Gus Hayat Jadikan Pesantren Alif Baa sebagai Rumah Anak Punk

TIMESINDONESIA, BANJARNEGARA – Hampir 30 menit TIMES Indonesia ngobrol bersama KH Khayatul Makky atau Gus Hayat di sebuah gubuk pinggir sungai. Rupanya, ini tempat favorit pengasuh Pondok Pesantren Alif Baa Tanbihul Ghofilin Mantrianom Bawang Banjarnegara untuk 'medang' karena menyatu dengan dapur.
Di sini, ada tungku besar (pawon) terus menyala menggunakan kayu bakar. " Mas tolong buatkan teh manis buat pak wartawan," ucap Gus Hayat pada santrinya. Tidak lama, segelas 'teh tubruk' sudah ada di meja.
Advertisement
"Gemana kabarnya mas," ucap Gus Hayat mengawali perbincangan dengan TIMES Indonesia, Selasa (9/6/2020) lalu.
Gus Hayat adalah pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Alif Baa Tanbihul Ghofilin Mantrianom Bawang Banjarnegara, Jawa Tengah.
Banyak yang dipetik TIMES Indonesia dari obrolan dengan Gus Hayat di antaranya terkait program dari Ponpes Alif Baa Tanbihul Ghofilin disaat Pandemi Covid-19 dan jelang new nomal.
Kenapa konsep Ponpes Alif Baa beda dengan yang lain?
Gus Hayat lalu menjelaskan dengan gamblang jika pondoknya dibuat untuk kanalisasi orang-orang yang memiliki kehidupan 'kelam'.
"Di sini kami mendapat titipan beberapa anak punk (anak jalanan). Ya njenengan kan tahu bagaimana kehidupan mereka yang bebas dan cenderung cuek dengan keadaan," kata Gus Hayat.
Lanjut Gus Hayat, kondisi ini sering membuat orang tuanya risau dan bingung.
"Alhamdulillah mereka kerasan tinggal di sini. Ikut mengaji dan kegiatan lain seperti bertani dan beternak," katanya.
Gus Hayat bercerita, ada juga yang alami depresi sehingga mereka jatuh dalam 'kubangan lumpur' (hitam/kelam). Di sini mereka temukan kedamaian dan dapat merubah pola hidupnya menjadi lebih berarti.
"Inilah Alif Baa. Dengan konsep ini santri tidak terkungkung seperti ponpes pada umumnya. Disini santri bebas berekspresi. Tentunya dengan pengawasan dan bimbingan para pengasuh di Alif Baa," ucapnya.
Gus Hayat juga menujukan bangunan di ponpes Alif Baa itu terpisah tidak mirip seperti pondok pesantren pada umumnya. Tujuanya tidak lain agar santri tidak jenuh. Karena santri di sini beda dengan santri di ponpes utama.
Bangunan terdiri dari masjid besar dengan tiang kayu utuh tampak klasik. Lokasinya juga rada jauh dari rumah penduduk sehingga benar-benar sunyi.
Sedang untuk mereka yang anak anak berada di Popes Tanbihul Ghofilin. Di sana ada sekitar 2000 santriwan dan santriwati.
"Sekarang mereka masih liburan. Kami tengah melakukan persiapan kedatangan para santri Tanbihul Ghafilin yang sebagian besar dari luar Banjarnegara," jelas Gus Hayat.
Saat jelang new normal ini, ada beberapa hal yang akan diberlakukan kepada para santri. Yakni mereka harus dibekali surat sehat dari Puskesmas asal.
Kemudian saat sampai di Komplek Ponpes mereka mengikuti pemeriksaan tim kesehatan. Jika tidak ada gejala sakit, maka mereka langsung dapat menuju pondok. Jika ada temuan kurang sehat maka akan diobati tim medis.
Ini semua dilakukan untuk kebaikan bersama dalam situasi jelang new normal. Santri mulai beraktivitas mulai minggu depan atau tanggal 12 juni 2020 mendatang. Inipun baru untuk santri Salafiah (non formal) seperti santri yang belajar Al-Quran, kitab kuning, nahu sharab dan lainnya baik santriwan màupun santriwati.
"Sedang untuk pendidikan formal mulai dari Madrasah Tsanawiah (MTS), Madrasah Aliah (MA) dan Perguruan Tinggi (STAIN) Tanbihul Ghafilin menunggu keputusan pemerintah," jelas Gus Hayat pendiri Ponpes Alif Baa Tanbihul Ghofilin mengakhiri perbincangan dengan TIMES Indonesia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |