Peristiwa Daerah

Fendi Kachong Sastrawan Nasional yang Lahir dari Desa Terpencil di Madura

Sabtu, 28 Maret 2020 - 18:14 | 97.37k
Fendi Kachong Pendiri Komunitas Kampoeng Jerami (FOTO: Edi Junaidi Ds/ TIMES Indonesia)
Fendi Kachong Pendiri Komunitas Kampoeng Jerami (FOTO: Edi Junaidi Ds/ TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Barangkali puncak dari kenikmatan hidup adalah pengabdian yang tulus terhadap tanah kelahiran. Tak lebih sederet kata ini akan menjadi jengkal untuk mengenal sosok pemuda yang kreatif dan inovatif, yaitu Fendi Kachong.

Nama yang cukup familiar di media sosial, selain karena ia aktif diberbagai kegiatan kesenian dan event kesusastraan, ia juga produktif dalam tulis menulis. Beberapa tulisannya sudah terbit diberbagai media nasional dan lokal, bahkan juga dalam beberapa buku tunggal yang sudah ia terbitkan. 

Advertisement

Karya-karya Fendi sangat diperhitungkan dalam diskursus kesusastraan nasional, meskipun proses dan karir kepenulisan dimulai dari desa tapi keterbatasan akses tidak membuat ia ciut nyali untuk membangun peradaban dari desa. Ia berhasil membuktikan dengan karya yang luar biasa dan menjadi inspirasi banyak orang.

Fendi Kachong merupakan santrawan nasional yang kepeduliannya terhadap pembangun desa begitu terasa. Selain ia sibuk mengikuti event kesusastraan dan diundang dalam berbagai kegiatan untuk membacakan puisi, di tanah kelahirannya ia juga aktif mendidik pemuda-pemuda desa untuk berkembang dan maju.

Fendi-Kacong-a.jpg

Taman Baca Arena Pon Nyonar adalah wujud nyata gerakan sadar literasi yang didirikan Fendi, sebuah taman baca yang ia sediakan untuk anak-anak desa supaya mereka juga bisa membaca buku dan ikut andil dalam pembangunan bangsa dan peradaban dunia. 

“Rasa terima kasih karena telah dilahirkan menjadi anak tani dan desa membuat saya juga mendirikan Taman Baca Arena Pon Nyonar, semangat untuk berbagi agar anak-anak desa juga mendapatkan buku bacaan, melihat dunia dengan gemar membaca, dan agar anak desa juga berkembang serta memiliki kesempatan yang sama menjadi masyarakat dunia,” jelasnya saat di temui TIMES Indonesia di Sumenep Madura, Sabtu (28/3/2020).

Tak puas di situ, Fendi juga menginisiasi Komunitas Kampoeng Jerami, sebab baginya kegiatan membaca akan selaras jika diikuti dengan kegiatan menulis. Semangat dan pengetahuan literasi Fendi yang luas membuat komunitas ini berkembang pesat. Sebuah komunitas yang menajdi wadah anak-anak desa untuk belajar berorganisasi dan mengenal lebih dekat dunia literasi.

Bahkan dari komunitas inilah cikal bakal lahirnya Forum Belajar Sastra (FBS), di mana manajemen pembelajaran anak-anak desa semakin tertata dan sitematis dengan terbentuknya kelas-kelas seperti kelas cerpen, kelas puisi dan kelas musik. 

“Iya, ini semua yang dapat saya kerjakan selama ini, mengingat desa saya, semua yang ada dan terjadi di sekitar saya,” imbuhnya.

Pejalanan karier kepenulisan Fendi Kachong tidaklah mudah, sebagaimana anak-anak desa pada lazimnya, ia harus menerobos keterbatasan akses terutama bahan bacaan. Tapi semangat yang tak pernah padam untuk terus belajar mengantarkan dia pada Pondok Pesantren Al-Ishlah. 

Di situlah potensi kepenulisannya semakin terasah, bahkan semasih ia duduk di bangku Tsanawiyah ia telah menjadi Pimpinan Redaksi Mading di sekolahnya.

Fendi-Kacong-b.jpg

Jelang beberapa tahun setelah ia melanjutkan jenjang pendidikan ketingkat Aliyah, ia pun beberapakali menjuarai lomba cipta puisi bahkan puisi-puisinya juga terbit di Majalah Sastra Horison Rubrik Kaki Langit dan pada tahun 2017 ia mendapat penghargaan Sumenep Award di Bidang Sastra.

Pria yang lahir di Desa Moncek Barat pada 14 Agustus 1982 silam itu, terlihat begitu mencintai tanah kelahirannya. Dedikasi dan kepeduliannya terhadap pembangunan desa ia buktikan dengan membangun mental generasi muda desa dengan sadar literasi dan organisasi.

Panorama yang indah di Desa Muncek membuat ia tidak bosan mengabdi kepada masyarakat, meskipun semua orang akan mengakui perjuangan di desa tidak semudah perjuangan di kota. Di desa harus memulai dari nol dengan keterbatasan yang kompleks. Tidak mudah membangun gerakan literasi di desa dengan kultur masyarakat yang masih kolot dan pragmatis.

“Sekarang saya memiliki tiga lembaga yang menjadi perhatian khusus saya, beberapa bulan yang lalu, saya bersama kawan-kawan saya mendirikan Yayasan Sebelas Muharrom, yayasan ini memiliki tujuan membuka ruang belajar bagi anak-anak desa dengan fasilitas pendidikan agama, pendidikan komputer, terlibat aktif dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan,” ucapnya. 

“Sedangkan Komunitas Kampoeng Jerami bertujuan membangun semangat membaca dan berliterasi dalam sastra dan lainnya serta berkonsentrasi di bidang penerbitan,” tambahnya.

Kontribusi pemikiran Fendi terhadap pembangun desa dan Sumber Daya Manusia (SDM) begitu dirasa oleh masyarakat sampai hari ini, sebagaimana komitmennya bahwa pembangunan dan pemberdayaan itu hak semua orang dan menjadi tanggung jawab kita bersama.

“Mari bersama-sama untuk bekerja untuk kehidupan dan kemanusiaan begitu juga pada semesta ini, semangat untuk belajar bersama, semangat untuk melihat dan menjawab tantangan masa depan dan supaya pemuda desa juga memiliki kecakapan yang sama dan memiliki ruang yang sama dalam pembangunan yang baik untuk lingkungan sekitarnya,” kata Fendi Kachong, pendiri Komunitas Kampoeng Jerami Sumenep Madura. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES