Peristiwa Daerah

Doa Sesepuh Kota Batu Agar Kejadian PKI Tak Terulang

Selasa, 01 Oktober 2019 - 16:45 | 137.20k
Pemkot Batu menggelar upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Stadion Gelora Brantas dipimpin oleh Wali Kota Batu, Dra Hj Dewanti Rumpoko M.Si. (Humas Pemkot Batu/TIMES Indonesia) 
Pemkot Batu menggelar upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Stadion Gelora Brantas dipimpin oleh Wali Kota Batu, Dra Hj Dewanti Rumpoko M.Si. (Humas Pemkot Batu/TIMES Indonesia) 
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BATUSesepuh Kota Batu berdoa agar jangan sampai gerakan pemberontakan seperti yang dilakukan PKI tahun 1965 terulang Iagi di Indonesia. 

Ketegangan tidak hanya terjadi di Ibu Kota, namun juga diseluruh daerah di Nusantara. Doa ini diucapkan oleh Haji Ridwan Hasan, 88 tahun, warga Jl Lesti, Kelurahan Ngaglik ini. 

Advertisement

Dewanti.jpg

Mantan Laskar Hizbullah ini mengatakan saat itu situasi tidak menentu. Ketegangan ada dimana-mana dan anggota PKI terus meneror para tokoh agama. 

“Mudah-mudahan jaman itu tidak terulang lagi, kasihan rakyat. Mencari makan saja  sulit, harus berhadapan dengan kondisi tidak menentu seperti saat itu,” ujar laki-laki yang akrab disapa Togog ini. 

Cerita Gerakan PKI di Kota Batu

Gembong PKI yang bernama Libi mengancam akan menangkap para kyai yang ada di Kota Batu salah satunya adalah KH Ilyas yang tinggal di Macari (kini bernama Lahor) dan KH Kholil yang saat itu tinggal di Jl Munif.

“Pentolan PKI ini mengancam akan menangkap dua kyai ini, kemudian memaksa dua kyai ini merangkak dari rumahnya ke depan Masjid An Nur. Disitu mereka akan memaksa dua kyai ini untuk menjadi tandak (penari-red),” ujar Togog.

Ancaman ini tentu saja membuat panas kalangan agama, terutama NU dan Muhammadiyah. Dua ormas agama ini merapatkan barisan, bersiap untuk menghadapi serangan PKI kala itu.

“Banser sudah diisi (doa untuk kekebalan) saat itu, pokoknya sudah siap,” ujarnya.

Togok menceritakan saat itu tidak ada partai yang sekuat PKI. Ia menduga kekuatan PKI ini dikarenakan ada pasokan dana dari sekelompok orang yang bukan berasal dari Indonesia. 

Jumlah anggota PKI sangat besar yang tersebar di seluruh daerah, meski menurut Togog saat itu banyak juga yang hanya ikut-ikutan.

Di Kota Batu saat itu beberapa daerah dinamakan kawasan merah, karena seluruh warganya anggota PKI. Warga yang tidak bersedia bergabung akan dipaksa gabung lewat teror yang dilakukan oleh para anggota PKI.

“Tidak sampai ada yang dibunuh, namun hanya diteror psikis. Kalau ditawari tidak mau, keesokan harinya rumahnya pasti sudah dicat lambang palu arit warna hitam,” ujar Togog.

Sekitar tahun 1964-1965, organisasi ini semakin bertambah kuat, karena beberapa pentolan PKI dikirim ke lubang buaya untuk mengikuti pelatihan khusus.

Togog menyebut, Ketua PKI saat itu seorang yang berasal dari Indonesia Timur yang bernama Libi. Dalam lingkaran Libi, ada beberapa nama pentolan PKI lain yang bernama Ruslan, Sukadi dan Suwarno.

“Mereka inilah yang dilatih khusus di lubang buaya, lain-lainnya hanya ikut-ikutan,” ujarnya.

Anggota PKI di Kota Batu bukan hanya dari kalangan sipil saja, kalangan TNI dan Polri pun disusupi. Bahkan ada salah satu satuan TNI Angkatan Darat di wilayah Malang Barat sudah pecah menjadi dua saat itu.

Upacara-Hari-Kesaktian-2.jpg

“Pada peristiwa 1965, sudah ada pasukan yang akan dikirim ke Jakarta pada HUT TNI, sebenarnya saat itulah pemberontakan akan dilakukan, karena semua membawa senjata. Tapi rencana itu digagalkan oleh Allah SWT,” ujarnya.

Selain menguasai beberapa desa dan kamp militer, pusat PKI di kota wisata ini berada di daerah Stamplat (terminal) yang dahulu berada tepat di belakang Batu Plasa. Ditempat itu berdiri monumen besar lambang PKI, Palu – Arit.

Ditempat itu, Libi selalu menggalang massa untuk melakukan rapat dan mengadakan kegiatan kesenian, seperti tandakan (tarian) atau berbagai kegiatan lainnya. PKI selalu menggunakan karnaval HUT RI untuk show of force kepada masyarakat. Atau pada saat kampanye, hingga suatu saat PKI melakukan perang urat syaraf kepada kelompok agama. 

PKI juga menguatkan cakar kekuasaannya dengan aksi bagi-bagi tanah di wilayah Kelurahan Ngaglik. Namun ketegangan tidak sampai mengakibatkan bentrokan berdarah, karena meletus peristiwa pemberontakan PKI di Jakarta 30 September 1965.

Seiring perkembangan politik di Jakarta ini, militer di daerah, termasuk di Batu mengadakan pembersihan anggota PKI. Kala itu ribuan anggota PKI ditahan di Koramil Batu yang berada di Jl PB Sudirman (kini toko Cipto).

Gang Garasi Ngaglik dahulu merupakan penjara Koramil Batu penuh berisikan ribuan anggota PKI dari berbagai daerah, seperti Kepanjen, Sengguruh hingga luar Kota. Sebagian besar merupakan anggota PKI yang sedang dilatih perang di Alas Klangon, Kasembon.

Ditangkapnya pentolan PKI oleh militer ini membangkitkan keberanian warga, mereka merobohkan monumen palu arit di stamplat. Beberapa anggota PKI lari ke kawasan Bumiaji dan banyak yang mengubah identitas mereka.

Togog mengatakan PKI adalah sebuah bahaya laten, otaknya hanya ada beberapa, namun banyak pendukung yang tidak tahu menahu malah terdorong untuk membela PKI.

“Sampai sekarang masih ada, mereka ingin negara kita jadi negara komunis, mereka anti Pancasila dan anti agama. Lawannya hanya iman didada. Kalau ada yang akan merusak agama Allah SWT, buka dadamu, kita harus perangi,” ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Rizal Dani
Sumber : TIMES Batu

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES