Peristiwa Daerah

Menangkal Perkembangan Radikalisme dengan Kebersamaan

Selasa, 29 Mei 2018 - 05:50 | 41.86k
Fokus Grup Diskusi soal hoaks dan radikalisme oleh Polres dan Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Bondowoso di Cafe Bunga Pelita 888, Jalan Pelita Tamansari Bondowoso. (FOTO: Bahrullah/TIMES Indonesia)
Fokus Grup Diskusi soal hoaks dan radikalisme oleh Polres dan Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Bondowoso di Cafe Bunga Pelita 888, Jalan Pelita Tamansari Bondowoso. (FOTO: Bahrullah/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BONDOWOSOKapolres Bondowoso, AKBP Taufik Herdiansyah Zeinardi  mengatakan dengan memperkuat kebersamaan celah bagi berkembangnya radikalisme bisa ditekan.

Hal itu ia sampaikan saat setelah acara  Fokus Grup Diskusi (FGD) soal hoaks dan radikalisme yang diselenggarakan oleh Polres dan Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Bondowoso di Cafe Bunga Pelita 888, Jalan Pelita Tamansari Bondowoso, Senin (28/05/2018) malam.

Advertisement

Menurut Taufik, melawan dan mencegah paham radikalisme memerlukan pelibatan seluruh elemen masyarakat. “Baik itu tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh-tokoh lintas agama,"ungkapnya.

Saat ini, katanya, Polres Bondowoso sudah melakukan pendekatan persuasif kepada seluruh elemen masyarakat, dengan cara bersilaturahmi dengan tokoh lintas agama, memberikan pemahaman-pemahaman terhadap masyarakat melalui kegiatan bimbingan keagamaan, penyuluhan dan FGD

FGD-1.jpg

“Polres Bondowoso selalu berkomunikasi dengan tokoh-tokoh pondok pesantren, kiai, santri, ustazd, komunitas-komunitas” ujarnya.

Sementara, di tempat yang sama Dr H Syaeful Bahar, Dewan Pendidikan Bondowoso saat menjadi narasumber mengatakan, bahwa faham radikalisme terjadi akibat kesalahan memilih guru. "Mereka yang berfaham radikal banyak belajar dari internet melalui facebook dan youtube,"ungkapnya.

Selain itu menurut Bahar, sejumlah kelompok radikal belajar Islam melalui cara-cara doktrin. Saat belajar agama Islam, materi yang diajarkan pertama adalah materi jihad.

“Justru sangat berbeda belajar islam dengan yang ada di pondok-pondok pesantren, santri belajar Islam di sana terlebih dahulu diajari ilmu fiqih, ilmu tentang cara bersuci sehingga tidak ada satupun pesantren NU di Indonesia yang mengajarkan faham radikalisme,” ucapnya.

Lebih lanjut, Bahar menjelaskan, akibat salah memilih guru bisa berakibat fatal dan mengarah kepada faham keislamam yang tak benar. "Jika ingin belajar islam agar tidak radikal, cukuplah belajar kepada NU dan Muhammadiyah, karena kedua ormas islam ini punya sejarah kontribusi besar terhadap kemerdekaan Indonesia," jelasnya.

Sangat berbeda dengan aliran-aliran Islam radikal di Indonesia yang tidak mempunyai kontribusi besar terhadap sejarah perjuangan bangsa, seperti HTI

Selain itu Ridwan Arif, ketua relawan teknologi informasi dan komunikasi (RTIK) Bondowoso menyampaikan, bahwa kelompok radikal sudah menggunakan media internet dan kemajuan teknologi internet dalam keseharian operasinya.

Maka Kominfo perlu melakukan upaya pencegahan melalui kontrol penuh konten-konten yang ada di internet, khususnya konten yang berisi ajaran atau faham radikalisme. "Kalau perlu, Kominfo harus memblokir terhadap situs-situs yang mencurigakan dan mengandung ajaran faham radikal," katanya.

Selain itu, lanjut Ridwan, Kominfo harus mengupayakan untuk menciptakan alat untuk dapat melakukan filterisasi terhadap konten-konten yang ada di internet baik itu youtube, twitter, facebook dan media yang lainnya di mana kelompok-kelompok radikal dapat menyebarkan radikalisme. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES