Harlah ke-94 NU, Abdul Qodir Kenang Hubungan Erat KH Hasyim Asy'ari dan Bung Karno

TIMESINDONESIA, MALANG – Hari Lahir ke-94 Nahdlatul Ulama (Harlah ke-94 NU) mendapat perhatian khusus dari banyak kalangan. Termasuk Wakabid Pora DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang, Abdul Qodir, yang mengenang keeratan hubungan antara KH Hasyim Asy'ari dan Bung Karno.
Kata pria yang kerap disapa Adeng itu, Harlah NU menjadi momentum untuk kembali merawat ingatan atas kedekatan organisasi islam terbesar itu dengan kaum nasionalis.
Advertisement
NU dan PDI Perjuangan, menurutnya, mempunyai spirit perjuangan yang sama. Hal itu dikuatkan dengan pidato Ir Soekarno atau Bung Karno.
Presiden RI pertama itu selalu mengatakan pentingnya merawat ingatan dengan akronim JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Demikian dengan NU yang mengusung JAS HIJAU (Jangan Sekali-kali Menghilangkan Jasa Ulama).
"Poinnya adalah sama, yaitu kuatkan ingatan sejarah kita. Karena spirit perjuangannya sama. Dulu, ulama NU ikut berjuang merebut kemerdekaan, kini para santri yang mengisi kemerdekaan ini," kata Adeng, Jumat (31/1/2020).
Peran ulama NU dalam perjalanan bangsa ini kata dia tidak bisa dilepaskan dari sejarah. Bahwa semangat Hubbul Wathon Minal Iman terus digelorakan oleh Sang Kiai (KH Hasyim Asy'ari).
Dijelaskan Adeng, kedekatan Bung Karno dengan KH Hasyim Asy'ari dapat ditilik dari sejarah NU yang berdiri sejak 31 Januari 1926 silam.
Setahun kemudian Bung Karno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), sebagai bukti nyata bahwa kedua tokoh tersebut memiliki peran dan penolakan yang sama terhadap bentuk-bentuk penjajahan di atas bumi Indonesia.
"Adanya kesamaan-kesamaan itulah, kemudian melahirkan cita-cita kemerdekaan menjadi bangsa yang bersatu, berdaulat dan mandiri," imbuhnya.
Adeng menjelaskan bagaimana sosok Bung Karno dan KH Hasyim Asy'ari menjaga hubungan dengan baik. Itu terlihat jelas ketika Bung Karno memberikan pidato sambutan pada Muktamar NU ke-23 di Solo, pada 28 Desember 1962.
Di dalam Muktamar itu, Bung Karno mengungkapkan rasa cintanya kepada NU. Bapak Proklamator itu juga memuji NU sebagai organisasi yang telah memberikan sumbangan yang besar kepada Indonesia.
Adeng, yang juga Presiden Jaringan Satu Indonesia (JSI) menyebutkan bahwa persahabatan Bung Karno dengan KH Hasyim Asy'ari turun kepada Megawati Soekarno Putri dan Gusdur, untuk melanjutkan perjuangan ayahanda dan sang kakek.
"Persahabatan beliau bukan hanya pada basis jdeologi melainkan juga pada tataran menjaga dan merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia," tukasnya.
NU sebagai ormas terbesar di Indonesia dinilai sangat gigih dalam melestarikan budaya dengan syiar Islam Nusantara, Islam yang rahmatan lilalamin. Langkah itulah yang juga dinilai Adeng berjalan seirama dengan kegigihan PDI Perjuangan dalam menjaga nilai-nilai Pancasila.
Ia optimistis NU ke depan tetap kokoh dan semakin maju menjadi pelopor perdamaian dunia dan merawat sinergitas yang sudah lama terjalin dengan PDI Perjuangan.
"Semoga NU menjadi perisai moral toleransi, menegakkan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia karena itu adalah sebuah bagian dari Iman," papar Adeng.
Di Harlah ke-94 NU ini, dia berharap NU semakin jaya sehingga bisa saling menguatkan perjuangan bersama PDI Perjuangan yang jelas mempunyai spirit Cinta Tanah Air. "Saya sangat cinta sekali kepada NU. Saya sangat gelisah jika ada orang yang mengatakan bahwa dia tidak cinta kepada NU. Meski harus merayap, saya akan tetap datang ke muktamar ini, agar orang tidak meragukan kecintaan saya kepada NU!," kata Abdul Qodir menirukan Pidato Bung Karno. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Rizal Dani |
Sumber | : TIMES Malang |