Peristiwa Daerah

Kisah Mantan Ibu Tiri Kuasai Harta Warisan Ayah Kandung di Surabaya

Senin, 09 Desember 2019 - 18:07 | 988.21k
Anak - anak almarhum Agus Juanda selaku ahli waris menggelar aksi protes di depan halaman rumah Jalan Sapudi 2, Surabaya, Senin (9/12/2019). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Anak - anak almarhum Agus Juanda selaku ahli waris menggelar aksi protes di depan halaman rumah Jalan Sapudi 2, Surabaya, Senin (9/12/2019). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Malang nasib Rosemawati Go (49). Ia dipukul mantan ibu tiri saat hendak pulang ke rumah peninggalan almarhum ayahnya di Jalan Sapudi Nomor 2, Surabaya.

Niatnya pulang ke rumah bukan tanpa sebab. Ia hanya pegawai rendahan yang belum mampu membayar kontrakan sendiri. Sedangkan suaminya cuma pekerja serabutan.

Advertisement

Rosemawati adalah anak kedua, ia memiliki dua orang saudara kandung lain yaitu Rose Sana Go dan Eka Putra Juanda alias Go Tjun Hauw.

Mereka bertiga anak dari almarhum Agus Juanda alias Go Lien Swie dan Kho Giok Tjoe. 

Sejak 1978, mereka sudah diboyong oleh ayah dan ibunya menempati rumah seluas 318 m2 di Jalan Sapudi. 

Selang 12 tahun kemudian, sang ibu berpulang. Kemudian, ayahnya menikah lagi dengan Lim Khin Tjha tanpa dikaruniai anak. Istrinya tersebut juga meninggal dunia. 

Pada tahun 2001, Rose Sana Go menikah dan diboyong oleh suaminya, disusul Eka menikah pada 2003 dan keluar dari rumah. Tinggal Rosemawati Go menemani ayahnya.

Selanjutnya, ayahnya menikah lagi dengan istri ketiga atau ibu tiri kedua bernama Siauw Tjin San (Henny) pada 2005 silam. Rosemawati tinggal bertiga di rumah tersebut.

"Selama ada ayah dan Rosemawati kami masih sering menengok," terang Eka Putra Juanda diamini oleh Rose Sana Go, Senin (9/12/2019).

Agus-Juanda-selaku-ahli-2.jpg

Rosemawati kemudian menyusul menikah pada 2010 silam. Ia lantas dibawa suami tinggal bersama mertua di Kawasan Demak, Surabaya. 

Meskipun telah berkeluarga semua, mereka kerap menengok ayahnya. Terlebih, beberapa tahun terakhir Agus Juanda sakit. Saat berjalan pun harus dibopong. Tepat akhir tahun 2018, muncul kabar duka. Agus Juanda meninggal dunia. 

Selama menikah dengan Henny, Agus Juanda juga tidak memiliki anak dari hasil pernikahan tersebut.

Otomatis usai kepergian Agus Juanda, ia hanya tinggal sendiri bersama seorang pembantu. Kebetulan, Rosemawati juga ingin pulang karena rumah mertua terlalu banyak penghuni.

"Nah, Rosemawati waktu itu sudah diboyong suami ke rumah mertua namun banyak penghuni dan mau kembali pada rumah orang tua kami saat ini," kisahnya.

Secara ekonomi, Rosemawati memang kurang beruntung. Ia tinggal bersama di rumah mertua yang terbilang tidak layak huni. Sehingga Rosemawati mengajak suaminya untuk tinggal di rumah peninggalan orang tuanya itu.

Kedua kakaknya juga belum bisa banyak membantu dalam finansial, sebab masih sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka sehari - hari.

Hingga pada 12 November lalu, Rosemawati meminta ijin pada Henny agar diperbolehkan tinggal di rumah peninggalan ayah dan ibu kandungnya itu. Karena sebagai ahli waris, ia belum memiliki rumah sendiri.

Namun sungguh menyedihkan, mantan ibu tiri justru menghalang - halangi bahkan sempat memukul punggungnya. 

Tidak hanya itu saja, ia juga mengusir serta dengan arogan memanggil petugas Polsek Gubeng untuk datang.

"Upaya mengusir itu gagal karena polisi mendapat klarifikasi dari lawyer kami tentang status kami sebagai ahli waris," kata Eka menegaskan.

Usai polisi dan lawyer meninggalkan tempat, Rosemawati meminta bantuan saudara almarhum ayahnya bernama Agustiawan untuk memediasi.

Mediasi itu sekiranya membuahkan hasil. Henny berjanji mengijinkan masuk ke rumah tersebut keesokan harinya dengan memberikan anak kunci serep.

Alih - alih menyepakati ucapannya sendiri, Henny justru mengganti gembok. Sehingga saat Rosemawati datang tetap tidak bisa masuk.

Padahal, ahli waris sudah mempunyai itikad baik di atas tertulis bahwa Henny boleh tinggal di rumah tersebut seumur hidup."Tapi biarkan kami tinggal di situ sampai minimal punya uang untuk mengontrak rumah sendiri," tutur Rosemawati.

Gelar Aksi Pasang Tenda

Karena tidak kunjung menemui titik terang, Rosemawati bersama kedua saudaranya nekat menggelar aksi protes. Mereka memasang terpal atau tenda di depan rumah Jalan Sapudi 2.

"Kami datang ke sini ingin meminta keadilan karena salah satu saudara kami atau kakak saya masih belum punya rumah," kata Eka mewakili.

Dengan harapan, Henny bisa menemui mereka dan membicarakan hal tersebut secara baik - baik. "Soalnya kami tidak diperbolehkan masuk, beberapa kali sudah melakukan mediasi tapi nggak ada titik temu," terangnya.

Beberapa mediasi gagal dilakukan, baik dengan saudara almarhum, kuasa hukum maupun camat setempat. Hasilnya nihil.

Henny Kantongi Surat Wasiat 

Kuasa hukum dari para ahli waris, Sujiono, S.H, M.H, mengatakan, perbuatan tersebut dilakukan oleh Henny karena merasa mengantongi surat wasiat dari almarhum Agus Juanda. 

Pengacara lawan mengklaim bahwa Henny mempunyai hak penuh berdasarkan surat wasiat tersebut.

Sehingga Henny terus memusuhi ketiga anak tirinya. Sementara rumah tersebut adalah harta gono gini milik Agus Juanda dengan istri pertama.

"Enam bulan setelah ayahnya meninggal, Ibu Henny mendeklarasikan punya surat wasiat dan menghalangi anak - anak tersebut masuk rumah," kata Sujiono.

Fakta mencengangkan, lanjutnya, adalah surat wasiat tersebut dibuat pada tahun 2016 saat kondisi Agus Juanda kritis. 

"Mereka heran kenapa ayahnya tidak membicarakan pembuatan surat wasiat tersebut dengan para ahli waris," ungkapnya.

Surat wasiat tersebut pernah diperlihatkan pada bulan keenam sepeninggal Agus Juanda, Desember 2018.

"Nah, pada istri ketiga ayahnya memberi wasiat, prinsip wasiat itu tidak boleh merugikan ahli waris. Jadi yang diberikan wasiat tadi sebagian masih ada hak para ahli waris," tegas Sujiono.

Menurut hukum waris, rumah tersebut adalah harta gono gini dari Agus Juanda dengan istri pertama. 

Agus-Juanda-selaku-ahli-3.jpg

"Pertanyaannya kenapa ini diwasiatkan kepada istri ketiga tanpa sepengetahuan anak - anaknya, ini yang menjadi konflik," sambung pengacara dari Garuda Law Firm tersebut.

Sementara, anak - anak selaku ahli waris menuntut menempati rumah orang tua mereka. Meskipun hanya disediakan satu kamar saja untuk tinggal hingga mampu mengontrak sendiri. 

Sujiono menambahkan, dalam hukum waris terdapat hukum waris secara Islam, perdata dan secara adat. Karena mereka bertiga adalah Nasrani dan warga keturunan, maka berlaku hukum waris secara perdata.

"Minimal mereka harus mendapatkan warisan dari orang tua," tandasnya.

Dengan hitungan, lima puluh persen bagi orang tua dan lima puluh persen bagi ibu kandung. Karena sang ibu sudah meninggal, maka, warisan itu bisa dialihkan ke anak - anaknya. Jadi, tidak dikuasai oleh mantan ibu tiri.

"Karena 50 persen ini orang tuanya meninggal diwasiatkan kepada orang lain itu sah saja kita tidak melarang wasiat itu. Namun yang lima puluh persen sisa punya ibu harusnya menjadi hak anaknya," paparnya.

Secara de facto, para ahli waris memiliki hak untuk menempati rumah itu. Hak waris harus dipenuhi, tapi kenyataannya secara de facto dikuasai oleh mantan ibu tiri.

"Klien saya ini menuntut haknya sebagai ahli waris, ada de facto sama de jure. Kalau sudah de jure ini masalah hukum perlu menyelesaikan di pengadilan tapi ini nggak akan selesai - selesai," urainya.

Hak waris anak seharusnya adalah sebesar 100 persen. Namun permasalahannya, ada hak wasiat yang diberikan oleh ayah kandung.

Dia menegaskan, secara aturan, rumah itu adalah harta asal. Sehingga, seharusnya Henny tidak mendapatkan bagian sama sekali.

"Nggak dapat makanya mungkin waktu itu dikasih wasiat karena hukumnya seperti itu. Makanya, prinsip wasiat tidak boleh merugikan ahli waris," ungkapnya.

Karena para ahli waris yang memiliki hak secara de facto tidak boleh menempati dan diusir, tim kuasa hukum mencoba menyelesaikan secara kekeluargaan melalui mediasi lebih lanjut. 

"Kami akan mencoba menyelesaikan secara kekeluargaan. Kita mohon kepada aparat Muspika, tadi telah dilakukan mediasi di Kecamatan Gubeng namun yang bersangkutan Bu Henny tidak mau datang," tambah Sujiono.

Mediasi dan upaya tersebut sangat diperlukan untuk membentuk opini hukum. Bahwa masuknya para ahli waris ini di rumahnya sendiri bukan merupakan perbuatan melawan hukum. 

"Karena Henny bersama kuasa hukumnya ngotot kita nggak boleh masuk, nanti kita sudah prediksi akan ada laporan kepolisian. Opini inilah yang menggiring kebenaran ini sehingga kita tidak disalahkan secara hukum," pungkasnya.

Sementara itu, saat hendak dikonfirmasi, mantan ibu tiri Rosemawati Go ini tidak bisa ditemui. Rumah di Jalan Sapudi 2, Surabaya terkunci bahkan juga tidak bisa dihubungi melalui telepon seluler pribadi milik Eka. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES