Meriahnya Tradisi Sambut Ramadhan di Nusantara

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ramadhan merupakan bulan mulia yang selalu dinanti oleh umat Islam, termasuk di umat Islam di Indonesia. Nah ada berbagai tradisi sambut Ramadhan di Nusantara yang menarik dan unik.
TIMES Indonesia telah merangkum berbagai tradisi turun temurun yang dilakukan warga menjelang Ramadhan. Apa sajakah itu?
Advertisement
1. Dugderan
Untuk menentukan awal Ramadhan, dugderan digelar. Tradisi ini sudah ada sejak tahun 1881 di Semarang Jawa Tengah. Hingga kini tradisi itu tetap dilestarikan, namun bukan untuk menentukan awal Ramadhan, namun lebih pada pesta rakyat dengan membunyikan bedug dan meriam.
Meski demikian, pada puncak dugderan, juga diumumkan awal puasa.
2. Nyadran
Kegiatan membersihkan makam leluhur menjelang Ramdhan menjadi kebiasaan warga Indonesia. Di Jawa Tengar kegiatan itu disebut Nyadran.
Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha (keyakinan). Sedangkan dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban. Kegiatan yang dilakukan antara lain pembersihan makan leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
3. Balimau
Tradisi ini dilakukan masyarakat Minangkabau. Menjelang Ramadhan, warga mandi menggunakan jeruk nipis pada kawasan tertentu yang memiliki aliran sungai dan tempat pemandian.
Latar belakang dari Balimau adalah membersihkan diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan Ramadhan, sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu menyucikan diri sebelum menjalankan ibadah puasa.
Secara lahir, mensucikan diri adalah mandi yang bersih. Kenapa menggunakan limau atau jeruk nipis? Sebab zaman dahulu belum ada sabun, dipercaya limau dapat minyak atau keringat di badan.
4. Meugang
Di Aceh ada tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat, dan yatim piatu menjelag Ramadhan. Mereka secara sukarela menyembelih kurban berupa kambing atau sapi di tradisi Meugang atau Makmeugang. Kegiatan ini dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yakni Ramadhan, Idul Adha, dan Idul Fitri.
Tradisi Meugang di desa biasanya berlangsung satu hari sebelum bulan Ramadhan atau hari raya, sedangkan di kota berlangsung dua hari sebelum Ramadhan atau hari raya. Biasanya, masyarakat memasak daging di rumah, setelah itu dibawa ke masjid untuk dimakan bersama tetangga dan warga lain.
5. Perlon unggahan
Perlon Unggahan pada dasarnya adalah tradisi ziarah kubur. Perlon Unggahan dilaksanakan seminggu sebelum Ramadhan di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Tradisi Perlon Unggahan dimulai dari mengunjungi makam Bonokeling tanpa alas kaki sambil menjinjing nasi ambeng (hidangan khas Jawa yang diletakkan di atas nampan dan diberi lauk pauk di sekelilingnya).
Di makam Bonokeling tersebut, enam Kasepuhan berdoa (ziarah) dengan khusuk. Kasepuhan tersebut terdiri dari Kasepuhan Kiai Mejasari, Kiai Padawirja, Kiai Wiryatpada, Kiai Padawitama, Kiai Wangsapada, dan Kiai Naya Leksana. Setelah itu, diadakan makan besar yang diramaikan oleh warga sekitar.
Tersedia berbagai macam makanan tradisional dan yang pasti harus ada adalah nasi bungkus, serundeng sapi, dan sayur becek (berkuah).
Uniknya adalah serundeng sapi dan sayur becek harus disajikan oleh 12 lelaki dewasa atau dapat disesuaikan dengan jumlah korban sapi yang disembelih. Setelah itu, biasanya para warga akan berebut makanan tersebut dengan mitos dapat menambah keberkahan di bulan Ramadhan.
6. Kirab Dhandhangan
Dulu, Sunan Kudus mengumumkan awal puasa di depan Masjid Al Aqsha atau kini lebih populer dengan nama Masjid Menara Kudus. Para santri berkumpul di depan masjid menunggu Kanjeng Sunan.
Setelah keputusan awal puasa itu disampaikan oleh Kanjeng Sunan Kudus, beduk di Masjid Menara Kudus ditabuh hingga mengeluarkan bunyi ‘dang… dang… dang’. Nah, dari suara beduk itulah, istilah Dhandhangan lahir.
7. Nyorog
Masyarakat Betawi mempunyai tradisi Nyorog sebelum Ramadhan. Kegiatan ini membagi-bagikan bingkisan kepada anggota keluarga atau tetangga.
Tradisi nyorog biasanya dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang usianya lebih tua. Biasanya ada ucapan meminta restu dan memohon agar diberi kelancaran menjalankan ibadah puasa.
8. Mungguhan
Tradisi Munggahan dilakukan oleh warga Sunda di Jawa Barat. Tradisi ini merupakan ajang berkumpulnya keluarga besar, sahabat, dan teman-teman untuk saling bermaafan sambil menikmati sajian makanan khas. Maksud dari tradisi ini adalah untuk mempersiapkan diri menuju puasa sebulan penuh.
Munggahan dilakukan oleh hampir semua golongan masyarakat Sunda dengan caranya masing-masing. Salah satu bentuk acara makan bersama yang dalam istilah orang Sunda disebut botram, dilakukan sambil bertamasya, baik di pegunungan, sawah, atau tempat wisata lainnya.
9. Gebyar Ki Aji Tunggal
Gebyar Ki Aji Tunggal adalah tradisi perarakan (karnaval) masyarakat Desa Karangaji, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Selain bertujuan untuk syiar, kegiatan Gebyar Ki Aji Tunggal ini juga dilakukan untuk mengingatkan masyarkarat Desa Karangaji agar melakukan persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, seperti menjaga diri dari maksiat dan meningkatkan amal ibadah.
10. Megibung
Di Bali ada tradisi Megibung. Yaitu upacara adat yang dilanjutkan dengan makan bersama. Sekelompok orang duduk bersila dan membentuk lingkaran. Di tengah lingkaran terhidang gundukan nasi beserta lauk-pauk di atas nampan. Mereka makan sesuap demi sesuap dengan tertib. Acara makan diselingi obrolan ringan.
Hingga saat ini tradisi Megibung masih dilaksanakan di Karangasem dan menjadi kebanggaan masyarakat setempat, terutama kaum Muslim saat bulan Ramadhan.
Satu porsi nasi gibungan (nasi dan lauk pauk) yang dinikmati oleh satu kelompok disebut satu sela. Pada jaman dulu satu sela harus dinikmati oleh delapan orang. Kini satu sela bisa dinikmati kurang dari delapan orang, seperti 4-7 orang.
Ada banyak tradisi sambut Ramadhan di Nusantara. Tentunya tradisi yang diturunkan nenek moyang itu memiliki tujuan yang baik dan bermanfaat.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |
Sumber | : TIMES Jakarta |