Inilah Dawuh Pengasuh Ponpes Nurul Jadid, KH Moh Zuhri Zaini Soal Pilpres 2019

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Pemilu 2019 kian dekat. Berkenaan dengan pesta demokrasi ini, TIMES Indonesia menyajikan wawancara soal Pilpres 2019 dengan KH Moh Zuhri Zaini, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid yang hari ini memperingati Harlah ke-70. Wawancara dilakukan oleh media internal di lingkungan Pondok Pesantren Nurul Jadid. Berikut hasil wawancaranya:
Bagaimana pandangan kiai terhadap tahun politik 2019?
Advertisement
Pemilu presiden 2019 merupakan pesta rakyat. Rakyat akan diberi kesempatan untuk melaksanakan kedaulatannya, dan sebagai warga negara untuk menentukan dukungannya melalui suara dalam pemilu.
Apa peran yang akan kiai ambil dalam Pemilu 2019 nanti?
Akan menggunakan hak pilih sebagai warga negara, namun tidak ikut kampanye sebagai partisipasi politik yang vulgar.
(Kiai Zuhri memang tidak berkecimpung dalam dinamika politik praktis secara langsung, karena akan berpengaruh besar terhadap pesantren).
Kiai Zuhri memilih peran sebagai pengenal dan pengajar pendidikan politik. Menurutnya, hal ini penting karena dengan pendidikan politik, masyarakat akan lebih melek terhadap pemimpin yang akan memimpin mereka selanjutnya dengan mencermati track record kehidupan mereka secara pribadi.
Selanjutnya, dengan pendidikan politik juga dapat membuka pandangan rakyat agar tidak mudah percaya dengan janji yang biasanya membuat decak kagum, namun tidak terealisasikan. Agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan hadiah uang (money politics) yang menggiurkan.
Karena yang lebih penting ialah pemimpin yang dapat mengemban amanahnya dengan baik dan mengutamakan kesejahteraan rakyat).
Mengenai isu-iu politik yang beredar tentang pilihan Nurul Jadid terhadap salah satu paslon, apa tanggpan kiai?
Nurul jadid menerima siapa saja yang datang bertamu dengan niatan silaturrahmi.
Apa alasan kiai tidak terlibat dalam politik praktis Indonesia seperti pendahulu kiai sendiri?
Pesantren saat ini memiliki santri atau bahkan wali santri yang memiliki aspirasi politik yang berbeda-beda. Pandangan yang berbeda-beda tersebut akan berdampak signifikan terhadap pondok pesantren. Sementara pondok pesantren ini tidak hanya diperuntukkan dalam kurun waktu 10 tahun, atau 20 tahun. Pesantren ini dibentuk untuk kurun waktu yang lama.
(Demi menjaga citra pesantren di mata santri, wali santri atau bahkan masyarakat tersebut, beliau memutuskan untuk tidak ikut serta dalam politik praktis).
Apakah menurut kiai, seorang kiai perlu terlibat dalam politik?
Secara pribadi saya tidak (terlibat politik praktis, red). Tapi kalau yang lain punya keahlian, ya silakan. Karena politik sendiri bukan hal yang tabu. Saya hanya khawatir, pesantren akan menjadi korban.
(Kiai lantas menjelaskan peran politik yang diambil sebagai pendidik pendidikan politik. Dengan pendidikan politik beliau bisa mencetak kader politik yang dapat berfungsi dengan baik ebagai pelaksana politik di Indonesia, yang dilandasi nilai keluhuran dan keislaman.
Menurut kiai, politik adalah proses mengatur orang-orang dalam organisasi. Namun dalam hal ini mencakup skala yang lebih luas).
Tertera dalam panca kesadaran santri (Pondok Pesantren Nurul Jadid, Red), yakni kesadaran berbangsa dan bernegara, juga kesadaran berorganisasi. Bagaimana aktualisasi nilai tersebut dalam konteks saat ini?
Berpolitik terlalu sempit jika hanya dikaitkan dengan politik praktis saat ini, seperti kampanye dan ikut parpol.
(Beliau menjelaskan, signifikansi pendidikan politik mengacu pada kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini yang masih awam dalam perpolitikan. Bahwasanya pelaku politik di Indonesia masih menganggap politik dengan kekuasaannya sebagai barang dagangan.
Dalam hal ini mereka yang memiliki finansial mumpuni, akan membeli jabatan yang mereka inginkan dengan memperalat rakyat agar memilihnya saat Pemilu. Hal ini berbahaya sekali karena kedaulatan dan kesejahteraan tidak bisa dibeli dengan materi dan seharusnya merupakan bukti nyata).
Bagaimana Pondok Pesantren Nurul Jadid mengambil sikap ke depannya dalam dinamika politik Indonesia?
Seyogyanya tetap menjadi lembaga pendidikan yang istiqamah mencerdaskan para santrinya dengan landasan akhlakul karimah dan tidak dapat dicampur adukkan dengan kepentingan-kepentingan politik manapun.
(Kiai Zuhri menganalogikan Pondok Pesantren Nurul Jadid dengan ideologi organisasi islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Yakni berperan sebagai wadah dalam mengayomi masyarakat).
Apa pesan atau amanat kiai terhadap kandidat yang terpilih nanti?
Siapapun yang terpilih nanti harus ikhlas dan tulus dalam mengemban amanahnya sebagai pemimpin. Jangan cari kerja atau nafkah dalam politik. Sebaliknya, pemimpin harus paham bagaimana melayani masyarakat dengan politik itu sendiri.
(Menurut KH Moh Zuhri Zaini, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid ini, pemimpin harus cakap dalam menggunakan dan memfungsikan jabatan yang diemban untuk melayani rakyat sebaik-baiknya demi kesejahteraan bersama). (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rizal Dani |
Sumber | : TIMES Probolinggo |