Peristiwa Daerah

Longsoran Bukit Menjadi Penyebab Banjir Lumpur di Malang

Sabtu, 08 Desember 2018 - 21:21 | 50.29k
Kepala Desa Sidoasri, Sih Reno Wibowo dan para petugas PMI Kabupaten Malang saat menelusuri lokasi banjir lumpur dan batu. (FOTO: Widodo Irianto/TIMES Indonesia)
Kepala Desa Sidoasri, Sih Reno Wibowo dan para petugas PMI Kabupaten Malang saat menelusuri lokasi banjir lumpur dan batu. (FOTO: Widodo Irianto/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANGBanjir lumpur disertai "mengalirnya" bongkahan batu besar yang terjadi di muara, tempat parkir perahu kunting milik nelayan Desa Sidoasri, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur berasal longsoran bukit seluas 0,5 hektar di bagian hulu.

Karena longsoran tanah dan batu itu tak mampu menahan genangan air, akhirnya jebol dan membawa serta material lumpur dan batu-batu besar menuju bagian muara.  Sebenarnya lokasi kejadian itu bukan sungai tapi celah antara dua bukit disitu.

Advertisement

Tapi karena ada longsoran di salah sisi bukit seluas 0,5 hektar, tumpukan material itu tidak mampu menahan air yang terus bertambah karena hujan turun dengan derasnya. Genangan air beserta lumpur dan batu itu akhirnya ambrol dan menciptakan banjir. 

Tim dari PMI Kabupaten Malang yang tiba di lokasi mendapati puluhan perahu kunting rusak menjadi beberapa bagian dan sebagian lagi tertimbun lumpur dan batu. Sebagian batu-batu itu berukuran raksasa. 

"Alhamdulillah, waktu itu empat orang yang berteduh di bawah tempat parkir perahu itu berhasil menyelamatkan diri. Meski satu diantaranya mengalami patah tulang kaki. Dua diantaranya terlempar ke laut karena terbawa banjir. Seorang lagi terluka ringan juga karena terbawa banjir lumpur dan batu itu," kata Kasi Penanggulangan Bencana PMI Kabupaten Malang, Mudji Utomo di usai melakukan evakuasi, pertolongan di Balai Desa Sidoasri, Sabtu (8/12/2018) sore. 

Hujan deras yang kemudian disertai petir dan banjir di desa Sidoasri, diakui Kepala Desa Sidoasri, Sih Reno Wibowo sebagai bencana rutin tahunan. Karena datangnya rutin, maka yang pertama ia pikirkan setiap tahun adalah pola evakuasi penduduk. 

Karena itu hingga saat ia tidak berpikir tentang bantuan. "Toh yang selalu terjadi selama ini hanyalah air yang menggenangi rumah. Itu saja. Banjir paling besar terjadi tahun 2009. Waktu itu dua rumah hanyut," ujar pria yang akrab dipanggil Wiwik ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES