Jalan Bung Tomo Dipindah, Armuji: Pemkot Surabaya Menyepelekan Pahlawan

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Masyarakat Surabaya berkali-kali dibuat geleng kepala dengan keputusan Pemkot Surabaya. Setelah merubah dua nama jalan yakni Jalan Dinoyo menjadi Sunda dan Gunungsari menjadi Jalan Majapahit, kini ada kejutan baru wacana memindah Jalan Bung Tomo ke depan Gelora Bung Tomo (GBT).
Armuji, Ketua DPRD Kota Surabaya memberi komentar terkait inisiasi Pemkot yang membuat kecewa sebagian besar warga Kota Pahlawan.
Advertisement
“Pemkot berulang membikin hal yang mengejutkan masyarakat Surabaya,” papar Armuji, Selasa (16/7/2019).
Secara historis, Jalan Ngagel dan Jalan Kencana telah berubah nama sejak 2002 karena sepanjang jalan tersebut terdapat makam Bung Tomo.
“Masyarakat senang dan semua tahu jika sepanjang Jalan Raya Ngagel adalah Jalan Bung Tomo,” tandas Armuji.
Namun seperti petir di siang bolong, Pemkot kabarnya segera mengusung Jalan Bung Tomo ke Kawasan GBT. Padahal, tambah Armuji, pemberian nama sewaktu-waktu atau kapanpun tak bisa diubah.
“Jika ingin membikin nama baru, ya dinamakan Jalan Gelora Bung Tomo atau jalan yang namanya ada di sana,” tegasnya.
Terlebih berdirinya GBT masih baru daripada makam Bung Tomo. Armuji berharap Pemkot bertindak bijak dengan mencarikan nama pahlawan lain yang bisa disematkan di Area Kecamatan Pakal tersebut.
“Masa nama Bung Tomo ditaruh di daerah pinggiran tambak, itu menyepelekan Pahlawan Nasional, seenaknya sendiri. Intinya DPRD menolak perpindahan nama Bung Tomo ke GBT karena di sana merupakan kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan tambak,” ungkapnya.
Armuji juga bercerita jika Dedi Endarto, salah satu keluarga besar Bung Tomo, telah mengabarkan polemik tersebut kepada 4 orang putra Bung Tomo yang berdomisli di Jakarta.
“Empat hari lalu beliau mengabarkan kepada keluarga. Runtuhnya Rumah Radio Bung Tomo sudah cukup menggoreskan trauma,” ungkap Armuji.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini juga telah mengakuisisi Jalan Mawar dan berjanji membangun ulang Rumah Radio tersebut namun hingga hari ini belum terealisasi.
Keluarga Bung Tomo kemudian menggelar rapat dan menghubungi Armuji melalui telepon seluler untuk menyampaikan aspirasi, mengingat Bung Tomo adalah aset masyarakat Surabaya. Keluarga menyerahkan permasalahan tersebut kepada komunitas sejarah beserta wakil rakyat. Agar bisa menghormati makam Bung Tomo dipakai sebagai nama jalan.
Keluarga besar juga mengutus Bambang Sulistomo (anak kedua) untuk hearing jika dewan atau pemkot mengundang.
“Beliau siap hadir, harapannya masyarakat dan dewan bisa mempertahankan makam beliau,” pungkas Armuji.
Sementara itu, Kuncarsono Prasetyo, pemerhati sejarah, angkat suara mewakili elemen masyarakat yang menolak keputusan tersebut dengan berbagai pertimbangan historis.
“Kami menolak beberapa hal, yang menjadi pertimbangan salah satunya adalah karena sejarah penetapan jalan yang awalnya Bung Tomo belum ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Arek-arek Surabaya mendesak agar nama Bung Tomo masuk menjadi Pahlawan Nasional dengan proses yang panjang,” tegas Kuncarsono.
Perjuangan Arek-arek Surabaya telah dilakukan sejak tahun 2002, hingga 2008 tuntutan nama Bung Tomo sebagai Pahlawan Nasional baru terwujud. Sejak saat itu nama Bung Tomo turut diadopsi banyak kota sebagai nama jalan. Namun, hanya di Surabaya nama orator ulung tersebut memiliki sejarah perlawanan.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |
Sumber | : TIMES Surabaya |