Peristiwa Daerah

Kethek Ogleng, Seni Pacitan yang Kini Juga Diakui Daerah Lain

Selasa, 06 Agustus 2019 - 12:05 | 331.15k
Salah satu penampilan seni tari Kethek Ogleng. (Foto: Istimewa)
Salah satu penampilan seni tari Kethek Ogleng. (Foto: Istimewa)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PACITAN – Tarian tradisional yang mengandung berbagai tamsil kehidupan bernama Kethek Ogleng, sedang menjadi sorotan. Bukan saja karena "performance" nya yang menarik, melainkan posisinya yang dipersengketakan. Setidaknya, tiga daerah, yaitu Pacitan, Wonogiri dan Wonosari mengakui Kethek Ogleng sebagai kesenian tradisionalnya.

Pergelaran seni oleh para penari yang meniru gerak gerik monyet hutan atau kethek itu telah mulai dipagelarkan di Pacitan sejak tahun 1962-an. Pada saat ada tamu yang berkunjung ke pendopo, biasanya Kethek Ogleng pun menjadi salah satu menu jamuan.

Advertisement

Kethek-Ogleng-2.jpg

Adalah Sutiman, warga dusun Sompok, Desa Tokawi yang menggagas Tari Kethek Ogleng yang kini menjadi sorotan. Sekira tahun 1960-an saat sedang berkebun, ia bertemu dengan seekor monyet hutan. Gerak geriknya yang lucu cukup membuatnya terhibur sehingga penat dan capai berkebun menjadi hilang.

Gerakan monyet itu terbayang terus sesampainya di rumah. Bahkan keesokan harinya Sutiman bergegas ke kebun untuk memperdalam gerakan lucu si monyet. Namun, monyet hutan yang dicari tidak menampakkan batang hidungnya.

Penasaran, akhirnya Sutiman memutuskan untuk berkunjung ke kebun binatang di Surakarta untuk melakukan pengamatan lebih detail terhadap gerakan-gerakan monyet. Lantas, terciptalah enam gerakan dasar tari Kethek Ogleng itu.

Salah seorang pemerhati budaya Pacitan, Agus Hendriyanto menjelaskan, karena tragedi politik di tanah air, antara tahun 1965 sampai 1970, Kethek Ogleng sempat vakum. Baru kemudian saat Bupati Kusnan, Kethek Ogleng dipagelarkan lagi terutama sewaktu kampanye Golkar.

Agus menyayangkan minimnya rasa handarbeni masyarakat Pacitan. "Hanya saja, perhatian masyarakat dan Pemkab Pacitan yang kurang, menyebabkan tarian itu didaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri," katanya.

Ini bermula saat Bupati Wonogiri dijabat Begug Purnomosidi. Sekitar tahun 1990-an, para penari Kethek Ogleng mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Wonogiri. Mengingat secara geografis, posisi dusun Sompok itu berbatasan dengan lingkungan Kahyangan, Karang Tengah dan Karang Turi, Kabupaten Wonogiri.

Beberapa orang warga Jawa Tengah, Sukijo dan Samijan pun belajar tari Kethek Ogleng ke Sutiman. Akhirnya tarian dengan iringan lagu Suwe Ora Jamu itu pun berkembang pesat di daerah Wonogiri terutama Slogohimo. Kemudian didaftarkan ke Kementerian Pendidikan untuk mendapatkan akta Warisan Budaya Tak Benda Daerah Wonogiri.

Sementara itu, Gunung Kidul mengadopsi gerakan Anoman dari kisah Ramayana menjadikan tarian itu juga dengan nama Kethek Ogleng Wonosari dan telah mencatatkan Warisan Budaya Tak Benda dari Kementerian yang sama.

Menurut Bakti, yang juga pemerhati seni Kethek Ogleng, diperlukan penelitian yang jernih berdasarkan fakta historis agar budaya dan tari Kethek Ogleng itu semakin mendapatkan hati masyarakat. "Insya Allah bulan Oktober mendatang akan diadakan festival dan ketiga daerah siap untuk duduk bersama memajukan tari Kethek Ogleng," kata Bakti, yang intens mencermati Kethek Ogleng. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Madiun

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES