rangka  percepatan program perhutanan sosial di wilayah Jawa Timur, khususnya di Banyuwangi, Wanacaraka Institut didampingi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pokja percepatan kehutanan Jawa Timur, mengadakan Workshop And Training Relawan Perhutanan Sosial.

Acara ini digelar Minggu (28/1/2018) di Aula Universitas Bakti Indonesia(UBI) Desa Sraten, Kecamatan Cluring, Banyuwangi. 

Advertisement

Staf ahli penegakan hukum Kementri lingkungan hidup dan kehutanan, Koesnadi Wirasapoetra, mengatakan, program perhutanan sosial ini bertujuan untuk memperbaiki hutan dan kehidupan masayarakat di sekitar hutan. Selama ini pola yang dilakukan warga yaitu, sewa lahan dulu baru boleh menggarap lahan. Setelah dilakukan bagi hasil yang dinilai sangat tidak menguntungkan petani.

Maka dari itu, pemerintah dalam hal ini ingin memberikan hak akses untuk langsung melakukan mengelola hutan dengan rujukan Peraturan Mentri LHK no 39 tahun 2017, yang dimana permen itu adalah salah satu bagian teknis yang dikeluarkan oleh menteri untuk menjabarkan perintah presiden.

Dengan Permen tersebut, masayarakan bisa mendapatkan hak kelola selama 35 tahun, tanpa harus menyewa. Dengan syarat memang bener warga sekitar lokasi hutan. "Untuk pembuktian yaitu dengan by name by address," ungkapnya. 

Tidak hanya itu, hak kelola itu juga boleh diwariskan, tetapi harus sesuai dengan mekanisme yang ada. "Nantinya akan di evaluasi setiap 5 tahun sekali," jelasnya. 

Koesnadi menambahkan, nantinya warga sekitar hutan akan mendapatkan bantuan teknis yang di biayai oleh APBN, seperti pelatihan bimbingan teknis, bantuan modal yang disiapkan oleh pemerintah lewat bank yang sudah di tunjuk.

"Setelah itu akan dibantu lagi tata niaganya, sehingga orang desa tidak akan ada lagi yang pergi untuk mengadu nasip ke kota mengadu nasip yang belum jelas," imbuhnya. 

Intinya program ini hanya untuk merubah pola pembagian yang lebih menguntungkan masyarakat. Contohnya, satu batang kayu dihargai Rp 500 ribu, setelah itu petani bisa memotong biaya modal, selanjutnya dibagi, 70 petani, 30 persen pemerintah untuk pajak dan lain lain. 

"Hal ini merupakan bagaimana cara membangun dari pinggiran yang tata kuasanya dikuasakan rakyat dalam waktu 35 tahun, tata keolanya dibenarkan dan dilatih lagi supaya produktif, tata konsumsi juga diperbaiki, jangan sampai besar pasak daripada tiang," ucapnya. 

Selain itu tata niaga juga harus dibangun dalam industri kecil paska panen, karena hal itu yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan dari hulu sampai hilir.

"Ini merupakan bagian dari skenario besar yang bernama reforma agraria di sektor perhutanan untuk kesejahteraan dan kelestarian," pungkasnya. 

Sementara itu Ketua Nawacaraka Instute, Haryono Warosko mengatakan, pihaknya hanya sebagai pendamping masyarakat dan yang menjadi relawan yaitu semua masyarakat sekitar.Harapanya mereka tinggal dengan status legal dan juga legal dalam mengelola. 

Menurutnya, program ini ditawarkan kepada masyarkat yang ingin bergabung.

"Jika masih nyaman dengan pola yang lama ya silahkan, kami nggak akan intervensi, semua terserah kepada warga. Dan alhamdulillah, dalam acara ini kita sepakat membentuk forum komunikasi perhutanan sosial, sebagai bentuk langkah awal kami, " jelasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES