Peristiwa Daerah

Surabaya Belum Miliki Pusat Rehabilitasi Narkoba

Rabu, 11 Maret 2020 - 13:41 | 29.82k
Ketua DPW GPAN Jatim Zahrul Azhar Asumta.(Foto: Istimewa)
Ketua DPW GPAN Jatim Zahrul Azhar Asumta.(Foto: Istimewa)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Ironis. Kota sebesar Surabaya dengan tingkat penyalahgunaan narkoba tinggi belum memiliki pusat rehabilitasi narkoba. Demikian ungkap Ketua DPW Gerakan Peduli Anti Narkoba (GPAN) Jawa Timur Zahrul Azhar Asumta, Rabu (11/3/2020). 

Tidak adanya pusat rehabilitasi milik pemerintah di kota terbesar kedua setelah Jakarta ini bisa membuat keputusan hukum menjadi berubah. Mestinya, kata Gus Hans, sapaan akrab Zahrul Azhar, para pecandu tidak dihukum, tidak dipenjara, tapi direhabilitasi. 

Advertisement

"Hakim yang ada di Surabaya bingung. Kalau keputusannya rehabilitasi negara harus membiayai untuk mengirim ke Jakarta. Cost lagi. Maka, mereka yang seharusnya direhabilitasi jadi dipenjara. Yang mestinya bisa sembuh malah makin parah. Sudah menjadi rahasia umum jika peredaran narkoba di dalam penjara semakin tinggi," jelasnya.

Zahrul-Azhar-Asumta-a.jpg

Menurut bakal calon Wali Kota Surabaya tersebut, kehadiran pusat rehabilitasi yang ada di Surabaya sangat penting. Namun bukan berarti jika tersedia pusat rehabilitasi artinya di Surabaya banyak pengguna narkoba. 

"Tapi kalau memang iya, nggak apa-apa risiko, ini kan kota besar. Paling penting masyarakat jangan sampai jadi korban karena hukum bisa berubah akibat tidak adanya fasilitas. Nggak usah banyak kita bicara kuantitatif, kualitatif saja mewujudkan pusat rehabilitasi di Surabaya," ujar Gus Hans.

Pegiat anti narkoba yang pernah menyelesaikan skripsi tentang kartel narkoba di Columbia dan tesis di Malaysia tersebut memang menyimpan keprihatinan tersendiri. Terutama meretas benang merah antara narkoba, politik dan regulasi. Sebagai catatan, Gus Hans pernah membuat skripsi tentang pengaruh kartel narkoba terhadap pemerintahan Presiden Kolombia Ernesto Samper Pizano. 

Di negara itu pula para kartel narkoba membiayai para caleg hingga calon gubernur demi menjadi decision maker dalam kota tersebut sehingga gerakan mereka aman. 

Ketika para kartel diserang oleh Pemerintah Kolombia, masyarakat justru berada di garda terdepan menentang. Karena kartel narkoba telah membuatkan rumah sakit, sekolahan, hingga rumah yatim piatu. Bahkan, kendati Amerika dropping berapapun dana ditentang oleh kartel melalui para militernya yaitu Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC). 

"Ini menunjukkan pada kita jika kartel bisa menguasai pemerintahan jika kita tidak bergerak dari awal. Sama halnya yang terjadi di Indonesia kartel bukan hanya narkoba. Sebut saja kartel tanah, mafia kasus, dan sebagainya," kata Gus Hans. 

Maka, jika para pengusaha hitam menguasai pemerintahan hingga penegak hukum  negara bisa hancur.  "Oleh karena itu saya konsentrasi dalam kaitannya antara narkoba dan politik sebab akan mempengaruhi sebuah regulasi," ungkapnya usai meretas pentingnya rumah atau pusat rehabilitasi narkoba di Surabaya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES