Festival RUBI 2019, Prof. Zudan: Ada Kesamaan Menata Bonsai dan Birokrasi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ada yang menarik dan tampak berbeda di halaman Direktorat Jenderal Dukcapil, Kemendagri, Jl. Pasar Minggu, karena dipenuhi ratusan bonsai yang dipajang apik, tertata harmonis dengan lay out yang serasi.
Usut punya usut, ternyata di sana sedang berlangsung Festival Bonsai yang diikuti oleh ratusan bonsai terbaik dari Jakarta, Jabar, Bangka, Banteng, Jateng dan DIY. Festival bonsai ini merupakan bentuk apresiasi dalam rangka HUT ke 3 Rumah Bonsai Indonesia atau RUBI.
Advertisement
Keunikan seni bonsai inilah yang dibawa oleh Ketua Umum Rumah Bonsai Indonesia (RUBI) Prof. Zudan Arif Fakrulloh untuk dikolaborasikan dengan 'seni' mengelola birokrasi dan seni mengelola pohon yang dikerdilkan alias bonsai.
Menurut Prof. Zudan yang juga Dirjen Dukcapil Kemendagri ini, pekerjaan membonsai atau mengkerdilkan tanaman membutuh ketelitian, kesabaran, ketekunan yang membuahkan keindahan. Bonsai sebagai mahakarya adalah hasil kerja nyata melalui proses tata kelola berupa perawatan yang dilakukan dengan penuh ketekunan, kesabaran dan rasa cinta.
Bila sedang santai, Prof. Zudan kerap menyempatkan diri untuk menyiram puluhan koleksi tanaman bonsai di rumahnya yang asri di bilangan Bekasi. Ada lebih 50 tanaman bonsai yang terpajang di rumahnya. Mulai jenis beringin, anting putri, serut, jeruk kingkit, loa, lohansung, arabica, sampai jambu biji.
"Ketika sudah menjadi mahakarya, nilai bonsai pun menjadi meningkat berkali-kali lipat. Inilah sebetulnya esensi dari tugas birokrasi. Melahirkan mahakarya pelayanan publik dengan proses tata kelola tadi. Kalau tidak dengan karya nyata mustahil menjadi mahakarya," ujar Prof. Zudan kepada TIMES Indonesia, Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Festival ini akan berlangsung sejak 11 hingga 16 Desember 2019. Banyak bibit-bibit bonsai berkualitas yang dijual dalam festival bonsai RUBI ini. Harganyapun terjangkau untuk masyarakat awam maupun bonsai-bonsai untuk kelas kolektor.
Menurutnya, ada nilai-nilai filosofi tersendiri di balik menanam bonsai. "Bonsai itu simbol dari pohon besar yang bisa ditata. Di situ kita butuh kesabaran, ketelatenan, butuh seni. Bonsai bisa dibentuk, bisa didesain, bisa diarahkan. Akhirnya menikmati. Kita menikmati prosesnya, proses membentuk, mengarahkan, proses berkawan dengan para bonsainer, berkomunikasi, berdialog, bertukar pohon, bertukar pengalaman," tuturnya.
Jadi, kata Prof. Zudan, dalam seni dan birokrasi itu ada kesamaannya, yaitu membutuhkan tata kelola atau manajemen. Lebih jauh ia menjelaskan, esensi birokrasi sejatinya adalah “berkarya tanpa batas, berkreasi tanpa henti.”
Kalimat indah yang menjadi tagline RUBI ini sangat cocok bagi pegawai negeri sipil atau PNS. “Pekerjaan kita di birokrasi sebagai pelayan publik juga harus berkarya tanpa batas, dan berkreasi tanpa henti,” tutur Prof. Zudan berfilosofi.
Prof. Zudan juga menyebut Bonsai sebagai seni yang membahagiakan dan mensejahterakan masyarakat. Sebab, merawat bonsai dengan sabar dan tekun juga mendatangkan kebahagiaan.
Dari sisi kesejahteraan jelas menguntungkan lantaran dimulai dari bahan pohon berharga murah, namun seiring dengan waktu harganya akan meningkat seiring dengan keindahan yang tercipta.
Tak heran, RUBI memiliki visi menjadikan Indonesia sebagai poros perbonsaian dunia, membahagiakan dan mensejahterakan anggota serta menciptakan lingkungan yang hijau dan bersahabat dengan alam.
Adapun budaya organisasi RUBI, menurut Prof. Zudan, adalah membangun kebebasan berkarya dan berekspresi, menghargai perbedaan, serta saling menghormati sesama anggota dan organisasi sejenis.
Tertarik memiliki bonsai cantik nan apik, ayo kunjungi Kantor Ditjen Dukcapil Kemendagri di Jl. Pasar Minggu, Jakarta Selatan mumpung Festival Bonsai dalam rangka HUT ke 3 RUBI masih berlangsung dan akan berakhir 16 Desember mendatang.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |