Peristiwa Daerah

Polisi Periksa Saksi Pengeroyokan Peserta Patrol Sahur di Banyuwangi

Jumat, 29 Mei 2020 - 11:25 | 54.42k
Kwitansi Visum para peserta patrol sahur keliling bulan Ramadhan korban pengeroyokan diwilayah Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi. (Foto: Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)
Kwitansi Visum para peserta patrol sahur keliling bulan Ramadhan korban pengeroyokan diwilayah Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi. (Foto: Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Setelah 22 hari setelah korban melakukan visum, Polsek Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur akhirnya melakukan pemeriksaan saksi kasus pengeroyokan peserta patrol sahur keliling, di Desa Glagahagung.

“Kami masih dalam tahap penyelidikan, masih tahap pemeriksaan saksi-saksi yang sesuai nama-nama yang dicantumkan dalam pengaduan pelapor,” ucap Kapolsek Purwoharjo, AKP Endro Abrianto, Jumat (29/5/2020).

Seperti diketahui, insiden pengeroyokan terjadi pada Minggu dini hari, 3 Mei 2020, atau tanggal 10 Ramadhan 1441 Hijriyah, di wilayah Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo. Dari sejumlah peserta patrol sahur keliling, 4 orang melapor untuk menuntut keadilan. Mereka adalah Heru Andhika Putra, FX Frandi Utama dan Qori Kurnia Tama. Ketiganya warga Desa Kaliploso, Kecamatan Cluring. Dan satu lagi Wahyu Triyoga Mustika, asal Desa Plampangrejo, Kecamatan Cluring.

Mereka secara bersama-sama dikeroyok oleh puluhan pemuda di Desa Glagahagung. Akibatnya, mereka mengalami luka di kepala serta bagian tubuh lainnya.

Dijelaskan, para saksi yang sudah diperiksa petugas Polsek Purwoharjo, diantaranya, Kepala Dusun bernama Arik Asdiyanto dan pentolan pemuda Desa Glagahagung, atas nama Juni. Keduanya adalah pihak yang mendatangi keempat korban pengeroyokan saat menjalani perawatan medis di Klinik Pratama Mitra Keluarga, Tegaldlimo, pada Minggu dini hari, 3 Mei 2020. Atau sesaat setelah aksi pengeroyokan.

Arik Asdiyanto, dari pengakuan para pelapor, meminta maaf sambil memberi uang sebanyak Rp 300 ribu. Sedang si Juni, mengaku sebagai perwakilan pemuda Desa Glagahagung. Pada saat itu, Juni juga mengaku akan bertanggung jawab dan meminta para pelapor untuk datang ke rumahnya di utara Kantor Desa Glagahagung, jika masih ada ganjalan.

“Harapan kami hasil pemeriksaan terhadap saksi-saksi tersebut bisa  mengerucut atau mengarah ke pelaku pengeroyokan. Setelah itu kita akan menggelar perkara untuk bisa atau tidaknya menentukan tersangka,” imbuh Kanit Reskrim Polsek Purwoharjo, Ipda Agus Suhartono.

Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Banyuwangi, Halili Abdul Ghany, selaku pendamping para pelapor, mendukung upaya Polsek Purwoharjo, dalam penegakan supremasi hukum. Khususnya dalam kasus pengeroyokan terhadap peserta patrol sahur keliling yang diduga dilakukan puluhan pemuda Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo.

“Kita harus ingat, kegiatan patrol sahur keliling itu adalah tradisi warisan leluhur umat muslim dan ulama di Banyuwangi. Dan kalau pun volume sound system dianggap terlalu keras sekalipun, tindakan pengeroyokan tetap tidak bisa dibenarkan, Indonesia negara hukum,” katanya.

Terkait proses penyelidikan, menurutnya, polisi sudah mengantongi sejumlah fakta dari keterangan para pelapor. Misalnya, tentang kedatangan Kepala Dusun bernama Arik Asdiyanto dan perwakilan pemuda Desa Glagahagung, bernama Juni, kepada para korban pengeroyokan saat menjalani perawatan medis di Klinik Pratama Mitra Keluarga, Tegaldlimo.

“Tinggal tanya saja ke mereka (Arik Asdiyanto dan Juni), sampai datang pada korban, itu kan artinya keduanya tahu jika ada pengeroyokan, jika keduanya tahu, artinya mereka juga tahu siapa yang mengeroyok. Dan andai mereka tahu telah terjadi pengeroyokan dari orang lain, kan tinggal dipanggil saja orang yang memberi tahu, kan pasti polisi akan sampai pada pelaku pengeroyokan,” cetus Halili.

Halili mengingatkan, Kepala Dusun Arik Asdiyanto dan Juni, bisa dijerat Pasal 221 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jika keduanya mengatur mengenai perbuatan menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan dan menghalang-halangi penyidikan. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Namun, Halili optimistis petugas Polsek Purwoharjo, akan bertindak profesional dalam mengungkap puluhan pelaku pengeroyokan peserta patrol sahur keliling yang terjadi di Desa Glagahagung. Karena Pasal 14 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri No 14 Tahun 2011) jelas menerangkan bahwa setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu dan penyidik dilarang melakukan beberapa hal.

Pertama, merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggungjawabnya dalam rangka penegakan hukum. Kedua, melakukan   penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain. Melakukan hubungan atau pertemuan secara langsung atau tidak langsung diluar kepentingan dinas   dengan pihak-pihak terkait dengan perkara yang sedang ditangani.

“Dan demi penegakan supremasi hukum, seandainya Polsek Purwoharjo, mengalami kesulitan dalam mengungkap kasus pengeroyokan peserta patrol sahur keliling ini, kami harap agar dilimpahkan ke jenjang diatasnya, dalam hal ini Polresta Banyuwangi, demi memastikan setiap warga negara bisa mendapatkan keadilan,” kata Halili.

Seperti diberitakan sebelumnya, aksi pengeroyokan terhadap peserta patrol sahur keliling ini terjadi pada Minggu dini hari, tanggal 3 Mei 2020. Pada Kamis, tanggal 7 Mei 2020, keempat korban mengadu ke Polsek Purwoharjo dan langsung dimintai keterangan serta menjalani Visum.

Setelah hampir dua minggu tak ada perkembangan, Senin, 19 Mei 2020, para korban mendapat surat undangan klarifikasi dari Polsek Purwoharjo. Mereka diminta menemui petugas bernama Johanes Tadete SH.

Di situ para korban mengaku ditanya terkait sound system, pengeras suara dalam patrol sahur keliling. Dan dijelaskan bahwa sound system nyala tapi dengan volume rendah. Tapi si petugas malah menolak penjelasan dari para korban, dengan dalih tidak tanya soal volume. Para korban mengaku sempat berdebat, tapi si petugas ngotot bahwa dia hanya menanyakan sound system dalam kondisi hidup atau mati saja.

Setelah itu, para korban yang pada Kamis, 7 Mei 2020, telah menjalani Visum di Puskesmas Purwoharjo, diminta untuk kembali membuat surat pengaduan lagi. Dan keesokan harinya, Rabu, 20 Mei 2020, surat pengaduan kedua tersebut langsung dikirim ke Polsek Purwoharjo. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Banyuwangi

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES