Fenomena Laut Langka Meluas ke Ternate, DPP GMNI Tuntut Peran KKP RI

TIMESINDONESIA, TERNATE – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) meminta perhatian Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP RI) terkait fenomena perubahan warna laut dan biota ikan yang mendadak mati di perairan laut Maluku Utara (Malut).
Sebelumnya, fenomena perubahan air laut menjadi kecoklatan dan biota ikan mendadak mati pertama kali terjadi di perairan Pulau Kayoa dan Makian Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel). Fenomena pada Sabtu (22/2/2020) lalu ini pun menggegerkan masyarakat setempat.
Advertisement
Fenomena yang sama kemudian juga terjadi di Pantai taman Nukila, Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate pada Rabu (26/2/2020) dan beredar luas di media sosial.
Ketua Bidang Maritim DPP GMNI, Alimun Nasrun berharap KKP RI, khususnya Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, secepatnya mengambil peran dengan melakukan kordinasi bersama Pemerintah daerah atau lintas regional untuk ikut aktif menyelesaikan masaalah ini.
Ia juga menekankan harus ada koordinasi dengan para pakar, praktisi, stakeholder dan para pengambil kebijakan untuk saling bertukar informasi, data dan upaya-upaya penanganan fenomena perubahan warna laut dan kematian biota ikan di perairan Malut ini.
"KKP harus berperan. Apakah ini adalah blooming alga atau pencemaran laut akibat limbah beracun," ungkap Ketua Bidang Maritim DPP GMNI, Alimun Nasrun kepada TIMES Indonesia dalam pesan singkatnya pada, Kamis (27/2/2020).
Fenomena ini cukup meresahkan masyarakat, apalagi hal seperti ini baru pertama kali terjadi diperairan Halsel dan Kota Ternate, Maluku Utara sehingga memunculkan multi tafsir juga tanda tanya di kalangan masyarakat dan akademisi.
"Banyak warga menduga kejadian ini akibat terjadinya pencemaran air limbah karena air laut di perairan Halmahera Selatan dan Kota Ternate menjadi coklat. Bahkan mengaitkan dengan tsunami aceh," ujarnya.
Menurutnya, sebagai wilayah pesisir dan kepulauan tentu sangat rentan terhadap berbagai ancaman pencemaran, baik dari aktivitas domestik manusia (marine debris) dan industri (pengolahan perikanan). Tumpahan minyak (oil spill) dan aktivitas pertambangan yang membuang limbah melalui sungai pasti mengakibatkan pencemaran laut.
Dia juga menjelaskan bahwa pencemaran laut menurut UNCLOS 1982 adalah benda buatan manusia yang masuk ke dalam lingkungan laut yang disebabkan oleh penanganan yang buruk dan pembuangan ke laut baik disengaja maupun tidak disengaja.
Ancaman pencemaran tersebut apabila tidak ditangani secara tepat dapat mengakibatkan semakin meluasnya dampak negatif terhadap kehidupan manusia dan biota.
"Upaya stakeholder terkait dapat merumuskan strategi penanganan serta memberikan rekomendasi strategis dalam upaya kebijakan penanganan pencemaran di wilayah pesisir dan laut Maluku Utara dan khususnya Kabupaten Halsel dan Kota Ternate," harapnya.
DPP GMNI pun menilai bahwa perubahan warna air laut di Ternate, Malut ini tak bisa disimpulkan karena blooming alga saja."Kita harus punya kajian yang lengkap, karena secara kasat mata kita melihat perubahan warna air, pendugaan awal kita karena terjadinya blooming, tapi itu perlu penilitian akademik. Takutnya limbah beracun," akunya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |
Sumber | : TIMES Maluku |