Menilik Tradisi Berkurban Ala Warga Perumahan BSD Bontang

TIMESINDONESIA, BONTANG – Ada yang menarik pada proses berkurban saat Hari Raya Idul Adha di Perumahan Bukit Sekatup Damai (BSD) Kelurahan Gunung Elai, Kota Bontang, Kalimantan Timur. Tradisi gotong-royong benar-benar diaplikasikan dalam proses berkurban saat hari besar umat Islam itu.
Mulai berpatungan membeli sapi kurban, yang sesuai dengan syariat Islam, hingga penyembelihan, pengerjaan dan pengemasan daging hewan kurban yang akan diberikan kepada yang berhak.
Advertisement
Salah satunya, yang terletak di badan jalan Gunung Tangkuban Perahu. Lokasi penyembelihan hewan kurban ini merupakan gabungan warga dari dua Rukun Tetangga (RT), yakni RT 26 dan 27 Kelurahan Gunung Elai. Selain Tangkuban Perahu, wilayah RT 26 dan 27 ini juga meliputi Jalan Gunung Dempo, Gunung Galunggung, Gunung Karang, Gunung Arjuna dan Gunung Teluk Lingga.
Arief Ernawan, Koordinator di lokasi penyembelihan, kepada TIMES Indonesia mengungkapkan, hampir seluruh warga di dua RT itu turut berpartisipasi dalam proses penyembelihan hewan kurban. "Hadir semua, kecuali yang berhalangan karena kerja atau di luar kota," kata Arief.
Ia pun mengisahkan awal mula tradisi Idul Adha yang dilakukan warga Perumahan BSD hingga saat ini. Menelisik ke belakang, tradisi ini mulai digagas sekitar tahun 2003. Kala itu, proses berkurban, mulai pengumpulan calon muqorib (orang yang berkurban), pemotongan hewan kurban, pembungkusan daging hingga penyerahan ke mustahiq (orang yang menerima zakat), semuanya dipusatkan di Masjid Fathul Khoir, yang juga berada di wilayah Perumahan BSD Bontang.
"Dulu, warga seakan-akan tidak ada kepedulian dengan proses pengerjaan sapi kurban. Hanya sebatas bayar, sudah itu selesai. Habis shalat Idul Adha, nunggu di rumah, daging diantar ke rumah. Sementara panitia masjid karena orangnya terbatas, agak kewalahan memprosesnya. Bisa dikatakan, kedua tangan panitia keram semua," canda Arief.
Sejak saat itu, munculah ide dan pemikiran proses berkurban Idul Adha tahun berikutnya dilakukan oleh warga sendiri di lingkungannya masing-masing.
"Akhirnya Idul Adha selanjutnya, disepakati untuk dilaksanakan di beberapa tempat, tidak di masjid lagi. Mulai proses pengumpulan muqorib hingga akhir proses berkurban, membungkus daging kurban untuk mustahiq. Namun, survey dan jumlah mustahiq serta pendistribusiannya tetap dikoordinir oleh panitia Masjid Fathul Khoir," imbuh Arief.
Awalnya ide tersebut banyak yang menyangsikan. Namun berjalannya waktu hingga tahun 2008, akhirnya diikuti oleh RT-RT lainnya.
"Dan Alhamdulillah. Di tahun ini, hampir semua RT di BSD bisa melaksanakan pemotongan kurban sendiri. Ada yang satu RT, ada juga yang dua RT. Di wilayah kami ini, karena sudah sejak awal di sini, maka tradisi lama dan kebersamaan ini tetap kami jaga. RT 26 dan RT 27 tetap bareng-bareng," tutur pria yang bekerja di PT Pupuk Kaltim itu.
Di lingkungan Masjid Fathul Khoir dan Perumahan BSD ini, jumlah hewan kurban terbanyak berada di lokasi tempatnya berkurban, yakni 10 ekor sapi. Harga sapi kurban mulai dari harga Rp.17,5 Juta hingga Rp.30 Juta. Sedangkan untuk berat daging per ekornya, di estimasi sekitar 96 Kg hingga 170 Kg.
Lebih lanjut Arief menjelaskan, estimasi daging perolehan 10 sapi kurban tersebut sekitar 1.225 Kg atau 1,2 Ton. Rencananya yang akan didistribusikan ke mustahiq sebanyak 875 Kg. Dengan rincian, diserahkan ke Masjid Fathul Khoir sebanyak 534 Kg dalam bentuk bungkusan. Selanjutnya, juga melalui panitia Masjid Fathul Khoir, tiga sapi utuh tanpa kepala yang sudah disembelih, menyasar mustahiq tiga masjid di wilayah Kelurahan Gunung Elai dan Loktuan.
Diantaranya, Masjid Al Huda yang memperoleh sapi dengan estimasi daging sebanyak 140 Kg, Masjid Al Anshor dengan 105 Kg dan Masjid Al Zamzam dengan estimasi daging sebanyak 96 Kg. Pendistribusiannya pun diakomodir oleh panitia Masjid Fathul Khoir.
"Minimal 875, itu sudah melebihi 2/3 yang wajib didistribusikan ke mustahiq. Seharusnya 818 Kg saja. Itu estimasinya, bisa lebih dari itu. Apabila nanti ada kelebihan daging, kita sepakati bersama akan didistribusikan ke mustahiq juga," ungkapnya.
Menurut Arief, sistem berkurban yang diberlakukan warga Perumahan BSD sangat efektif. Artinya, seluruh elemen warga dilibatkan dalam proses berkurban. Ia mencontohkan yang terjadi di lingkungannya saat itu. "Bisa di lihat. Disitu ada Ibu-ibu yang memasak. Di bagian sana, para remaja dan bapak-bapaknya ikut membantu proses pemotongan sapi kurban. Ada juga yang menyayat daging. Ada yang menimbang. Semuanya bekerja, tidak ada yang menganggur," kata Arief sambil menunjuk warga yang sedang bekerja.
"Sedangkan anak-anak kecil, ikut menonton. Ini kan juga bagian pendidikan dan pembelajaran bagi anak-anak kita. Semuanya kita libatkan," tambahnya lagi.
Kedepan Arief berharap, masjid-masjid di Bontang lainnya juga menerapkan hal yang sama dengan tradisi yang dilakukan di Perumahan BSD dan lingkungan Masjid Fathul Khoir. Dimana masjid hanya berfungsi sebagai koordinator pendistribusian ke mustahiq saja. Dari segi panitia, juga akan lebih efisien.
"Sebenarnya tidak sulit. Yang dibutuhkan hanya penggerak di masing-masing RT. Jadi panitia masjid tidak perlu terlalu banyak. Akan efisien dan efektif, karena pekerjaannya menjadi lebih mudah. Semua proses, mulai pemotongan hingga pembungkusan daging kurban sudah dilakukan di tingkat RT. Panitia masjid tinggal mendistribusikan ke mustahiq saja," tutupnya.
Cara yang dilakukan warga perumahan BSD Bontang dan jamaah Masjid Fathul Khoir dalam berkurban memang terbilang unik. Warga di RT masing-masing saling bahu-membahu mengerjakan hewan kurban secara bersama-sama. Tampak keakraban dan kekeluargaan diantara warga. Tradisi ini terus dijaga warga perumahan selama belasan tahun. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |
Sumber | : Bontang TIMES |