Bagaimana Salat Jumat saat Ada Wabah Penyakit? Ini Penjelasannya dalam Islam

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Semakin meluasnya persebaran virus Corona jenis baru atau COVID-19 membuat masyarakat semakin waspada. Pemerintah pun mengambil berbagai kebijakan agar penyebaran COVID-19 tidak semakin meluas. Salah satunya adalah dengan menghindari berkumpul dengan banyak orang atau menjaga jarak (social distancing). Bahkan, ada juga yang menganjurkan untuk salat Jumat di rumah. Lalu, bagaimana pandangan Islam akan hal ini?
Rasulullah SAW pernah melakukan isolasi saat sedang terjadi wabah. Nabi Muhammad menginstruksikan hal ini agar penyebaran penyakit tidak semakin meluas. Isolasi yang dilakukan Rasulullah dengan menjaga agar masyarakat yang berada di daerah wabah tidak keluar ke daerah lain. Sedangkan masyarakat yang berada di daerah lain agar tidak masuk ke dalam.
Advertisement
Beliau bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا
"Apabila kalian mendengar wabah lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut." (HR. al-Bukhari)
Beliau juga bersabda:
قَالَ أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُورِدُوا الْمُمْرِضَ عَلَى الْمُصِحِّ
"Abu Salamah bin Abdurrahman berkata; saya mendengar Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat" (HR. al-Bukhari).
Lalu bagaimana dengan salat Jumat saat terjadi wabah? Ini menjadi pertanyaan yang banyak ditanyakan. terutama saat terjadi wabah Corona seperti saat ini. Seperti dilansir dari NU Online, para ulama fiqih sebenarnya menetapkan larangan bagi mereka yang terkena penyakit menular untuk beribadah di masjid sebab masjid merupakan salah satu pusat keramaian.
Syekh Zakariya al-Anshari dalam Asna al-Mathalib dan Syaikh al-Khatib asy-Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj tentang hal ini menulis sebagai berikut:
وَقَدْ نَقَلَ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَن الْعُلَمَاءِ أَنَّ الْمَجْذُومَ وَالْأَبْرَصَ يُمْنَعَانِ مِنْ الْمَسْجِدِ وَمِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ، وَمِنْ اخْتِلَاطِهِمَا بِالنَّاسِ
“Qadli Iyadh menukil dari para ulama bahwasanya orang yang terkena penyakit judzam (kusta) dan barash (sopak) dilarang mendatangi masjid, salat Jumat dan dari bercampur baur dengan masyarakat.” (al-Khatib asy-Syirbini,Mughni al-Muhtaj, I: 360).
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan alasan larangan tersebut sebagai berikut:
سَبَبَ الْمَنْعِ فِي نَحْوِ الْمَجْذُومِ، خَشْيَةَ ضَرَرِهِ، وَحِينَئِذٍ فَيَكُونُ الْمَنْعُ وَاجِبًا فِيهِ
“Sebab pelarangan bagi penderita penyakit semisal kusta adalah khawatir bahaya darinya. Karena itu, maka pelarangan ini menjadi hal wajib dalam konteks kusta tersebut”. (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra, I: 212).
Larangan di atas sesuai dengan instruksi Nabi Muhammad di atas dan sesuai pula dengan peristiwa saat Nabi menginstruksikan agar seorang penderita penyakit kusta berbaiat dari jauh sebagaimana dalam hadits berikut:
عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الشَّرِيدِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ فِي وَفْدِ ثَقِيفٍ رَجُلٌ مَجْذُومٌ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّا قَدْ بَايَعْنَاكَ فَارْجِعْ
“Dari Ya'la bin 'Atha dari 'Amru bin Asy-Syarid dari bapaknya dia berkata; "Dalam delegasi Tsaqif (yang akan dibai'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) terdapat seorang laki-laki berpenyakit judzam (kusta). Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim seorang utusan supaya mengatakan kepadanya: ‘Kami telah menerima baiat Anda. Karena itu Anda dipersilakan pulang’" (HR. Muslim).
Sementara itu, dilansir dari Islami.co,
Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam keadaan tertentu umat Islam diperbolehkan tidak ikut salat Jumat berjamaah. Beliau menekankan bahwa salat di rumah masing-masing ini bersifat ibahah, yakni diperbolehkan, namun bukan suatu yang bersifat sunnah.
Berikut penjelasan al-Asqalani:
أي مع وجود العلة المرخصة للتخلف، فلو تكلف قوم الحضور فصلى بهم الإمام لم يكره، فالأمر بالصلاة في الرحال على هذا للإباحة لا للندب
Di hari itu, hujan besar turun dan membuat jalanan jadi becek bahkan banjir, umat Muslim tidak memungkinkan pergi ke masjid untuk salat Jumat. Dalam konteks inilah Ibnu Abbas, ketika sedang bertindak sebagai khatib, memerintah muazin untuk mengubah “hayya ‘ala al-shalat” menjadi “al-shalat fi al-rihaal” .
Mengenai konteks hadis di atas, kejadian tersebut tepat di hari Jumat ketika Ibnu ‘Abbas bertugas sebagai khatib. Al-Asqalani menjelaskan,
فظاهر من حديث ابن عباس وقد تقدم الكلام عليه في الأذان أيضاً وفيه أن ذلك كان يوم الجمعة وأن قوله: «إنها عزمة» أي الجمعة،
Menariknya lagi, Ibnu ‘Abbas melakukan hal tersebut berdasarkan bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan hal yang serupa. Ibnu ‘Abbas memerintah umat agar tetap salat di rumah dikarenakan shalat Jumat sesuatu kewajiban (azimah) bagi umat Muslim laki-laki dan tetap harus dilaksanakan meskipun tidak di masjid.
Perlu dicatat bahwa alasan hukum pelarangan di atas adalah menjaga masyarakat dari penyakit menular. Ustadz Abdul Wahab Ahmad, peneliti bidang aqidah di Aswaja NU Center Jawa Timur dan Wakil Sekretaris PCNU Jember, dalam NU Online mengatakan, mereka yang positif terkena penyakit menular dilarang untuk mendatangi pusat keramaian, salah satunya masjid, sehingga dengan demikian ia cukup salat di rumah.
Adapun bagi masyarakat lain yang masih sehat, apabila tidak ada kekhawatiran timbul bahaya penularan penyakit saat shalat Jumat, maka selama itu pula salat Jumat tetap wajib dilakukan. Namun, jika menurut ahli yang kompeten dikhawatirkan terjadi penularan atau penyebaran wabah penyakit semakin luas apabila hadir dalam salat Jumat, maka salat Jumat bagi mereka tidak wajib dikerjakan sesuai instruksi Nabi Muhammad agar mengisolasi wabah. Sebagai gantinya, ia harus menunaikan salat duhur. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |
Sumber | : TIMES Jakarta |