Peristiwa Daerah

Lapas Jember: RUU Pemasyarakatan Tetap Tidak Permisif Bagi Napi Koruptor

Kamis, 26 September 2019 - 22:56 | 272.80k
Andi Eko Sutrisno dari Bimbingan Pemasyarakatan dan Perawatan Lapas Kelas II A Jember. (foto: Dody Bayu Prasetyo/TIMES Indonesia)
Andi Eko Sutrisno dari Bimbingan Pemasyarakatan dan Perawatan Lapas Kelas II A Jember. (foto: Dody Bayu Prasetyo/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JEMBER – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU Pemasyarakatan) yang sempat menimbulkan polemik di tengah masyarakat mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Termasuk dari jajaran Ditjen Pemasyarakatan yang ada di daerah, di antaranya Lapas Kelas II A Jember, Jawa Timur.

Andi Eko Sutrisno dari Bimbingan Pemasyarakatan dan Perawatan Lapas Kelas II A Jember mengatakan bahwa perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) perlu dilakukan.

Advertisement

Karena menurutnya, UU tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat dan belum mengatur secara utuh kebutuhan pelaksanaan tugas pemasyarakatan.

"Selain itu masih terjadi kekeliruan atau tumpang tindih pemahaman tentang definisi ataupun makna pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan, dan tujuan yang akan dicapai dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan," terang Andi saat menjadi narasumber dalam Sosialisasi dan Diskusi (FGD) RUU Pemasyarakatan di Aula

Lapas Kelas II A Jember, Kamis (26/9/2019).

Andi yang sempat terlibat dalam penyusunan draf RUU Pemasyarakatan sebagai Sekretaris Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM tersebut menerangkan, perjalanan RUU Pemasyarakatan telah dimulai pada 2003.

"Jadi tidak benar kalau RUU ini dilakukan terburu-buru," ujarnya saat menyoal adanya penolakan terhadap RUU Pemasyarakatan di masyarakat.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa RUU Pemasyarakatan akan menghilangkan eksistensi Peraturan Pemerintah (PP) 99 tahun 2012 tentang Tata Cara Pemberian Hak dan Syarat terhadap Narapidana. Pertimbangannya, pemberlakuan PP tersebut selama ini disinyalir menjadi sebab terjadinya kelebihan kapasitas di dalam lapas, sehingga menumbulkan berbagai persoalan di dalamnya.

Meski, niat awal pemberlakuan peraturan pengganti PP Nomor 32 tahun 1999 tersebut adalah untuk menggandakan efek jera bagi pelaku kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

"Sebab di dalam PP tersebut pemberian hak pembebasan bersyarat kepada narapidana sangat kompleks dan rumit. Khususnya kepada narapidana kasus korupsi, terorisme, narkoba, genosida, dan perdagangan manusia," terangnya.

"Apalagi narapidana terbanyak di dalam lapas di seluruh Indonesia adalah narapidana kasus narkoba yang terkena imbas dalam PP ini. Jika dilanjutkan akan menyebabkan semakin menumpuknya jumlah narapidana di dalam lapas," ujarnya.

Kendati demikian, Andi menepis anggapan bahwa RUU Pemasyarakatan bersifat permisif pada narapidana kasus kejahatan luar biasa, salah satunya narapidana kasus korupsi, dengan mempermudah pemberian hak pembebasan dan cuti bersyarat.

"Untuk mendapatkan pembebasan dan cuti bersyarat kepada narapidana itu tidak sembarangan. Apalagi kepada narapidana koruptor. Kami tetap berkomitmen untuk memberantas korupsi," ujarnya.

Tidak hanya pemberiannya yang tidak bisa dilakukan sembarangan, Ardi mengungkapkan bahwa narapidana kasus korupsi dapat kehilangan hak pembebasan dan cuti bersyarat. Yakni melalui vonis hakim.

"Kalau kita ingin hak pembebasan bersyarat para koruptor itu dicabut dapat ditetapkan di pengadilan sesuai dengan KUHP dan RKUHP.  Sebagai contoh, misalkan si A sebagai narapidana koruptor. Dia divonis 8 tahun penjara, denda Rp 250 juta, dan pidana tambahan pencabutan hak pembebasan bersyarat," tutur dia.

"Sehingga berdasarkan vonis itu, kami hanya melaksanakan saja. Jadi kami nggak akan memberikan juga hak tersebut karena dicabut pengadilan. Itu sudah diatur di KUHP dan RKUHP," tambahnya.

Sebagaimana telah diberitakan, RUU Pemasyarakatan merupakan salah satu RUU yang memantik aksi protes dari masyarakat. RUU tersebut dinilai bakal mengikis efek jera bagi narapidana, khususnya narapidana kasus korupsi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Jember

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES