Peristiwa Daerah

Chairul Huda Menilai Dakwaan KPK RI untuk Kasus Rommy Tidak Tepat

Rabu, 18 Desember 2019 - 20:29 | 24.00k
Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy. (FOTO: Edi Junaidi Ds/TIMES Indonesia)
Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy. (FOTO: Edi Junaidi Ds/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ahli hukum pidana Chairul Huda mengatakan, bahwa surat dakwaan KPK RI yang menyebut Romahurmuziy (Rommy) bersama-sama dengan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima suap tidak tepat.

Sebab, frase “bersama-sama” dan bekerjasama hanya bisa digunakan untuk orang-orang yang saling berkaitan dan mempunyai kesamaan.

Advertisement

Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mencontohkan untuk meloloskan suatu calon dalam sebuah seleksi, maka yang bekerjasama adalah orang-orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan seleksi.

“Kerjasama dalam penyerataan untuk penerimaan suap, katakanlah begitu, itu hanya mungkin terjadi bagi mereka yang sama-sama memiliki jabatan yang saling berkaitan, apalagi tidak ada kaitan jabatan menurut saya tidak mungkin berada dalam konstruksi kerjasama,” kata Chairul saat menjadi saksi ahli dalam sidang tindak pidana korupsi dengan terdakwa Romahurmuziy, di Jakarta, Rabu (18/12/2019).

“Jadi, kalau dia tidak punya kewenangan, tidak punya jabatan, tidak mungkin berkerjasama dengan orang yang tidak punya jabatan, kalau perbuatan itu diwujudkan dalam perbuatan kerjasama jabatan. Kalau dihubungkan dengan pasal suap tadi misalnya, yang berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam jabatannya. Jelas sekali ini dipersyaratkan jabatan. Jadi, kalau orang tidak punya jabatan, ya tidak mungkin bisa bekerjasama dengan konstruksi ini,” lanjut Chairul.

Sehingga Romahurmuziy yang tidak mempunyai jabatan di Kementerian Agama tidak bisa disebut bersama-sama menerima suap dalam kasus jual-beli jabatan di lingkungan Kemenag. 

“Saya seringkali memberi contoh, tidak mungkin orang impoten turut ikut serta memperkosa, tidak mungkin, karena dia tidak punya kapasitas,” jelas Chairul.

Chairul juga menambahkan bahwa dalam peristiwa suap-menyuap, harus ada kesepakatan terlebih tentang kegiatan yang harus dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh penerima suap.

“Sekali lagi pasal 12 huruf b (UU Tipikor) ini adalah penerimaan hadiah karena yang bersangkutan telah berbuat dan tidak berbuat sesuatu yang tidak bertentangan dengan kewajibannya,” jelas Chairul Huda.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES