Pesantren Luhurian, Gus Dhofir: Hidup bukan untuk Jadi Pemenang

TIMESINDONESIA, MALANG – Keluarga besar Pesantren Luhur Baitul Hikmah Kepanjen, Kabupaten Malang, atau yang populer disebut Pesantren Luhurian merayakan "hilang" tahun pesantren yang ketujuh, pada (12/10/2018) malam. Gus Dhofir menyampaikan, bahwa hidup bukan untuk jadi pemenang.
Peringatan hari lahir pesantren khusus mahasiswa yang telah genap berusia tujuh tahun ini mengetengahkan tema "Tugas kita dalam hidup ini bukan untuk menjadi pemenang, tapi tetap bersemangat."
Advertisement
Dalam sambutannya, pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah, Ach Dhofir Zuhry atau Gus Dhofir, beserta isteri, mengemukakan bahwa menjadi Kiai itu bukan obsesi, juga bukan prosesi, ia adalah kerja kemanusian demi mencerdaskan masyarakat.
"Kalau Anda mau sengsara tapi bahagia, silakan jadi pejuang kemanusian," ujarnya sembari menceriterakan awal datangnya santri.
"Saya tidak mendirikan pesantren, karena kami tinggal di kontrakan. Jadi, teman-teman ini nyantri di kontrakan," terang Gus Dhofir.
Perayaan itu dihadiri hampir seratus orang dari berbagai kalangan dengan berbagai latar belakang dan profesi, mulai dari masyarakat biasa, aktivis, komunitas, penyair, akademisi dan juga tokoh agama, di samping para alumni dan santri aktif.
Bahkan, beberapa di antaranya datang dari luar Jawa, yakni dari pulau Lombok dan pulau Raas, Sumenep, Madura.
“Mereka yang datang dari luar pulau Jawa adalah para alumni pesantren ini,” tutur Khoiron Nafis, Lurah Pesantren Luhur, yang malam itu juga menghadiahkan buku terjemahan karya Al-Ghazali yang telah diterbitkan sebagai hadiah "hilang tahun" Pesantren yang populer disebut Pesantren Luhurian.
Perayaan hilang tahun Pesantren Luhurian berlangsung meriah dan semarak. Selain dihibur oleh Luhurian Band, stand up comedy dan pementasan drama serta pembacaan puisi oleh pengasuh Pesantren.
Setelah tawasul dan shalawat Nabi, para alumni memberikan testimoni, serta pembacaan doa dan ramah-tamah. Nuansa pesantren yang kosmopolit segera menyeruak karena para santri yang berasal dari berbagai daerah sangat kental mewarnai perayaan tersebut.
Hal ini terbukti dengan banyaknya bahasa daerah dan dialek yang beragam, khususnya ketika pementasan drama.
Ada beberapa tokoh yang memberikan selamat serta motivasi kepada keluarga besar Pesantren Luhur Baitul Hikmah, khususnya para santri.
“Saya tidak menyangka, Pesantren ini akan tetap eksis sampai sekarang, tetap istiqamah membentuk karakter dan intelektualitas generasi muda. Saya teman sekaligus santri pertama beliau di Malang. Memang, kami alumni dari Pesantren yang sama, tapi beliau tetap guru saya. Saya telah menghatamkan beberapa kitab klasik kepada beliau,” ungkap Yatimul Ainun, sembari menceritakan sejarah awal Gus Dhofir merintis pesantren.
“Pesantren sederhana ini telah sejak awal berdiri sampai saya boyong tetap konsisten mengajarkan tasawuf dan filsafat, juga menulis. Inilah kawah candradimuka untuk calon penulis," kenang Rusydi Asy'ari, Lurah pertama pesantren Luhurian, yang belajar selama 5 tahun dibawah asuhan langsung Gus Dhofir.
"Didikan dan arahan beliau sangat berguna setelah saya bermasyarakat dan berkhidmat di dunia pendidikan. Kami para alumni tetap dibimbing oleh beliau, bahkan dua kali beliau mengirim tenaga pengajar dan KKN ke pulau Raas," cerita Rusydi.
Hal senada juga disampaikan oleh Aqiful Khoir dan Abdulloh Hamid, akademisi dan pendidik asal Pati Jawa Tengah.
“Jujur saja, saya sangat bangga dengan Gus Dhofir ini, seandainya waktu bisa diulang, saya ingin nyantri pada beliau dan menjadi luhurian seperti kalian,” ungkapnya berapi-api.
Acara diakhiri dengan pembacaan doa oleh salah satu alumni asal Lombok - NTB, Ahmad Patoni.
“Untuk para alumni Pesantren Luhurian, saya menyebut kalian sebagai almarhum atau yang dikasihi, dan bagi para santri yang masih mondok saya sebut kalian sebagai mayat. Artinya, harus sam'an wa tha'atan kepada Kiai atau ke Gus Dhofir,” pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Sumber | : TIMES Malang |