Peristiwa Daerah

Gus Dhofir: HTI Menggali Kuburannya Sendiri di Indonesia

Kamis, 01 November 2018 - 06:48 | 338.32k
Pengasuh ponpes Luhur Baitul Hikmah Ach Dhofir Zuhry sebagai nara sumber saat menyampaikan materi dalam acara Seminar Nasional Bahaya Laten HTI, di Malang. (FOTO: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
Pengasuh ponpes Luhur Baitul Hikmah Ach Dhofir Zuhry sebagai nara sumber saat menyampaikan materi dalam acara Seminar Nasional Bahaya Laten HTI, di Malang. (FOTO: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Indonesia, dinilai menggali kuburannya sendiri. Karena menolak NKRI dan Pancasila dan ada indikasi ingin melawan Nahdlatul Ulama (NU).

Hal itu disampaikan Ach Dhofir Zuhri, Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah, yang juga Ketua STF Al-Farabi Malang, dalam Seminar Nasional "Bahaya Laten HTI di Indonesia" yang diselenggarakan oleh Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) NU Kabupaten Malang.

Advertisement

Seminar tersebut berlangsung di hotel Radho Syariah Malang (31/10/2018). "Sesungguhnya tidak ada masalah dengan radikalisme, tradisionalisme, fundamentalisme, bahkan liberalisme sekalipun," kata pria yang akrab disapa Gus Dhofir itu.

Yang keliru adalah penyalahgunaan dari itu semua. "Nazi di Jerman itu baik, tapi kalau berlebihan malah sangat bahaya. Pun juga narkoba, pada aspek-aspek tertentu malah baik. Sebelum menikah saya liberal atau bebas memilih perempuan manapun, tapi setelah menikah saya konservatif, bahkan ortodoks," ujarnya yang disambut gelak tawa ratusan hadirin.

Bahaya laten HTI dalam pandangan Gus Dhofir, adalah ketika sel-sel mereka berafiliasi dengan partai politik dan ormas tertentu. 

Mereka jelasnya, sudah lama membangun benih radikalisme dan siap merongrong kedaulatan NKRI, kapanpun dan di manapun. Nah, begitu Banser mengambil sikap tegas dalam bela Negara, apa tuduhan mereka?.

"Disinilah bahayanya HTI. Memang, sasaran tembak HTI adalah NU, bukan Banser. Kenapa? Ya NU ini pendiri Republik, penjaga NKRI. Ya kaum sarungan ini. Itu yang disasar HTI," terang Gus Dhofir. 

Pada saat yang sama, Gus Dhofir juga mengkritisi ramainya poster, pamflet dan pekik "NKRI harga mati" di dunia maya dan dunia nyata. 

Dalam pandangan gus Dhofir, adalah pendiri pesantren Al-Muttaqin Pancasila Sakti Klaten, almarhum KH Moeslim Rifa'i Imampuro atau akrab disapa Mbah Liem adalah orang pertama yang menggelorakan semboyan "NKRI harga mati" pada 1980-an. 

Tak terlalu populer pada masa Orde Baru, namun beberapa tahun terakhir semboyan ini kian membahana sehubungan dengan merebaknya isu SARA, politisasi agama, intoleransi dan mencuatnya gerakan separatis, bangkitnya sel-sel tidur perongrong kedaulatan Negara serta isu-isu makar menjurus kudeta. 

Pada setiap momen yang membahayakan NKRI itu, HTI selalu ambil bagian. "Kita, khususnya generasi milenial, lantas ikut-ikutan latah meneriakkan dan menyebarluaskan slogan itu tanpa tahu apa makna dan tujuannya, bagaimana tali-temali dan penjangkaran nilainya," papar Gus Dhofir.

Dari itu, Gus Dhofir mengajak umat Islam di Indonesia, untuk kembali ke sejarah: Singhasari, Majapahit, Kutai Martadipura dan lalu berganti Kesultanan Kutai Kartanegara, Mataram, Sriwijaya, Tarumanegara, Sunda Galuh alias Pajajaran, juga Kesultanan Samudera Pasai adalah negara-negara yang pernah kokoh berdiri.

Negara Adidaya di zamannya, yang kini telah ditelan masa silam. "Mengapa Pajang hanya berusia 18 tahun lalu redup dan padam, gerangan apakah yang menyebabkan Singhasari bubar hanya dalam 70 tahun? Karena banyak ancaman dan gerakan yang merongrong kedaulatan mereka, tanpa mereka sadari," tegasnya.

"Kita susah-payah mengorbankan nyawa demi Republik ini, lalu bani otak cingkrang dan kaum cuti nalar itu bawa ideologi khilafah. Dikiranya Pancasila tidak syar'i, UUD 1945 toghut, demokrasi kafir. Masih ingatkan, bagaimana nasib PKI setelah melawan NU?," tanya Gus Dhofir.

Selanjutnya, Gus Dhofir menjabarkan, kenapa Indonesia disebut wilayah? Karena kata dia, tanah dan air ini peninggalan para wali. Republik ini disujudi para ulama, didoakan para santri, didirikan oleh para Kiai, mana yang tidak islami?. "Nah, kalau HTI masih bikin ribut terus, itu artinya, mereka menggali kuburnya sendiri di Indonesia," pungkas Gus Dhofir.

Acara Seminar Nasional itu dihadiri berbagai kalangan. Mulai dari tokoh agama, santri, guru, aktivis, seniman, budayawan, anggota polri, ormas, mahasiswa dan puluhan eks HTI.

Seminar bertema "Bahaya Laten HTI di Indonesia", ditutup dengan deklarasi menolak HTI di Bumi Arema. Deklarasi dipimpin langsung oleh Sekretaris LTN NU Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarok. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES