Peristiwa Daerah

Guru Besar Ilmu Hukum Unpad Bandung Nilai Dua OTT KPK Tidak Sah

Selasa, 14 Januari 2020 - 11:06 | 79.27k
Guru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Prof Romli Atmasasmita. (foto: Istimewa/pribuminews)
Guru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Prof Romli Atmasasmita. (foto: Istimewa/pribuminews)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTAGuru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung sekaligus salah satu tim perumus Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Prof Romli Atmasasmita ikut memberikan pandangannya soal kisruh Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK kepada Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah dan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Menurut Prof Romli, dua OTT yang dilakukan KPK itu batal atas dasar hukum, penegakan di lapangan karena dianggap tidak sesuai undang-undang yang berlaku dan diatur oleh negara. 

Advertisement

Menurutnya, apalagi beredar rumor jika penyelidik KPK tidak membawa surat izin dari Dewan Pengawas saat mau melakukan penggeledahan di kantor DPP PDI Perjuangan, sebagai rangkaian penyelidikan terhadap kasus suap Wahyu Setiawan.  Harusnya, sesuai prosedur, itu harus melalui izin dewan pengawas KPK.

"KPK menggunakan Sprindik lama yang diteken pimpinan KPK era Agus Rahardjo. Padahal OTT dilakukan saat kepemimpinan Firli Bahuri. 

Menurutnya, berdasarkan Pasal 70C UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menegaskan bahwa pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. 

Dalam keterangan tertulis yang diterima TIMES Indonesia di Jakarta, Selasa (14/01/2020), Romli menjelaskan,  pada Pasal 70B disebutkan, ‘Pada saat Undang-Undang ini berlaku, yang menurutnya semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku’ , maka penyelidikan termasuk penyadapan harus mengacu kepada UU Nomor 19 Tahun 2019 yang memerintahkan agar terlebih dahulu mendapatkan izin dari Dewan Pengawas. 

"Dengan demikian, penyadapan yang dilakukan sebelum disahkan UU KPK baru, dan dijadikan dasar OTT sesudah diberlakukannya UU Nomor 19 Tahun 2019 menjadi tidak sah," tulisnya.

Maka, Sprindik lama yang tidak mengantongi izin Dewan Pengawas menjadi mutatis mutandis atau ‘dengan perubahan-perubahan  yang diperlukan dengan barang bukti di bawah Rp1 miliar seperti perkara  Wahyu Setiawan sudah tidak relevan lagi untuk ditangani KPK. 

"Selain itu, jika kegiatan penyelidikan berupa penggeledahan yang dilakukan KPK tidak mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas, maka semua bukti yang disita otomatis batal demi hukum," lata Prof Romli AtmasasmitaGuru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Jakarta

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES