LSK PRI dan TUK CHNSA Gelar Kompetensi Refleksiolog Gelombang VI

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Lembaga Sertifikasi Pijat Refleksi Indonesia (PRI) bersama Tempat Uji Kompetensi (TUK) PRI CHNSA Sayang Anak di bawah naungan Yayasan CHNSA (Chitra Nusantara Sayang Anak) melaksanakan uji kompetensi pijat refleksi level 2 (asisten refleksolog) dan 3 (refleksolog) di Hotel Sahid Surabaya, Kamis (26/9/2019).
Acara dibuka oleh Kasubdit kurikulum Direktorat Pembinaan Khusus dan Pelatihan Kemendikbud, Dadang ST. Selain itu juga dihadiri oleh Ketua LSK PRI, Ketua Yayasan dan perwakilan walikota serta jajaran pejabat Pemkot Surabaya baik dari Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata, Dinas Sosial, perwakilan dari Kodim 0832 Surabaya Selatan serta Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi sebagai pemerhati kesehatan tradisional.
Advertisement
Peserta berjumlah 173 orang dengan 20 penguji dari beberapa daerah. Vivin Komalia, Ketua TUK CHNSA mengatakan jika acara ini bertujuan untuk menjembatani pengusaha dan terapis untuk bisa mendapatkan sertifikat negara menyongsong era MEA 2020.
“Agar para pengusaha terapis di Surabaya memiliki sertifikat legal, sertifikat ini berlaku di seluruh Indonesia dan juga manca negara,” terang Vivin.
TUK CHNSA Sayang Anak sendiri adalah satu-satunya nya TUK PRI-Pijat Refleksi Indonesia di Surabaya. Di mana TUK dalam satu kabupaten hanya memiliki satu perwakilan.
TUK Sayang Anak bekerja sama dengan beberapa LKP menerima peserta ujian dan mengadakan pelatihan, salah satunya dengan LKP Amoeskin.
“Di Surabaya sendiri TUK Sayang Anak sudah mengadakan ujian dan 600 peserta telah tersertifikasi dari gelombang sebelumnya,” jelas Vivin.
Sebelum mengikuti kompetensi, peserta mengikuti pembelajaran dari tim pendidik dengan kurikulum berbasis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Meliputi tatap muka, pengerjaan tugas, simulasi dan kerja kelompok .
Mukini, Pendidik dan Penguji Pijat Refleksi Indonesia sekaligus Ketua LKP dan LPK Amoeskin Griya Terapist Tulung Agung mengatakan, jika tim pendidik menggunakan beberapa teori berupa media pembelajaran gambar, teori maupun voice melalui grup sebagai materi pengetahuan.
Lulusan level dua diharapkan mampu menguasai anatomi tubuh manusia dan titik refleksi. Namun pada level tiga anak didik harus bisa menangani kasus dan menguasai ilmu mulai fisiologi hingga patologi seperti sendi, otot dan tulang.
Pembelajaran juga melalui diskusi secara aktif melalui teknik Pembelajaran Orang Dewasa (POD) serta Attitude, Skill dan Kemampuan (ASK). Di Surabaya sendiri tercatat sekitar 600 peserta telah tersertifikasi.
“Tingkat ketidak kompetensian di Surabaya sangat minim sekali. Kita sebagai tim TUK merasa tertantang karena orang Surabaya berbeda dengan daerah lain dan berbeda secara kultur,” terang Budi Santoso, ketua panitia, seraya berharap pemerintah juga akan memberikan apresiasi kepada pendidik atas upaya melatih para refleksiolog dan pentingnya sertifikasi.
Dadang ST, Kasubdit Kurikulum dari Direktorat Pembinaan Khusus dan Pelatihan Kemendikbud menyampaikan jika peran pemerintah dalam hal ini adalah penjaminan mutu juga dinas kesehatan.
Melalui pengawalan dalam proses pembelajaran dan uji kompetensi yang bermutu dan bermartabat sebagai pintu terakhir untuk menguji kesiapan masuk dalam dunia kerja.
Mengingat potensi industri refleksi semakin meningkat seiring kesadaran masyarakat akan orientasi kesehatan salah satunya melalui refleksiologi guna menjaga kebugaran.
Pemerintah melakukan penjaminan mutu refleksiolog melalui regulasi berupa proses pembelajaran untuk mencapai standart kompetensi dengan membekali ketrampilan kerja.
“Dalam ujian ini refleksiolog harus menguasai kemampuan teknis dalam pelayanan dan praktek, teori maupun ujian lisan,” terang Dadang.
Kemendikbud juga berencana akan berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk menggelar uji kompetensi serupa. Karena selama ini sertifikasi refleksiolog di daerah belum merata.
“Tentu ini akan sangat membantu jika betul memberikan pengakuan akan potensi tersebut,” kata Dadang.
Rizky (24), salah satu peserta dari Lembaga Pesona Refleksi Surabaya, mengikuti kegiatan uji kompetensi Kemendikbud dan LSK Pijat Refleksi Indonesia (PRI) tersebut karena ingin belajar dan menambah ilmu. ”Selain mengantongi sertifikat sebagai bekal mengembangkan kemampuan,” ucapnya..(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |
Sumber | : TIMES Surabaya |