Peristiwa Daerah

Jembatan Bogem dan Bendan Bukti Heroik Perlawanan Taruna Akmil Melawan Belanda

Minggu, 13 Oktober 2019 - 10:44 | 135.30k
Suasana pemasangan tetenger atau prasasti di kedua tempat bersejarah tersebut, Sabtu (12/10/2019). (FOTO: Dwijo Suyono/TIMES Indonesia)
Suasana pemasangan tetenger atau prasasti di kedua tempat bersejarah tersebut, Sabtu (12/10/2019). (FOTO: Dwijo Suyono/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Pembina Ikatan Keluarga Akademi Militer Yogyakarta, Indrojono Soesilo mengatakan, dua jembatan yang menjadi penghubung antara Yogyakarta dengan wilayah sekitarnya menjadi saksi bisu kerasnya perlawanan para pejuang yang menyandang kadet atau taruna  Akmil (Akademi Militer) Yogyakarta di tahun 1949.

Jembatan ini berhasil di bom oleh para pejuang Indonesia pada masa itu untuk menahan laju tentara Belanda masuk ke Yogyakarta. Peledakan jembatan tersebut di Motori oleh kadet Herman Yohanes yang dikenal sebagai ahli peledak.

Advertisement

“Selain mengenang jasa para gerilyawan atau pahlawan ketika itu, pemasangan tetenger (tanda) dimaksudkan pula untuk memberikan inspirasi serta memperkuat sumberdaya manusia generasi muda dan sebagai karakter bangsa,” kata Indrojono Soesilo di sela pemasangan tetenger atau prasasti di kedua tempat bersejarah tersebut, Sabtu (12/10/2019).

Jembatan Bendan dan Bogem, papar Indrojono, merupakan penghubung jalan antara Yogyakarta dan Solo. Keberadaannya sangat vital ketika itu, untuk lalu lintas tentara Belanda. Guna mengganggu pergerakan tentara Belanda, para gerilyawan yang terdiri dari para taruna Akademi Militer berinisiatif mengebom dua jembatan tersebut.

“Pengeboman dibantu atau dilakukan oleh seorang dosen UGM, Ir Herman Johannes, ketika itu. Meski untuk jembatan Bogem tak bisa hancur total karena konstruksinya yang sangat kuat, tapi upaya para gerilyawan pada saat itu mampu menghambat pergerakan tentara Belanda,” tutur Indrojono.

Kisah heroik para gerilyawan itu perlu diungkap kembali guna mengingatkan, generasi muda saat ini, bahwa kemerdekaan itu tidaklah mudah . Harus direbut melalui perjuangan yang berat.

“Meski ketika itu masih berstatus sebagai taruna tapi mereka berani bergerak untuk mengangkat senjata melakukan perang gerilya guna mengusir penjajah,” ujar Indrojono.

Dalam pemasangan tetenger yang disaksikan pula oleh beberapa anggota Ikatan Keluarga Akademi Militer Jogja, bahkan puteri sulung almarhum  Herman Johannes yang bernama Cristine dikisahkan pula bahwa, jembatan Bendan yang terletak didepan resto Sendang Ayu  itu berhasil dihancurkan pada 24 April 1949.

Pengemboman yang dilakukan oleh pasukan gerilyawan Akademi Militer yang tergabung dalam Sub-Wherkreise 104, WK-III, memaksa tentara Belanda harus memutar hingga kota Salatiga jika hendak melakukan perjalanan dari Solo ke Jogja atau sebaliknya.

“Jadi pengeboman jembatan Bendan cukup strategis karena mampu merepotkan tentara Belanda,” ungkap Indrojono.

Pengeboman jembatan Bogem dilakukan pada 15 januari 1949, pukul 21.00 oleh peleton H1 dan H2 dari Pasukan Gerilya Akademi Militer Yogyakarta. Juga bersama ahli demolisi Herman Johannes. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan
Sumber : TIMES Yogyakarta

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES