Lestarikan Kearifan Lokal, Pemkab Jembrana Gelar Lomba Merpati Terbang Tinggi

TIMESINDONESIA, DENPASAR – Lomba Burung Merpati Terbang Tinggi II Jembrana Cup tahun 2018, yang merupakan event tahunan untuk kembali digelar. Acara untuk melestarikan kearifan lokal ini digelar di lapangan Dauhwaru Jembrana, Bali, Minggu pagi (21/10/2018).
Lomba dibuka Sekda Jembrana I Made Sudiada mewakili Bupati Jembrana, bersama jajaran Forkompimda Jembrana , ditandai dengan pelepasan burung merpati keudara.
Advertisement
Dalam sambutannya, sekda I Made Sudiada mengatakan pelaksanaan lomba burung merpati terbang tinggi ini merupakan salah satu atraksi budaya khas Jembrana. Atraksi ini diharapkan mampu berdampak positif bagi pembangunan daerah khususnya disektor pariwisata yang berlandaskan Tri Hita Karana.
Konsep ini menurutnya, sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah yang mengembangkan sektor pariwisata berdaya saing, berbasiskan kearifan budaya lokal.
“ Konsep ini juga mengedepankan keterlibatan langsung masyarakat atau yang dikenal dengan istilah community based tourism,”papar Sudiada.
Ia juga berharap, pelaksanaan lomba ini tidak hanya mencari juara, namun menjadi ajang menjalin silaturahmi, tanpa melupakan sportifitas.
“Pembangunan di Jembrana akan lebih mudah apabila konsep menama braya ini senantiasa dipegang teguh, dengan menjalin kerukunan antar sesama warga, serta ikut membangun daerah bersama-sama,” ujarnya.
Sementara ketua Panitia Lomba , I Made Sumerta Utama mengatakan. kegiatan lomba kali ini diikuti 157 pasang burung merpati. Lomba terbagi menjadi 2 kategori, mores dan polos. Pemenang akan memperebutkan piala bergilir Jembrana cup II dengan total hadiah Rp 13,5 juta.
Sebagai bentuk pelestarian budaya, panitia juga disebutnya masih mempertahankan tradisi dan ciri khas lokal dalam pelaksanaan lomba. Seperti penggunaan stop watch menggunakan ceeng (tempurung kelapa) diisi air, alat penilai menggunakan acal-acal dan kulkul (ketongan) serta istilah-itilah lokal lainnya.
“Lomba ini merupakan warisan tetua dulu yang dikenal dengan arisan dedara, berkembang hingga dilombakan sampai sekarang. Biasanya digelar saat musim panen padi tiba,“ kata Sumerta. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |