Rangkaian Hari Raya Nyepi 2020, Ini Imbauan PHDI Bali Terkait Melasti dan Pengarakan Ogoh-Ogoh

TIMESINDONESIA, DENPASAR – Parisada Hindu Dharma Indonesia atau PHDI Bali mengimbau umat Hindu untuk melaksanakan melasti di wilayah terdekat, dalam menyambut serangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1942. Kebijakan ini diambil guna mencegah meluasnya wabah coronavirus desease 2019 (Covid-19).
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Prof I Gusti Ngurah Sudiana menyampaikan bahwa kebijakan ini sudah tertuang dalam surat edaran bersama antara PHDI Provinsi Bali, Gubernur Bali dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali.
Advertisement
Ia mengimbau kepada desa adat yang wilayahnya berdekatan dengan segara diperkenankan untuk melakukan melasti di pantai. Namun bagi desa adat yang wilayahnya berdekatan dengan danau, dianjurkan untuk melasti di danau.
Begitu pula dengan Desa Adat yang wewidangan-nya berdekatan dengan campuhan dan Pura Beji, dianjurkan untuk melakukan melasti di tempat yang bersangkutan.
"Bagi desa adat yang wilayahnya tidak berdekatan dengan segara, danu, campuhan atau Pura Beji juga diimbau tidak perlu melakukan melasti jauh-jauh atau dapat melasti dengan cara ngubeng atau ngayat dari pura setempat," kata Sudiana Selasa (17/3/2020).
Selain itu, Sudiana juga menyampaikan untuk Pengarakan atau pawai ogoh-ogoh menjelang perayaan Hari Raya Nyepi tahun baru Saka 1942, sebaiknya tidak dilaksanakan.
Pengarakan ogoh-ogoh bukan rangkaian Hari Suci Nyepi, sehingga tidak wajib dilaksanakan. Namun, jika tetap dilaksanakan makan pelaksana harus mengikuti ketentuan yang telah disepakati.
"Waktu pengarakan Ogoh-ogoh dilaksanakan pada 24 Maret 2020, pukul 17.00 hingga 19.00 WITA, tempat pelaksanaan hanya di wewidangan Banjar Adat setempat," kata Sudiana.
Pihaknya juga meminta bandesa dan prajuru banjar adat setempat supaya bertanggungjawab terhadap pawai ogoh-ogoh agar berjalan dengan tertib dan disiplin.
Sudiana juga meminta kegiatan pawai ogoh-ogoh ini dilakukan dengan adanya pembatasan jumlah peserta yang ikut dalam prosesi, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), tidak mengganggu ketertiban umum dan tidak mabuk-mabukan.
Para pemangku juga diminta olehnya agar menggunakan "panyiratan" yang sudah bersih untuk "nyiratang tirta" kepada krama. Bagi umat yang sakit atau merasa kurang sehat agar tidak mengikuti rangkaian upacara.
"Guna menghindari berbagai potensi penyebaran penyakit termasuk virus corona, semua panitia dan peserta agar mengikuti prosedur tetap (protap) dari instansi yang berwenang," jelasnya.
Kebijakan ini diambil berdasarkan arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melalui pidato tanggal 15 Maret 2020 tentang perkembangan penyebaran Covid-19, surat edaran Gubernur Bali Nomor 7194 Tahun 2020 pada 16 Maret 2020 tentang Panduan Tindak Lanjut terkait Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Bali, hasil rapat koordinasi Gubernur Bali, PHDI Bali dan MDA Provinsi Bali perihal lelaksanaan Rangkaian Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1942; dan juga berdasarkan hasil Pasamuhan Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rizal Dani |
Sumber | : TIMES Bali |